Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi menjelaskan, penyidik mempercepat penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan pesawat latih di STPI. Usaha ini dilaksanakan dengan menyatroni pusat pendidikan penerbang milik Kementerian Perhubungan (Kemenhub) itu.
Kepentingan mendatangi STPI adalah, mengecek keberadaan sejumlah barang dan pesawat latih yang belum tuntas perakitannya. Dalam pantauan pada Kamis (13/6), penyidik melaporkan, dari 12 pesawat latih yang belum tuntas perakitannya, sudah ada enam yang selesai dirakit.
“Sudah dilaksanakan pengecekan ke hanggar STPI. Enam pesawat sudah dirakit. Enam lainnya belum,†katanya.
Bila enam pesawat itu, tidak tuntas perakitannya, keenam pesawat latih itu bisa dimasukkan sebagai bukti yang memperkuat dugaan penyimpangan proyek ini.
Menurutnya, penyidik memberi tenggat waktu perakitan pesawat latih selama 18 hari. Perakitan pada 10 sampai 28 Juni itu dimonitor langsung oleh tim penyidik dari kejaksaan. Jadi, sambungnya, tim jaksa dikerahkan memantau dan memonitoring perakitan pesawat secara langsung.
Selain memantau dan memonitoring perakitan, tim juga mengemban tugas memeriksa saksi-saksi serta mengamankan barang bukti sitaan yang dititipkan di STPI. Bersamaan dengan kegiatan monitoring tersebut, pada Kamis (13/6), tim yang diketuai jaksa Serimita Purba memeriksa dua saksi.
Pemeriksaan dilaksanakan di lokasi perakitan pesawat. Kedua saksi yang diperiksa adalah Ketua Tim Teknis Pengadaan Pesawat Latih, M Subiat dan Bendahara Proyek Pengadaan Pesawat Latih, Lukmanul Hakim. Dengan kata lain, pengalihan lokasi pemeriksaan saksi ditujukan mempercepat penyelesaian kasus ini.
Untung belum bisa merinci, materi pemeriksaan secara mendetil. Secara garis besar, pemeriksaan berkutat pada masalah tender proyek dan pembiayaan. “Bagaimana mekanisme tender berikut pendanaannya. Itu menjadi prioritas penyidik,†terangnya.
Namun pada keterangannya, dia tak menepis anggapan bila pemeriksan saksi Lukmanul Hakim yang dimulai pukul 10.00 WIB berkaitan dengan proses pembayaran dari hasil kegiatan pengadaan pesawat latih kepada PT Pasifik Putra Metropolitan (PPM).
Sedangkan pemeriksaan saksi M Subiat, berhubungan dengan pembuatan spesifikasi pesawat latih dan link simulator untuk kegiatan pengadaan di lingkungan STPI. “Detilnya nanti saya sampaikan karena masih dalam tahap pengembangan penyidikan,†ujarnya.
Dia menambahkan, penyidik belum menambah jumlah tersangka kasus ini. Sejauh ini, penetapan tersangka baru dilakukan terhadap tiga orang. Ketiganya adalah Direktur Utama PT Pasifik Putra Metropolitan (PPM) Bayu Wijokongko, Pegawai Negeri Sipil (PNS) STPI I.G.K Rai Darmaja yang pada proyek ini menjabat sebagai Ketua Panitia Penerimaan Barang, dan Arwan Aruchyat, PNS yang menjabat Kepala Bagian Administrasi Umum Pejabat Pembuat Komitmen 2010-sekarang.
“Ketiga tersangka pun belum ada yang ditahan.â€
Untung menyatakan, tidak tertutup kemungkinan jumlah tersangka kasus ini bertambah.
Sementara Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Bambang S Ervan mengatakan, pihaknya menyerahkan proses penyidikan kasus hukum ini kepada Kejagung. “Kami menyerahkan kepada penyidik dan akan mengikuti proses hukum yang ada,†ujarnya.
Kilas Balik
Dugaan Kerugian Negaranya Mencapai 138 Miliar Rupiah
Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Adi Toegarisman mengatakan, berdasarkan perhitungan sementara, dugaan kerugian negara proyek pengadaan 18 pesawat latih dan dua link simulator ini, mencapai Rp 138, 801 miliar. Dia menyebutkan, proyek pengadaan pesawat dan simulator itu menggunakan anggaran tahun 2010-2013.
Menurutnya, dugaan penyelewengan dilatari kelambatan penyerahan 12 pesawat latih. Dari 18 unit pesawat latih yang dipesan, baru enam unit pesawat yang sudah diserahterimakan pada akhir tahun 2012. Keenam pesawat tersebut sudah dioperasikan untuk pelatihan siswa sekolah penerbangan milik negara itu.
“Enam unit itu bisa beroperasi, tetapi 12 unit sama sekali tidak bisa digunakan. Demikian juga dua unit link simulator tidak tidak bisa dioperasikan,†tuturnya.
Akibat hal itu, kejaksaan menilai negara mengalami kerugian. Penetapan status tersangka dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (sprindik) Nomor: Print- 68 s/d 70/F.2/ Fd.1/05/2013, tertanggal 24 Mei 2013. “Dugaan korupsi terjadi setelah pembayaran pengadaan 100 persen dari uang negara pada 14 Desember 2012,†kata bekas Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung ini.
Sebelumnya, kasus pengadaan pesawat STPI pernah dilakukan pada 2007. Proyek ini bermula dari rencana STPI Curug untuk menambah 17 pesawat latih dan dua simulator. Ketika itu, pemerintah menyetujui pengadaan tersebut dengan mengucurkan dana Rp 1,2 triliun lewat mekanisme APBN Perubahan 2007.
Dari dokumen yang ada, diketahui nilai proyek pengadaan 18 pesawat latih itu mencapai 10,3 juta dolar Amerika Serikat. Terdiri dari 15 pesawat fixed wing senilai 7,5 juta dolar Amerika dan dua pesawat rotary wing senilai 3 juta dolar Amerika.
Rencananya, pesawat latih akan dilengkapi 41 unit fixed wing dan satu rotary wing.
Dalam proyek ini PT MN memenangkan proyek. Namun, tidak semua proyek ditangani PT MN. Pada 4 Desember 2007, PT MN menandatangani kontrak kerjasama dengan Kementerian Perhubungan untuk proyek pengadaan pesawat latih dan simulator jenis sayap putar. Total proyek ini mencapai Rp 44.007.000.000.
Sementara proyek lain dibagikan kepada PT AN. Berdasarkan Surat Penunjukan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) Nomor 07.13/PPK/SPPBJ/XI/STPI-08 tanggal 8 Oktober 2008 misalnya, PT AN tercatat memenangkan proyek pengadaan 18 pesawat latih dan dua unit simulator.
Pada dokumen itu, PT AN diwajibkan membuat jaminan pelaksanaan berupa bank garansi senilai Rp 5.729.950.000. Bank garansi tersebut untuk proyek total Rp 114.599.000.000.
Penuntasan Perkara Sering Memakan Waktu Tahunan
Akhiruddin Mahjuddin, Koordinator Gerak Indonesia
Koordinator LSM Gerakan Rakyat Anti Korupsi Indonesia (Gerak Indonesia) mengapresiasi langkah kejaksaan yang turun langsung dalam menyelesaikan persoalan korupsi ini. Dia pun meminta, idealnya penanganan kasus-kasus korupsi lain dilakukan dengan cara serupa. “Supaya pengusutannya bisa lebih cepat tuntas,†katanya.
Menurutnya, selama ini kejaksaan cenderung lamban menyelesaikan perkara. Tidak jarang, perkara-perkara tertentu penuntasannya makan waktu bertahun-tahun.
Kata dia, pola penanganan perkara yang lamban hendaknya ditanggalkan. Sebab, masyarakat saat ini perlu bukti konkret, bukan janji-janji semata.
Yang pasti, penanganan perkara seperti ini idealnya dikembangkan. Jangan menunggu sampai masyarakat lupa atau menagih janji penegak hukum dengan cara-cara yang irasional. Dia menggarisbawahi, upaya pemantauan langsung terhadap obyek perkara semestinya dilakukan sejak dulu.
Upaya ini ditujukan agar kinerja kejaksaan dapat dilihat dan dirasakan dampaknya langsung oleh masyarakat. Dengan begitu, pencari keadilan tidak akan segan melaporkan atau berurusan dengan aparat kejaksaan.
Dia menambahkan, pemantauan langsung ini, sedikit banyak juga bisa memaksimalkan penyidikan. Salin itu dapat berefek pada upaya meminimalisir penyelewengan dalam penyidikan. “Yang paling pokok, pengawasan dalam setiap metode penyidikan dilakukan secara sungguh-sungguh,†ingatnya.
Khawatir Berdampak Buruk Bagi Kualitas Dunia Pendidikan
Rindhoko Wahono, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Rindhoko Wahono menilai, mekanisme atau sistem penyidikan di kejaksaan perlu perbaikan. Langkah-langkah ini ditujukan agar penanganan perkara lebih fokus.
“Tujuan terpentingnya adalah bagaimana mengusut perkara dengan waktu cepat,†katanya.
Hal itu menjadi catatan penting bagi kejaksaan. Mengingat, selama ini kejaksaan kerap lamban dalam mengusut perkara.
Lebih jauh, dia menyayangkan, perkara korupsi di lingkungan pendidikan terus terjadi saat ini. Dia khawatir, hal ini dapat berdampak buruk terhadap kualitas pendidikan itu sendiri. Oleh karenanya, korupsi di lingkungan pendidikan idealnya menjadi perhatian serius penegak hukum.
Dia menambahkan, modus dugaan korupsi proyek pengadaan pesawat latih dan simulator pendidikan bagi penerbang ini, hendaknya diungkap secara gamblang. Jangan sampai, persoalan ini hanya berhenti sampai pada penetapan tiga tersangka saja. “Siapa pun yang terlibat seyogyanya ditindak secara proporsional.â€
Artinya, para pihak yang menentukan anggaran, perencanaan dan pelaksana proyek tersebut, perlu diklarifikasi secara terbuka. Tujuannya, tidak lain membersihkan lembaga pendidikan profesional di Indonesia dari perilaku koruptif. Atau paling tidak, memberi peringatan bagi yang ingin menjadikan anggaran pendidikan sebagai lahan mengeruk keuntungan pribadi.
“Sudah banyak contoh kasus korupsi yang masuk wilayah pendidikan. Ini hendaknya diantisipasi sejak dini. Jangan-jangan, pelaku korupsi di lingkungan pendidikan, berasal dari kelompok terorganisir atau kelompok yang sama,†duganya. [Harian Rakyat Merdeka]
BERITA TERKAIT: