Tragedi Unas 2008 Kenapa Belum Tuntas

Mahasiswa Demo Di Istana Negara

Sabtu, 25 Mei 2013, 10:21 WIB
Tragedi Unas 2008  Kenapa Belum Tuntas
ilustrasi
rmol news logo Lima tahun sudah tragedi berdarah di kampus Universitas Nasional (UNAS) berlalu. Namun, tragedi yang menyimpan luka dan trauma mendalam bagi civitas akademika UNAS itu, sampai saat ini belum terungkap.

Kemarin, puluhan mahasiswa UNAS yang tergabung dalam UNAS Bergerak berunjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta. Aksi tersebut memperingati 15 tahun reformasi serta menuntut agar tragedi berdarah UNAS 2008 diungkap.

Mahasiswa mulai berdatangan sekitar pukul 14.00 WIB. Mereka bergantian melakukan orasi sambil membawa bendera-bendera organisasi dan spanduk bertuliskan “15 Tahun Reformasi Untuk Siapa? Usut Tuntas Tragedi UNAS’.

Sudah lima tahun berlalu, kasus kekerasan yang dilakukan aparat  terhadap ratusan Mahasiswa UNAS tidak pernah diusut tuntas. Pemerintah hanya berjanji menuntaskan kasus tersebut, sehingga tragedi berdarah itu tetap dibiarkan lamanya.

“Hingga kini, UNAS tetap konsisten menuntut perubahan. Melalui aksi ini, kami juga menuntut tragedi UNAS diungkap tuntas,” ujar Aktivis UNAS Bergerak, Ponco.

Menurutnya, bukan hanya pemerintah yang sengaja menutup-nutupi tragedi mahasiswa berdarah itu.

Dia menuding, pihak kampus pun ikut andil agar kasus pelanggaran HAM berat itu  tidak diselesaikan.

“Kami yakin birokrat-birokrat di Kampus UNAS bermain mata,” tandasnya.

Ponco menambahkan, pahlawan rakyat, Maftuh Fauzi, yang meninggal dalam tragedi itu, bukan karena memiliki penyakit bawaan. Melainkan, Maftuh meninggal akibat dipukuli aparat yang saat itu melakukan penyerbuan ke dalam kampus UNAS.

“Maftuh tidak meninggal karena penyakit bawaan tetapi karena luka di bagian kepala karena dipukuli,” ungkapnya.

Seperti diketahui, tragedi berdarah UNAS 2008 berawal dari aksi demonstrasi mahasiswa UNAS menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Lalu, di akhir aksi, aparat melakukan tindakan represif dan melakukan penyerbuan ke dalam kampus.

Akibatnya, 154 mahasiswa diseret dan Maftuh Fauzi yang menjadi korban penangkapan itu, akhirnya meninggal usai mengalami infeksi di otak akibat sabetan benda tumpul.

Para mahasiswa UNAS menganggap arogansi yang dilakukan aparat itu merupakan pelanggaran HAM berat, terlebih Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebut ada indikasi awal terjadi pelanggaran HAM dalam kasus tersebut. Kesimpulan serupa muncul dari YLBHI, PBHI, dan KontraS.

“Tragedi UNAS Mei 2008 kita bilang pelanggaran HAM berat, karena satu nyawa hilang saat penyerbuan ke kampus UNAS,” tegasnya.

Hingga kini, kasus itu tak kunjung menemukan titik pangkalnya. Hampir setiap tahun, Mahasiswa UNAS selalu menyuarakan tuntutan kerasnya untuk mengungkap dan menangkap para pelaku. Tapi, tuntutan itu tidak pernah ditanggapi serius. “Setelah lima tahun berlalu tidak ada kejelasan tentang penyelesaian pelanggaran HAM ini. Kasus ini dilupakan, dihilangkan dalam lembar sejarah,” ujarnya.

Humas aksi, Rodek yang juga rekan Maftuh Fauzi menuturkan, kematian Maftuh Fauzi pun telah dipelintir sebagai akibat penyakit HIV. Padahal banyak saksi mengatakan bahwa Maftuh sempat mengeluh sakit kepala hebat selama beberapa hari di tahanan Mapolres Jaksel akibat benturan di kepalanya.

“Harus ada pihak yang bertanggung jawab dan diadili atas penyerangan, pemukulan, dan pembunuhan yang terjadi di kampus UNAS. Atas nama mahasiswa UNAS yang menjadi korban, kasus ini harus dituntaskan dengan cara apapun,” katanya.

Dalam aksi kali ini aparat kepolisian menjaga dengan ketat, hingga akhir aksi tetap berjalan dengan tertib.

Aktivis Koalisi Pendidikan Temukan Kebocoran UN
Simpan Rekaman Kecurangan

Koalisi Pendidikan menemukan bukti kecurangan dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2013. Koalisi menemukan bocoran kunci jawaban UN di SMK Widuri Jakarta. Kunci jawaban didapat siswa yang menerima bocoran dari pejabat sekolah, sesaat sebelum UN berlangsung.

Temuan itu dipublikasikan Koalisi Pendidikan bertepatan dengan pengumuman hasil UN di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, kemarin. “Kami juga punya rekaman pengakuan guru-guru yang membenarkan kasus ini,” kata Siti Juliantari Rachman yang menjabat Divisi Monitoring Publik ICW.

Menurut Juliantari, penerapan UN memicu siswa, kepala sekolah, dan guru bertindak curang. Bagi sebagian sekolah, UN memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi dari kemampuan mereka. Di lain pihak, ada persyaratan sekolah dan siswa harus lulus UN. Jika tidak lulus, nama daerah, sekolah, dan siswa dianggap akan rusak di mata masyarakat.

“Bukti kecurangan sistemik UN adalah, pertama, kunci jawaban ini dibuat dengan rapi untuk 20 tipe soal. Hal ini tidak mungkin dilakukan oleh guru disekolah, menjelang satu hari soal sampai disekolah,” kata aktivis yang akrab disapa Tari ini.

Melihat lembaran kunci jawaban yang beredar itu, Tari menduga kuat pelakunya adalah oknum lain yang mengetahui distribusi soal. Kedua, yang melakukan kecurangan adalah pejabat-pejabat sekolah.

“Artinya perubahan jumlah variasi soal dari lima jenis menjadi dua puluh jenis juga tidak menghilangkan kecurangan UN. Masih ditemukan bocoran kunci jawaban yang beredar di kalangan siswa,” tegasnya.

Dikatakannya pula, perubahan jumlah jenis soal menjadi lebih banyak dalam pelaksanaan UN tahun ini juga sebagai bukti bahwa Kemdikbud juga mengakui masih ada kecenderungan contek mencotek maupun bocoran yang beredar dikalangan siswa.

Bukti kecurangan berupa bocoran kunci jawaban UN itu diperoleh dari seorang siswa di sekolah swasta di Jakarta yakni SMK Widuri, yang mengadu kepada gurunya.

Untuk itu, peneliti senior ICW, Febri Hendri menyatakan, seluruh bukti akan dibeberkan, setelah siswa tersebut mendapat jaminan perlindungan. Pekan depan ICW berencana akan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk meminta perlindungan terhadap siswa tersebut.

“Ijazah siswa tersebut juga harus dilindungi. Siswa ini sudah berani jujur dan mengadu. Untuk itu harus dilindungi,” ujarnya.

UU Kepailitan Diusulkan Direvisi
Cegah Mafia Hukum

Ketua Umum Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) Victor Santoso Tandiasa menilai, Undang-Undang No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan tidak mengatur besar kecilnya utang perusahaaan. Menurutnya, UU tersebut harus direvisi, karena ada celah yang dapat dimanfaatkan oknum mafia hukum.

“Di aturan tersebut tertuang syarat pailit dan putusan pailit yang berbunyi, “Debitor yang punya dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya,” kata Victor.

Itu diungkapkan Victor dalam menyikapi fenomena banyaknya konspirasi mafia hukum dalam kepailitan, akhir-akhir ini. Menurutnya, berbagai putusan pailit dari Pengadilan Niaga saat ini, banyak memutuskan perusahaan pailit karena hanya memiliki sedikit utang. Padahal, perusahaan memiliki aset jauh lebih banyak, dan dari segi keuangan masih kuat.

“Akibat dari kepailitan, maka direksi tidak lagi memiliki kewenangan untuk mengurusi harta perusahaan yang sudah menjadi budel (aset) pailit,” katanya.

Pada dasarnya, lanjut Victor, kepailitan dapat diajukan semua jenis kreditur. Tidak ada batasan mengenai kualifikasi kreditur yang dapat mengajukannya.

Sementara itu, anggota Komisi III, Nudirman Munir menyatakan, UU Kepailitan sudah selayaknya direvisi. Soalnya, menjadi celah yang dapat dimanfaatkan oknum mafia hukum. “Terdapat kekosongan hukum dan celah-celah yang dapat dimanfaatkan oknum-oknum mafia hukum,” kata Nudirman.

Menurutnya, revisi tersebut untuk mengikuti perkembangan zaman terutama dalam syarat kepailitan.

BEM Diharapkan Jadi Ujung Tombak
Berantas Narkoba Di Kampus

INDONESIA sudah lampu kuning dalam usaha pemberantasan Narkoba. Sekitar 4 juta orang sudah tewas akibat obat terlarang ini. Karena itu berbagai kalangan mendesak agar kampanye anti narkoba terus digelar.

Kemarin, gara-gara hasil diskusi yang digelar Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Gerakan Nurani Nusantara (GANN), seorang mahasiswa Universitas Muhammadiyah Prof Dr HAMKA (Uhamka) Jakarta bertekad menjalani hidup sehat, tanpa narkoba. Mereka pun bertekad menjadikan hidup bersih sebagai lifestyle.

“Paparan BNN dan GANN membuat kami terperangah betapa narkoba merupakan ancaman serius bagi bangsa Indonesia, kerugian yang ditimbulkan pun bukan main,” kata Presiden Mahasiswa BEM Uhamka Ahmad Khudori usai mengikuti Focus Group Discussion (FDG) yang diadakan Direktorat Diseminasi Informasi Deputi Pencegahan BNN dan GANN di Uhamka, Jakarta, kemarin.

Sementara itu, Ketua Umum GANN, M.Fariza Y Irawady meminta, mahasiswa dan pelajar menjadi ujung tombak  untuk menggalang kekuataan mencegah narkoba. Dia berjanji BNN dan GANN akan terus masuk ke berbagai sekolah dan kampus di seluruh Indonesia untuk menyampaikan pengetahuan anti narkoba.

Selain itu, kata Fariza, kunci keberhasilan hidup adalah hidup positif dan bermakna untuk sesama. Dan itulah selalu tema yang diusung oleh GANN dalam setiap pembekalan motivasinya. ‘’Kami memberikan keyakinan jika seseorang selalu hidup positif, bersih, jujur  bertanggung jawab peduli dan selalu bersinergi serta selalu memberikan manfaat bagi sesama maka kesuksesan akan berada di depan mata,”  ujar Fariza yang sudah memberikan 139 pelatihan dengan total peserta berjumlah 26.000 orang diseluruh Indonesia.

Kepala BNN Komjen Polisi Anang Iskandar menyatakan, saat ini korban penyalahgunaan narkoba telah mencapai angka 4 juta orang. Menurutnya, banyaknya jumlah korban penyalahgunaan narkoba tidak diikuti dengan tempat rehabilitasi yang memadai. “Dari 4 juta pengguna penyalahgunaan narkoba, tempat rehabilitasi kita hanya mampu menampung 18 ribu orang. Kita belum punya tempat rehabilitasi yang baik,” kata Anang.

Anang menuturkan, saat ini Indonesia telah masuk kategori ‘lampu kuning’ dalam penyalahgunaan narkoba. Indonesia saat ini telah menjadi salah satu pasar narkoba. “Indonesia bukan hanya jadi tempat transit narkoba, tapi sudah menjadi pasar narkoba,” katanya.

PII Desak Parlemen  Sahkan RUU Insinyur

Kejar Teknologi China & AS

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diminta mempercepat pengesahan Rancangan Undang Undang (RUU) Insinyur. Pengesahan RUU tersebut penting untuk meningkatkan daya saing Indonesia menghadapi percaturan internasional.

“Sekarang ada keresahan di dalam negeri karena tidak adanya kebijakan yang terintegrasi untuk meningkatkan keahlian dan professional lulusan insinyur,” kata Ketua Wakil Ketua DPP Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Bidang Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan, Badaruddin Andi Picunnang di Jakarta, kemarin.

Badar mengingatkan, Indonesia dengan jumlah penduduk 238 juta jiwa atau terbesar ke empat setelah China, Amerika Serikat dan India, malah paling minim menghasilkan lulusan insinyur dan sarjana teknik. Saat ini saja, tiap tahunnya Indonesia menghasilkan 42 ribu sarjana teknik dengan total insinyur 600 ribu orang.

Bandingkan dengan China atau India yang mampu mampu menghasilkan 764 ribu dan 498 ribu lulusan sarjana teknik per tahunnya. “Ini memprihatinkan karena berpotensi mengancam pembangunan nasional,” katanya.

Nah untuk itu, dia menyarankan agar RUU Insinyur dipercepat pengesahannya. Selain itu, dunia kampus juga perlu meningkatkan kuantitas dan kualitas lulusannya karena tidak bisa dipungkiri banyak lulusannya tidak memberikan hasil maksimal sesuai kebutuhan pasar.

“Kemendiknas harus mendorong universitas negeri dan swasta untuk memperbesar kapasitas produksi sarjana tekniknya sesuai dengan kebutuhan Indonesia ke depan. Lulusannya juga harus punya daya saing,” ujarnya.

Tak hanya itu, harus ada kebijakan dan regulasi yang mampu mencegah insinyur-insinyur terbaik Indonesia eksodus ke luar negeri. “Organisasi profesi seperti PII ini juga perlu diberi peran untuk mengarahkan, melatih, dan menempatkan engginer-engineer sesuai dengan profesinya,” katanya.

Tak ada jalan lain, pemerintah harus segera menyikapi krisis insinyur di dalam negeri ini. Jika tidak, bukan hal yang mustahil 2015, Indonesia malah akan kebanjiran engginer- engginer luar negeri.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA