Dendy Prasetya Menunggu Di Ruang Nasabah Prioritas

Transfer Miliaran Duit Kasus Pengadaan Alquran

Minggu, 07 April 2013, 10:03 WIB
Dendy Prasetya Menunggu Di Ruang Nasabah Prioritas
Dendy Prasetya
rmol news logo Sekalipun tak tercatat sebagai nasabah prioritas Bank Mandiri, terdakwa Dendy Prasetya bisa mendapat fasilitas istimewa.  Sementara terdakwa Zulkarnaen Djabar  menepis anggapan bahwa dana yang  diterimanya diperuntukkan bagi operasional partai.

Dalam sidang perkara korupsi proyek pengadaan Alquran dan laboratorium komputer untuk madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah di lingkungan Kementerian Agama pada Kamis (4/4) sore, Dendy mengaku bukan nasabah prioritas Bank Mandiri Cabang Tebet, Jakarta Selatan.

Latar belakang dirinya bisa menunggu transaksi di ruang nasabah prioritas, disebabkan ada tawaran dari staf bank. “Saat mau antre, saya ditawari untuk menunggu transaksi di ruang nasabah prioritas,” katanya.

Keterangan itu disampaikan Dendy untuk menanggapi keterangan saksi Rahma Puspitasari, karyawan Bank Mandiri cabang Tebet yang menyebut Dendy nasabah prioritas.  Dendy tak ingat, siapa karyawan bank yang menawarinya menunggu transaksi di ruangan nasabah prioritas. Yang jelas, merasa dapat perlakuan istimewa, dia terima saja. Di ruang nasabah prioritas, katanya, tak ada aktifitas berarti yang dilakukannya.

Di ruangan itu, dia hanya menunggu transaksi pencairan cek yang diurus koleganya, Rizki Mulyoputro selesai. Transaksi pencairan cek kali itu, diakui, dibagi dalam dua tahap. Masing-masing nominal transaksi  Rp 5,1 miliar dan Rp 1,650 miliar. Menurutnya, transaksi itu ditujukan ke rekening perusahaannya, PT Karya Sinergi Alam Indonesia (KSAI). 

PT KSAI merupakan pemenang lelang proyek penggandaan Alquran di Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama pada 2012.  “Saya harus menandatangi bukti tanda terima penyetoran,” katanya. Karena setelah dana cair, ia mentransfer dana  itu  ke rekening PT Perkasa Jaya Abadi Nusantara (PJAN).

Penjelasan Dendy itu selaras dengan keterangan saksi Rahma Puspitasari, karyawan Bank Mandiri cabang Tebet. Dia mengatakan, ada transaksi pencairan dua cek masing-masing Rp 5,1 miliar dan Rp 1,650 miliar atas nama PT Karya Sinergi Alam Indonesia (KSAN).

Pencairan cek dilakukan pada 23 Desember. Orang yang mencairkan cek adalah Rizky Mulyoputro. Setelah cek cair, uang kembali disetor Dendy ke PT PJAN. “Di nota ditulis, saudara Dendy Prasetya ke PT Perkasa Jaya Abadi Nusantara,” ucapnya. Saat itu, tambah dia, Dendy dilayani  petugas prioritas di ruangan khusus nasabah prioritas.

Dia mengaku tidak tahu, apakah Dendy nasabah prioritas atau bukan. “Saya diberi tahu karyawan lain yang bertugas di prioritas. Teller tidak tahu,” katanya.

Sedangkan cek Rp 1,6 miliar, kata Rahma, juga Rizky yang mencairkan.

Setelah cair, kemudian ditransfer ke PT PJAN. “Sudah ada slipnya. Sudah ada slip untuk dipindahkan ke PT (PJAN). Slip atas nama pak Dendy,” jelasnya.

Sementara, terdakwa Zulkarnaen Djabar menepis tudingan bahwa uang korupsi yang diduga diterimanya dialirkan ke Partai Golkar. Dia juga membantah partainya memiliki andil dalam kasus ini. “Tidak ada peran partai dalam persoalan-persoalan terkait saya. Ini murni posisi saya sebagai anggota DPR,” tegasnya. Sekalipun demikian, Zulkarnaen bilang, akan kooperatif membongkar kasus yang melilitnya.
 
Saat diminta menjelaskan maksud dari pernyataannya, dia menolak merinci hal tersebut. Begitu sidang selesai, dia pun ngeloyor pergi meninggalkan ruang sidang dikawal beberapa rekan dan kerabatnya. “Nanti, nanti, saya sampaikan di sidang berikutnya,” sergahnya.

REKA ULANG
Didakwa Terima Rp 10 Miliar Lebih

KPK kembali memeriksa Kepala Subdirektorat Kepenghuluan Kementerian Agama, Mashuri sebagai saksi kasus korupsi pengadaan Alquran pada Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kamis (4/4) lalu.

Mashuri dianggap mengetahui proses lelang proyek itu, dengan pemenang tender PT Karya Sinergi Alam Indonesia. “Diperiksa untuk tersangka AJ (Ali Jufri),” ujar Kepala Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha.

Ali Jufri merupakan Direktur Karya Alam. Selain Mashuri, KPK juga memeriksa Kepala Biro Perencanaan Kementerian Agama, Syamsuddin, beserta empat pegawai lainnya di Kementerian yang terkait kasus serupa.

Para saksi lain adalah Sofyan Sulaiman, Tri Satyaries Rudyanto, Sarisman, dan Aries Munandar.  Sebelumnya, Zulkarnaen bersama putranya, Dendy Prasetya, diduga menerima suap Rp 10 miliar lebih terkait dengan penganggaran proyek di Kementerian Agama tahun 2010-2012. Keduanya diduga mengarahkan agar Kementerian memenangkan perusahaan tertentu sebagai pelaksana proyek.

Untuk menyelesaikan kasus ini, KPK masih menyelidiki sejumlah pihak yang diduga terlibat. KPK menduga ada keterlibatan oknum Kementerian Agama dalam pengaturan proyek ini. Sebelumnya, jaksa mendakwa Zulkarnaen Djabar selaku anggota Komisi VIII DPR (terdakwa satu), Dendy Prasetya selaku Direktur PT Karya Sinergi Alam Indonesia (terdakwa dua), dan Fahd Arafiq, melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerima uang senilai Rp 14,9 miliar dari Abdul Kadir Alaydrus melalui terdakwa dua.

“Terdakwa satu menyetujui anggaran di Kementerian Agama,” kata JPU Zakkil Fikri saat membacakan surat dakwaan, Senin (28/1).

JPU menuturkan, Zulkarnaen dibantu Dendy dan Fahd sudah mengusahakan PT Batu Karya Mas sebagai pemenang dalam pekerjaan laboratorium komputer di Direktorat Pendidikan Islam tahun anggaran 2011. Proyek itu senilai Rp 31,2 miliar.

Selanjutnya, Zulkarnaen dan Dendy dibantu Fahd juga mengupayakan PT Adhy Aksara Abadi Indonesia (A3I) sebagai pelaksana proyek pengadaan kitab suci Alquran tahun anggaran 2011, senilai Rp 22 miliar.

Terakhir, kedua terdakwa juga mengupayakan PT Synergi Pustaka Indonesia sebagai pemenang pengadaan kitab suci Alquran tahun anggaran 2012 senilai Rp 50 miliar. “Terdakwa satu dan dua mengetahui bahwa pemberian uang merupakan akibat dari pengurusan anggaran pengadaan laboratorium komputer dan pengadaan kitab suci Alquran tahun anggaran 2011-2012,” tuturnya.

Atas perbuatannya, kedua terdakwa diancam pasal subsideritas. Dakwaan primer melanggar Pasal 12 junto Pasal 18 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 junto Pasal 65 KUHP.

Dakwaan subsider, keduanya dijerat Pasal 5 ayat 2 junto Pasal 5 ayat 1 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 junto Pasal 65 KUHP. Atau, Pasal 11 junto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor, junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 junto Pasal 65 KUHP. Mengacu pada pasal tersebut, keduanya terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara, dan denda maksimal Rp 1 miliar.

Keterangan Saksi Bisa Menjadi Pintu Masuk
Ahmad Basarah, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Ahmad Basarah menilai, keterangan saksi-saksi persidangan kasus korupsi pengadaan Alquran dan laboratorium madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah pada Kementerian Agama, bisa menjadi pintu masuk bagi KPK untuk mengungkap keterlibatan pihak lain. Apalagi, yang menyangkut informasi bahwa uang dalam kasus ini mengalir ke tubuh partai. 

Menurut Basarah, adalah kewajiban KPK untuk menelusuri setiap informasi sekecil apapun. Apalagi informasi tersebut muncul di persidangan. “KPK diamanahi oleh undang-undang untuk menelusuri setiap informasi agar bisa membongkar kasus ini lebih dalam dan luas,” ujarnya.

Karena itu, lanjut Basarah, setiap informasi dan petunjuk yang muncul di persidangan jangan sampai disia-siakan KPK. Khususnya dalam menentukan tuntutan atau mengembangkan penyidikan guna menetapkan tersangka lainnya.

Menurut Basarah, saksi Abdul Kadir yang mengatakan aliran dana ke partai tertentu merupakan kesaksian yang bisa ditindaklanjuti untuk melakukan pengembangan penyidikan. “Tentu keterangan tersebut harus divalidasi lagi. Kasus ini kan belum selesai seluruhnya,” ucap Basarah.

Terkait pengakuan Dendy dalam persidangan yang mengaku bukan sebagai nasabah Prioritas Mandiri, kata Basarah, hal tersebut sudah menjadi catatan jaksa penuntut dan hakim.

Setiap keterangan terdakwa akan dijadikan pertimbangan majelis hakim dalam memutuskan vonis. “Setiap tindakan dalam persidangan akan menjadi pertimbangan hakim tentunya,” ujar Basarah.

Keterangan Terdakwa Jadi Catatan Hakim

Boyamin Saiman, Koordinator MAKI

Koordinator LSM Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman mengaku heran mendengar keterangan terdakwa Dendy Prasetya yang membantah sebagai nasabah Prioritas Mandiri.
 
Padahal, kata Boyamin, saksi-saksi dari pihak bank menerangkan bahwa Dendy mendapatkan perlakuan istimewa di ruangan khusus nasabah prioritas. “Akses ke ruangan tersebut, kuncinya tak lain hanya sebagai nasabah. Jika bukan nasabah, pasti tidak akan diperlakukan istimewa,” tandas Boyamin.

Boyamin mengaku tak mengetahui apa motif Dendy membantah sebagai nasabah prioritas dan mengkonfontir keterangan saksi. Namun, kata Boyamin, hal tersebut bisa dijadikan catatan oleh jaksa penuntut umum dan hakim tentang perlakuan terdakwa yang tidak kooperatif. ”Keterangan dalam persidangan tersebut bisa diindikasikan bahwa Dendy tak punya komitmen membantu KPK dalam menuntaskan kasus ini,” ucapnya.

 Boyamin juga meminta agar KPK mulai mengembangkan penyidikan dari fakta persidangan yang terungkap. Apakah benar ada aliran dana ke partai tertentu seperti yang disebutkan saksi Abdul Kadir, bahwa proyek penggandaan Alquran tahun 2011 senilai Rp 22 miliar dan tahun 2012 sebesar Rp 50 miliar adalah milik partai itu.

Menurut Boyamin, keterangan tersebut bisa dijadikan pintu oleh KPK untuk melakukan penyidikan baru. Soalnya, kata dia, para pelaku kasus korupsi melakukan aksinya melalui kerja sama yang rapih di pihak eksekutif maupun legislatif. “Dengan begitu, KPK bisa menemukan aktor-aktor intelektual yang melakukan kejahatan korupsi,” ujarnya.

 Apalagi, lanjutnya, salah satu biaya tinggi dalam politik yang sudah menjadi rahasia umum adalah banyaknya uang yang harus disetorkan anggota legisalatif untuk partainya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA