Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Setia Untung Arimuladi menjelaskan, penyidik telah mengagendakan penahanan untuk Elda. Namun ketika hendak dieksekusi, yang bersangkutan semaput alias pingsan.
“Dia pingsan setelah menandatangani berita acara penahanan, Rabu lalu,†katanya. Alhasil, penyidik melarikan tersangka ke rumah sakit. Dikawal dua jaksa, Elda dibawa ke Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP).
Tersangka dibawa keluar ruang pemeriksaan pada Jampidsus Kejagung menggunakan kursi roda. Sopir pribadi tersangka pun menjemput bosnya dengan Daihatsu Xenia B-369-RNM.
Insiden ini bikin suasana Gedung Bundar, Rabu (22/5) petang, tegang. Jaksa penyidik sama sekali tak menduga bila tersangka syok dan pingsan saat mengetahui bakal dieksekusi. Padahal sebelumnya, meski mengaku kurang fit, Elda tampak baik-baik.
Dia hadir menjalani pemeriksaan pukul 10.00 WIB. Tapi begitu pemeriksaan nyaris makan waktu delapan jam, kondisi wanita berkemeja putih itu ngedrop. Tepat pukul 17.45 WIB, dia pun jatuh pingsan. Untung memastikan, akibat pingsan, penahanan tersangka ditunda.
Dijelaskan, penyidik tak bisa sembarangan menahan seseorang. “Ada ketentuan tentang penahanan. Tersangka harus sehat jasmani dan rohani,†katanya, kemarin. Oleh sebab itu, Kejagung menunggu Elda pulih.
Dia belum bisa menyimpulkan apa jenis penyakit yang diderita Elda.
Menurutnya, dokter yang menangani penyakit tersangka belum mengirim hasil diagnosa kesehatan saksi kasus suap kuota impor daging sapi yang ditangani KPK itu.
Sekalipun begitu, penyidik tetap mengutus tim medis Kejaksaan untuk memeriksa Elda di RSPP. Hal tersebut dilakukan sebagai pembanding atau second opinion bagi penyidik. “Apakah yang bersangkutan benar-benar sakit atau tidak,†ujarnya.
Staf Bagian Informasi RSPP, kemarin , menolak menginformasikan keberadaan pasien ini. Yang jelas, nama Elda terdaftar pada list pasien di Unit Gawat Darurat (UGD).
Untung menyatakan, sekalipun belum dapat info terkait penyakit yang diderita Elda, Kejaksaan telah menerima informasi seputar pemindahan tersangka dari RSPP ke RSPI.
“Kami menerima surat dari RSPI mengenai pemindahan Elda, tadi,†ucapnya, kemarin.
Menurutnya, surat bernomor 125/V.MR/RSPI/2013 itu menerangkan, tersangka Elda adalah pasien RSPI. Dalam surat tertanggal 23 Mei 2013 itu, dokter menerangkan, Elda sedang menjalani perawatan medis tim dokter RSPI sejak 20 Mei 2013.
“Untuk keperluan pemindahan dari RSPP, pihak RSPI memberi tembusan kepada jaksa penyidik kasus ini,†jelas Untung.
Diketahui, Elda menjadi tersangka kasus penyalahgunaan kredit PT Cipta Inti Permindo (CIP) Rp 55 miliar sejak 21 Februari 2013. Wanita yang pernah menjabat Ketua Asosiasi Perbenihan Indonesia ini diduga terlibat pengurusan kredit yang berujung macet di Bank Pembangunan Jawa Barat-Banten (BJB).
Selesai mengurus Elda yang pingsan, penyidik pada Rabu lalu menahan dua tersangka lain. Yakni, Manajer Komersial BJB Surabaya Eri Sudewa Dullah dan Direktur Komersial PT E-Farm Bisnis Indonesia Deni Pasha Satari.Keduanya keluar ruang pemeriksaan pada Jampidsus pukul 19.00 WIB. Dikawal tiga jaksa penyidik kasus ini, tersangka digelandang ke Rutan Salemba.
Kepala Humas BJB Boy S Pandji yang dikonfirmasi mengenai penahanan pejabat BJB tersebut, sampai kemarin tak memberikan komentar.
KILAS BALIK
Jaksa Sita Dokumen Kredit Jaksa meneliti dokumen hasil sitaan dari Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB). Penelitian ditujukan guna mencocokan dokumen dan bukti-bukti yang ada.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Setia Untung Arimuladi menyatakan, penggeledahan kantor pusat BJB di Bandung merupakan tindaklanjut dari penggeledahan di PT Cipta Inti Permindo (CIP) dan PT Cipta Terang Abadi (PT CTA).
Menurutnya, penggeledahan kantor BJB pusat, Kamis (2/5) terkait perkara dugaan korupsi Rp 55 miliar. Perkara yang dimaksud ialah persoalan kredit fiktif yang diajukan PT CIP di BJB Cabang Surabaya, Jawa Timur.
“Penyidik memerlukan data tambahan sebagai pendukung dalam menyelesaikan berkas perkara lima tersangka,†ujarnya.
Disampaikan juga, penggeledahan diikuti penyitaan dokumen dari BJB pusat di Jalan Naripan, Bandung, Jabar tersebut, ditujukan untuk mengetahui keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.
Dia tak menepis anggapan jika jaksa mencurigai keterlibatan pihak lainnya.
Untuk membuktikan hal itu, penyidik memerlukan data tambahan sebagai pendukung. Fokus penyitaan dokumen diarahkan pada mekanisme pengucuran kredit PT CIP kepada BJB.
“Dokumen-dokumen itu kita perlukan untuk mengetahui bagaimana modus penyelewengan dilakukan para tersangka,†tutur Untung.
Dia mengingatkan, dalam penggeledahan selama 6,5 jam tersebut, pihak BJB melalui biro hukum mendampingi penyidik. Rangkaian proses tersebut pun dirangkum dalam berita acara penggeledahan dan penyitaan barang bukti.
“Sampai Jumat petang, penyidik masih meneliti tumpukan dokumen hasil penyitaan dari BJB pusat,†katanya.
Bekas Kajari Jaksel ini menambahkan, dokumen sitaan dari BJB akan dicocokkan dengan dokumen hasil penyitaan di PT CIP pada Februari lalu.
Diketahui, pada penyitaan di PT CIP dan PT CTA, penyidik menyita 19 dokumen, tiga hard disk dan sebuah kepingan CD.
Dia menjanjikan, bila penyidikan selesai, pihaknya akan menyampaikan hasil penyidikan. “Kita tunggu saja dulu apa hasil dari penyidikan kasus ini.â€
Disinggung mengenai pemeriksaan tersangka, Untung mengatakan, para tersangka sudah dimintai keterangan untuk tersangka lainnya. Tak sebatas itu saja, konfrontir keterangan tersangka dengan saksi serta barang bukti lainnya pun sudah dilakukan.
Dia menggarisbawahi, penyidik intensif mengidentifikasi dan menginventarisir kesaksian dan barang bukti. Diharapkan, dari rangkaian proses ini, persoalan pelik dalam mengungkap perkara terungkap secara gamblang. Di luar itu, penyidik mampu menemukan dugaan keterlibatan pihak lain di sini.
Kepala Biro Humas BJB Boy S Pandji memastikan, BJB menyerahkan pengusutan kasus ini ke tangan penyidik. Pihak BJB menurut dia, siap membantu penyidik dalam menyelesaikan perkara. Katanya, dalam perkara kredit macet tersebut, posisi BJB justru sebagai korban. “BJB sepakat, siapapun yang terlibat akan ditindak tegas,†tuturnya.
Waspadai, Modus Sakit TersangkaDesmond J Mahesa, Anggota Komisi III DPRPolitisi Partai Gerindra Desmond J Mahesa menilai, penahanan tersangka perlu dilakukan penyidik. Hal itu sedikit banyak menunjukkan keseriusan penyidik menyelesaikan suatu perkara.
“Pada prinsipnya, penyidik memiliki kompetensi menahan atau tidak menahan seorang tersangka,†ujarnya.
Yang jelas, keputusan penyidik menyangkut hal ini, dilakukan berdasarkan argumen hukum yang tepat. Bukan semata-mata dilatari oleh kepentingan pihak-pihak tertentu.
Disampaikan, pengusutan perkara dugaan korupsi di BJB sudah menunjukkan kemajuan. Dia berharap, penanganan perkara bisa segera masuk tahap penuntutan. Dengan begitu, tidak ada pihak-pihak yang nantinya lolos dari jerat hukum.
Disinggung mengenai preseden pingsannya tersangka saat akan dijebloskan ke tahanan Kejaksaan, dia mewanti-wanti hal tersebut. Dia meminta, penyidik betul-betul meneliti kesehatan tersangka.
“Jangan sampai preseden pingsan atau sakitnya tersangka dijadikan dalih untuk menghindari penahanan. Bisa sangat berbahaya bagi proses penegakan hukum,†cetus Desmond.
Oleh karena itu, tim medis Kejaksaan perlu mengecek dan memberikan masukan pada penyidik terkait penyakit tersangka. Hal itu penting agar tersangka tidak dengan mudah mengajukan pembantaran penahanan dengan alasan sakit.
“Ada beragam metode atau cara yang kerap dipakai tersangka untuk menghindari penahanan. Salah satunya, pura-pura sakit,†tandasnya.
Lebih ironis lagi, lanjutnya, modus-modus demikian kerap dipakai tersangka untuk kabur ke luar negeri.
Idealnya Dibantar Ke RS RujukanAlfons Loemau, Purnawirawan PolriKombes (purn) Alfons Loemau menilai, penahanan tersangka idealnya dilakukan dengan cepat. Penetapan status tersangka yang sudah lama serta tak diikuti proses penahanan, umumnya mengundang kecurigaan.
“Ada apa ini atau kenapa bisa begitu,†ujarnya.
Kebanyakan, kata dia, tidak adanya penahanan pada tersangka kerap diikuti permainan tertentu. Baik jaksa maupun Kepolisian, hendaknya lebih tegas dalam menyikapi persoalan ini.
Ditambahkan, persoalan penahanan sepenuhnya memang menjadi kewenangan penyidik. Namun, kewenangan yang menimbulkan persoalan idealnya diantisipasi sejak dini.
“Daripada mengambil risiko besar, lebih baik tahan tersangka begitu keluar surat penetapan status tersangka,†tandas Alfons. Hal ini sedikit-banyak akan memberikan dampak bagi pelaku kejahatan.
Setidaknya, tambah dia, pelaku kejahatan akan jera. Masyarakat pun akan menilai bahwa penegak hukum lebih peka dalam menindak pelaku kejahatan.
“Bukan malah memberikan kelonggaran pada pelaku kejahatan kerah putih,†sentilnya.
Bekas Kepala Bina Mitra Polda NTT ini menyatakan, pada dasarnya hukum tidak berlaku surut. Artinya, setiap orang yang menyandang status tersangka bisa ditahan.
Kalaupun tersangkanya sakit, menurut Alfons, penegak hukum tetap bisa menahan tersangka dengan memberikan pembantaran penahanan.
“Dan idealnya dibantarkan atau ditahan di rumah sakit yang menjadi rujukan kepolisian atau kejaksaan,†tutur Alfons. [Harian Rakyat Merdeka]
BERITA TERKAIT: