WAWANCARA

Darmono: Tidak Ada Deal, Kami Hanya Ingin Hati-hati Keluarkan SP3

Senin, 10 Juni 2013, 09:07 WIB
Darmono: Tidak Ada Deal, Kami Hanya Ingin Hati-hati Keluarkan SP3
Darmono
rmol news logo Kejaksaan Agung (Kejagung) akan digugat praperadilan gara-gara mengeluarkan Surat Perintah Penghentikan Penyidikan (SP3) terhadap tersangka Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak.

Menanggapi rencana gugatan MAKI itu, Wakil Jaksa Agung Darmono mengatakan, masyarakat tentu punya hak melakukan gugatan.

Pihaknya siap menghadapi gugatan itu, dan ke depan terus memperbaiki kinerja, termasuk lebih berhati-hati menetapkan tersangka dan mengeluarkan  SP3.

“ Agar tak dicibir, ke depan kami lebih hati-hati keluarkan SP3,” kata Wakil Jaksa Agung, Darmono kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Seperti diketahui, Kejagung mengeluarkan SP3 terhadap tersangka Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak

Sejak 6 Juli 2010 Awang Faroek Ishak sebagai tersangka atas dugaan penyelewengan kas negara tahun 2002 hingga 2008 di Pemda Kutai Timur. Saat itu Awang menjabat sebagai bupati di daerah tersebut.
 
Darmono selanjutnya mengatakan, alasan penghentian penyidikan,  antara lain karena peran Awang Faroek tidak disebut dalam putusan pengadilan terhadap dua terdakwa kasus tersebut.

Berikut kutipan selengkapnya:


Awang Faroek sudah 3 tahun menjadi tersangka, kok malah di-SP3-kan?
Tentu kita lihat tujuan hukum itu sendiri. Pertama, agar ada kepastian hukum. Kedua, menciptakan keadilan. Ketiga, ada azas manfaat.

Kalau tiga tahun nggak ada ujungnya, itu berarti belum kuat. Kami harus melakukan tindakan SP3 itu untuk memberikan kepastian hukum.

Supaya orang yang dijadikan tersangka itu tidak merasa dizolimi, diperlakukan tidak adil  atau lainnya.

Jangan-jangan ada deal-deal?
Tidak ada. Kalau ada deal-deal laporkan saja. Kalau perlu ditangkap orangnya. Sekali lagi kita berusaha bekerja secara profesional dan selalu menghindari dan mengharamkan hal-hal itu (deal-deal).

Anda bilang ke depan hati-hati menetapkan tersangka, bagaimana caranya?

Cara kerja akan kita perbaiki dan tingkatkan. Sebelum menetapkan tersangka, tentu mengumpulkan data-data yang kuat dan lengkap dalam pembuktiannya.

Ke depan keterangan tersangka tidak lagi menjadi pertimbangan yang penting. Tapi  pertimbangan lainnya harus kuat, sehingga bila mengelak tentu akan mengalami kesulitan.

Apa itu bisa mengembalikan kepercayaan masyarakat?

Tentu bisa. Kami harus buktikan bahwa Kejagung bisa berbuat sesuatu dalam  penegakan hukum.

Caranya kita mempertahankan integritas agar tidak ada penyelewengan.  
Apa yang dilakukan  ini benar-benar untuk penegakan hukum di Indonesia.

Kami berupaya untuk melakukan transparansi di internal.  Dengan peningkatan kerja, peningkatan integritas dan mengembangkan prinsip keterbukaan itu, kami bisa mendapat kepercayaan masyarakat, terutama berhati-hati mengeluarkan SP3 agar masyarakat tidak menilai negatif.

Kalau memang belum cukup bukti, kenapa  ditetapkan sebagai tersangka?
Tahapan-tahapan dalam menyelesaikan perkara dimulai dari penyelidikan. Di sini bisa menjadi sulit kalau tidak ada tersangkanya. Karena itu, ditentukan orang yang bertanggung jawab atas  kasus itu.

Tapi SP3 seperti ini kan menimbulkan tafsiran, bukankah ini merugikan Kejagung?
Dalam satu perkara kan tidak berdiri sendiri, bisa jadi terdiri dari beberapa perkara dan beberapa terdakwa.

Kalau dalam penanganan perkara ada  yang sudah ke pengadilan yang hasilnya perpandangan berbeda dengan Kejagung. Makanya dikeluarkan SP3.

Kenapa nggak diteruskan saja ke pengadilan?
Dalam kasus ini ada kecenderungan perbedaan pandangan antara hakim dan jaksa.
Kalau misalnya dari empat perkara, satu atau dua perkara dibebaskan. Maka memaksakan kasus sisanya ke pengadilan, itu tentu tidak baik. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA