Ketua KY Suparman Marzuki menyayangkan terjadinya kesalahan pengetikan amar putusan perkara kasasi Yayasan Supersemar. Menurutnya, kesalahan pengetikan menjadi hal substansif apalagi sifatnya menyangkut putusan suatu perkara.
Oleh karenanya, KY berupaya mencari tahu bagaimana kesalahan pengetikan terjadi. Hal ini berkaitan dengan beberapa persoalan salah ketik yang terjadi di Mahkamah Agung (MA). Hanya saja, hingga akhir pekan lalu, KY sama sekali belum menjadwalkan pemanggilan hakim-hakim yang menangani kasasi Yayasan Supersemar. “Belum kita agendakan,†katanya.
Suparman menambahkan, kesalahan ketik dalam sejumlah putusan lainnya tidak bisa dianggap remeh oleh MA. “Itu dia, makanya perlu diselidiki. Jangan anggap enteng,†cetusnya.
Dia mengingatkan, kesalahan pengetikan pada beberapa putusan perkara hendaknya jadi catatan MA. Sebab, persoalan ini sangat mencederai penegakan hukum. Menurutnya, momentum ini idealnya dijadikan cambuk untuk memperbarui kinerja hakim-hakim agung.
Dikonfirmasi mengenai kesalahan pengetikan ini, Ketua MA M Hatta Ali mengatakan, kejadian ini karena kesalahan pengetikan. “Salah mengetik angka,†ujarnya.
Seharusnya ditulis Rp 185 miliar, tetapi tertulis di halaman 107 sebesar Rp 185 juta.
Kesalahan tersebut menjadi perhatian MA dan sudah ditindaklanjuti. Dia menegaskan, sebagai pucuk pimpinan tertinggi MA, dia siap mempertanggungjawabkan kesalahan tersebut. “Itu menjadi tanggung jawab saya,†tegasnya.
Ia juga menepis anggapan, bila kesalahan pengetikan dilatari adanya permainan dalam menangani perkara.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur memastikan, MA sudah memeriksa panitera pengganti perkara ini. Dari keterangan yang dikumpulkan, kesalahan murni terjadi pada redaksional amar putusan.
“Kita sudah mengambil langkah. Sudah ada sanksi teguran keras terhadap panitera,†ucapnya.
Menurut Ridwan, sanksi pada panitera pengganti, nomor putusannya 2896 K/ Pdt/2009. Panitera pengganti Pri Pambudi Teguh kena sanksi teguran keras. Promosi dan mutasi jabatan Panitera Muda Perdata ini terancam terhambat.
Ridwan mengaku, sama sekali tidak ada unsur kesengajaan dalam persoalan ini. MA pun lanjutnya, merekomendasikan Kejaksaan Agung agar segera mengajukan peninjauan kembali (PK). Hal itu penting mengingat pentingnya pelaksanaan eksekusi aset Yayasan Supersemar.
Menanggapi hal ini, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Setia Untung Arimuladi memastikan, jajaran Jaksa Agung Muda Tata Usa Negara (Jamdatun) tengah menyusun memori PK. Upaya ini diajukan supaya eksekusi aset dapat dilaksanakan secepatnya. “Perlu proses PK sebagai syarat untuk melaksanakan eksekusi,†katanya.
Dia berharap proses PK dapat diselesaikan dalam waktu relatif cepat. Sebab, persoalan gugatan ini sudah makan waktu panjang.
Paling tidak, harap dia, PK Kejagung yang mewakili gugatan negara menjadi prioritas MA. “Semestinya jika putusan kasasi tidak salah ketik, jaksa sudah bisa melaksanakan eksekusi,†ujarnya. Artinya, pengembalian keuangan negara tidak terhambat alias sudah bisa dilaksanakan.
Dikonfirmasi, apakah Jamdatun sudah melayangkan memori PK, dia mengaku belum tahu. Dia pun menjanjikan segera menanyakan hal ini pada jajaran Jamdatun. “Akan saya cek lebih dulu informasinya. Sudah sejauh mana memori PK tersebut,†tandas bekas Kejari Jaksel ini.
Kilas Balik
Salah Ketik Putusan MA Sering TerjadiKesalahan pengetikan amar putusan kasasi Yayasan Supersemar diakui bekas Hakim Agung Harifin Tumpa. Dia mengaku siap mempertanggungjawabkan kesalahan tersebut.
“Saya salah karena saya yang mengoreksi terakhir,†kata Harifin pada Rabu (24/7) lalu. Akan tetapi, dia menyatakan kesiapannya mempertanggungjawabkan kesalahan tersebut. “Karena itu tanggung jawab saya,†katanya.
Dia pun menepis anggapan bahwa kesalahan dilatari adanya permainan dalam memutus perkara. “Bisa keliru, namanya juga manusia. Tidak sengaja,†tandasnya.
Bekas hakim agung Benyamin Mangkudilaga menilai, tidak terkejut dengan kasus salah ketik amar putusan kali ini. Sebab, menurutnya, kasus salah ketik putusan sudah sering terjadi di MA.
“Jika salah ketiknya mempengaruhi substansi, dan mengubah hukumannya berarti harus dilakukan peninjauan kembali,†jelasnya.
Tetapi, jika kesalahan tulisan tidak mempengaruhi hukuman, putusan bisa direvisi. Putusan kasasi Yayasan Supersemar diketuk pada 28 Oktober 2010. Dalam putusannya, majelis yang dipimpin Ketua Harifin Tumpa dengan anggota Dirwoto dan Rehngena Purba menghukum Yayasan Supersemar membayar denda kepada negara.
Sebagai latar, Kejaksaan Agung menggugat Yayasan Supersemar mengembalikan 420 ribu dolar Amerika Serikat dan Rp 185 miliar. Namun dalam amar putusan kasasi, angka yang semestinya menyebut Rp 185 miliar berubah menjadi Rp 185 juta.
Gugatan dilayangkan Negara Republik Indonesia terhadap Yayasan Supersemar dan Soeharto yang diwakili ahli warisnya. Negara yang diwakili Kejaksaan Agung menggugat Yayasan Supersemar yang diketuai Soeharto, karena melakukan perbuatan melawan hukum.
Perbuatan melawan hukum itu tertulis dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 15/1976 yang menentukan, 50 persen dari lima persen sisa bersih laba bank negara disetor ke Yayasan Supersemar. Bermodal PP ini, Yayasan Supersemar sejak 1976 hingga Soeharto lengser, mendapatkan uang sebesar USD 420 ribu dan Rp 185 miliar.
Menurut Kejaksaan Agung, dana yang seharusnya untuk membiayai dana pendidikan rakyat Indonesia malah diselewengkan. Karena itu, Kejagung menggugat Yayasan Supersemar.
Pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengabulkan gugatan Kejagung dan menghukum Yayasan Supersemar membayar ganti rugi kepada negara sebesar 105 juta dolar AS dan Rp 46 miliar. PN Jaksel menyatakan, Yayasan Supersemar telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Putusan ini dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta pada 19 Februari 2009. Namun, Yayasan Supersemar tidak tinggal diam. Mereka meminta kasasi. Pada tingkat kasasi, majelis hakim kasasi Harifin Tumpa, Dirwoto dan Rehngena Purba menghukum Yayasan Supersemar mengembalikan 75 persen dari 420 ribu dolar AS dan 75 persen dari Rp 185 juta. Anehnya, putusan kasasi yang diketok hakim agung Harifin Tumpa, Dirwoto dan Rehngena Purba ini mengubah Rp 185 miliar menjadi Rp 185 juta dan hasil akhir, berupa denda yang seharusnya Rp 138 miliar pun menjadi Rp 138 juta.
Menanggapi hal tersebut, Benyamin menambahkan, kesalahan ketik ini sebenarnya cukup diperbaiki dengan mencantumkan keterangan kesalahan ketikan disertai dengan tanda tangan hakim ketua atau hakim anggota. Namun persoalannya, hakim-hakim kasus ini sudah pensiun. Hal inilah yang menurutnya menjadi masalah. Oleh karenanya, dia menyepakatai upaya Kejagung mengajukan permohonan PK.
Sebagaimana diketahui, Yayasan Supersemar digugat Kejagung karena dianggap melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 1976 yang mengatur kewajiban Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk menyisihkan 5 persen dari laba bersih untuk Yayasan Supersemar.
Saat gugatan diajukan pada Juli 2007, Kejagung menemukan bukti bahwa yayasan milik bekas Presiden Soeharto itu melanggar Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) karena memberikan pinjaman atau penyertaan modal untuk mendapatkan keuntungan.
Sesuai PP, lima persen yang wajib disisihkan BUMN dari laba bersih harus dialokasikan untuk membiayai pendidikan pelajar dan mahasiswa kurang mampu. Namun, hanya 2,5 persen dari laba bersih itu yang masuk ke yayasan. Sisanya, 2,5 persen, menggelontor ke PT Bank Duta dan PT Sempati Air dalam bentuk pinjaman dana dan penyertaan modal.
Dana yang mengalir ke PT Bank Duta sebesar 125 ribu dolar Amerika. Sementara yang dikucurkan ke PT Sempati Air Rp 13,1 miliar pada 23 September 1989 hingga 17 November 1997.
Kasus Salah Pengetikan Ini Tak WajarM Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPRPolitisi PAN M Taslim Chaniago meminta Komisi Yudisial (KY) serius menanggapi kesalahan pengetikan amar putusan kasasi Yayasan Supersemar. Dia juga mendesak Mahkamah Agung (MA) tegas menindak kesalahan yang menghambat proses eksekusi.
“Kesalahan pengetikan ini tidak sewajarnya terjadi,†katanya. Oleh karena itu, lembaga pengawas hakim baik eksternal maupun internal, perlu menyikapi hal tersebut secara proporsional.
Bila perlu, upaya menindaklanjuti persoalan salah ketik ini dilaksanakan secara terbuka. Sehingga, masyarakat benar-benar mendapat gambaran utuh mengenai pengusutan perkara menyangkut aparat penegak hukum.
“Sebagai penegak hukum, idealnya hakim-hakim dan panitera selektif. Apalagi ini menyangkut amar putusan perkara yang punya dampak besar,†katanya.
Dia menyebutkan, setidaknya kesalahan pengetikan menunjukkan adanya ketidakcermatan penegak hukum. Kesalahan itu idealnya menjadi koreksi bagi MA.
Sebagai benteng penegakan hukum tertinggi, MA hendaknya mampu meminimalisir kesalahan, walaupun kesalahan tersebut adalah kesalahan yang sangat kecil.
Lebih jauh, dia mempertanyakan sikap KY sebagai pengawas hakim. Menurut dia, meski hakim-hakim perkara ini sudah pensiun, KY tetap perlu mengklarifikasi keterangan bekas hakim kasus ini. Hal itu bertujuan menjawab adanya kesengajaan atau tidak.
“Jika KY terbentur dengan persoalan pensiun hakim, KY bisa berkoordinasi dengan MA untuk menyelesaikan hal tersebut. Yang paling penting, upaya mencari tahu kesalahan pengetikan ini, murni didasari kepentingan menegakkan keadilan,†tandasnya.
Hakim Siap Diperiksa, KY Jangan Cuma Berdiam Diri
Akhiruddin Mahjuddin, Koordinator Gerak Indonesia
Koordinator LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gerak) Indonesia Akhiruddin Mahjuddin menyatakan, Komisi Yudisial (KY) tidak boleh berdiam diri dalam menyikapi persoalan salah ketik putusan Yayasan Supersemar.
“Meski hakim-hakimnya sudah pensiun, KY tetap bisa menelusuri persoalan ini,†katanya.
Dia menyadari kewenangan KY mengusut persoalan ini menjadi terbatas. Namun, pensiun hakim tidak boleh menjadi alasan tidak menindaklanjuti persoalan. Akhiruddin memandang, ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan KY.
Tahapan-tahapan dalam menginvestigasi hakim yang sudah pensiun, tentunya perlu dikoordinasikan dengan MA. Atau bila perlu dikooordinasikan dengan lembaga penegak hukum lainnya.
Terlebih, sebut dia, hakim ketua maupun Ketua Mahkamah Agung (MA) sudah menyampaikan pernyataan, siap bertanggungjawab. Katanya, persoalan pengusutan persoalan ini memang rumit.
“Jadi perlu ada langkah hukum yang benar-benar tepat,†tandasnya.
Dia menambahkan, keterbatasan wewenang KY dan MA, hendaknya tidak dijadikan alasan untuk tidak menindaklanjuti persoalan. Dan, hal yang paling utama menurutnya adalah ketegasan Kejaksaan Agung dalam menyampaikan peninjauan kembali (PK).
“PK hendaknya dilakukan cepat. Jangan malah mengulur-ulur waktu,†tandasnya.
Akhiruddin menyatakan, masyarakat berharap Kejaksaan Agung mampu mengembalikan uang negara ke kas negara. Oleh sebab itu, dia meminta Kejagung tidak buang-buang waktu menyelesaikan persoalan ini. “Supaya proses eksekusi bisa segera dilakukan,†tandasnya. [Harian Rakyat Merdeka]
BERITA TERKAIT: