“Kita kan menerapkan otonomi, peÂmerintah daerah memiliki keÂwenangan untuk menangani maÂsalah ini. Jangan giliran ada maÂsalah, pusat yang selalu disalahÂkan,†ujar Juru Bicara KemenÂteÂrian Tenaga Kerja dan TransÂmiÂgrasi (Kemenakertrans), Dita InÂdah Sari kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Seperti diketahui, sebanyak 35 orang buruh menjadi korban peÂnyekapan dan dipekerjakan seÂcaÂÂra tidak layak di pabrik pengoÂlaÂhan limbah menjadi alumunium untuk dijadikan panci di KamÂpung Bayur Opak, RT 03 RW 06, Lebak Wangi, Sepatan Timur, KaÂbupaten Tangerang, Banten.
Dita Indah Sari selanjutnya mengatakan, seharusnya pemeÂrinÂtah daerah mau mengaloÂkasiÂkan Anggaran Pendapatan BeÂlanÂja Daerah (APBD) lebih banyak untuk meningkatkan jumlah SDM pengawas ketenaÂgakerjaan.
Berikut kutipan selengkapnya:Berarti pengawasan kurang maksimal selama ini?Saya mengakui pengawasan yang dilakukan masih kurang maksimal. Tapi ada banyak fakÂtor yang menjadi penyebab terÂjadiÂnya kasus perbudakan terÂsebut. Pengawasan kan hanya subÂsisÂtem.
Faktor apa saja?Misalnya, faktor keamanan. Para buruh pabrik panci itu kan perÂnah bilang adanya aparat keaÂmanan yang membekingi usaha tersebut, sehingga tempat usaha itu tidak langsung terlacak.
Selanjutnya faktor sosial. BerÂdasarkan keterangan yang kami himpun, masyarakat sebetulnya sudah tahu terjadinya praktek perÂbudakan di tempat tersebut. NaÂmun karena adanya dugaan keÂterlibatan aparat, masyarakat takut mengadukannya.
Kemudian ada juga faktor niat dari pelakunya. Dilihat cara kerÂjaÂnya, terlihat kalau sejak awal suÂdah berniat untuk melakukan praktek perbudakan tersebut. Hal itu terlihat dari modusnya yang mencari pekerja dari luar Banten. Tujuannya jelas supaya mereka leÂbih sulit untuk melepaskan diri. Karena kalau warga sekitar kan sudah tahu harus bagaimana.
Tidak bisakah masalah ini diatasi dengan membuat reguÂlasi yang ketat?Tidak sesederhana itu. IbaratÂnya, kalau orang sudah mau memÂbunuh, ada polisi atau tidak hal itu bisa tetap terjadi kan? beÂgitu juga dalam kasus ini. PengeÂtatan regulasi seketat pun, kalau orangnya sudah berniat sulit dicegah.
Kalau menambah tenaga pengawas bagaimana?Bisa saja. Masalahnya, apa peÂmerintah daerah mau ikut meÂnambah jumlah tenaga pengawas atau tidak. Kalau pusat kan tiap tahun memang berupaya menamÂbah tenaga pengawas.
Memang selama ini daerah tiÂdak melakukan penamÂbaÂhan?Saya kurang tahu. Tiap daerah berbeda soalnya. Jumlah tenaga pengawas dengan perusahaan yang diawasi memang tidak seÂsuai rasio yang dibutuhkan. Saat ini saja tenaga pengawas di TangeÂrang hanya 22 orang.
Ada berapa banyak peruÂsahaan yang diawasi?Perusahaan yang formal saja ada 785 perusahaan. Itu baru yang formal ya, perusahaan yang tercatat. Saya belum menghitung yang insdutri rumahan, perusaÂhaan yang tidak memiliki izin, CV, dan lain-lain. Kalau ditotal saÂya prediksi di Tangerang ada seÂkitar 5 ribu perusahaan. Kalau hanya diawasi 22 orang pengaÂwas, tidak mungkin kan bisa ter-cover sempurna.
Langkah apa yang diambil KeÂmenakertrans dalam kasus ini?Ada dua langkah yang kami laÂkuÂkan.
Pertama, kami merehaÂbiÂlitasi para korban, terutama meÂreka yang berumur 17 tahun. SeÂbab, mereka masih muda, emoÂsiÂnya masih labil, pasti sangat terÂguncang mentalnya. Kami mengunÂÂÂjungi mereka dan keluarÂgaÂnya, untuk memberikan support.
Kedua, kami berupaya meÂngemÂbalikan hak-hak para peÂkerÂja tersebut. Kami menagih kelima terÂsangka, untuk membayar seÂmua gaji, tunjangan-tunjangan, uang lembur, dan hak-hak lainnya.
Kalau mereka tidak bersedia membayar? Kami akan menyita dan menÂjual aset-aset perusahaan pabrik panci itu untuk membayar para korban. Kalau itu tidak cukup, kami akan menyita dan menjual aset pribadi kelima tersangka itu. Karena perusahaan mereka itu tidak jelas bentuknya, aset perusahaan dengan aset pribadi bercampur.
Apa yang harus dilakukan Kemenakertrans agar kasus semacam ini tidak terjadi lagi?Para pengawas yang kami miliki tidak mungkin memantaui semua, kami meminta pemerinÂtah daerah harus lebih meningÂkatkan pengaÂwasan dalam meneÂrapkan aturan. Segala bentuk eksploitasi dari manusia kepada manusia lain harus dihukum keras.
Selain itu, KemeÂnaÂkertrans juga berharap masyaraÂkat ikut menjadi intelijen sosial. Artinya, lebih memÂbuka mata dan telinga agar cepat melaporkan jika ada hal-hal menÂcurigakan di sekeÂliÂlingnya. IstiÂlahnya kita gotong-roÂyong untuk menyelesaikan maÂsalah ketenagaÂkerjaan. [Harian Rakyat Merdeka]