Penyidik Temukan Kontrak SHS Yang Rugikan Negara

Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Benih

Senin, 01 April 2013, 09:09 WIB
Penyidik Temukan Kontrak SHS Yang Rugikan Negara
ilustrasi/ist
rmol news logo .Perkara dugaan korupsi pengadaan benih di Kementerian Pertanian 2008-2012, masih bergulir di Kejaksaan Agung. Tapi, belum ada tersangka dari pihak Kementerian Pertanian (Kementan). Semua tersangka dari pihak perusahaan.

Para tersangka adalah bekas Direktur Utama PT Sang Hyang Seri (SHS) Kaharudin, Manajer Kantor Cabang PT SHS Tegal Hartono dan Karyawan PT SHS Su­bagyo. Satu tersangka lain ber­inisial EA, menjabat sebagai Ko­misaris PT Radina Niaga  Mulia (RNM), perusahaan rekanan SHS. Belum ada penetapan ter­sangka baru. Sejauh ini, Ke­ja­gung masih memeriksa saksi-saksi untuk melengkapi berkas para tersangka.

Kapuspenkum Kejagung Setia Untung Arimuladi mengatakan, pemeriksaan terhadap para ter­sangka dan para saksi kasus SHS masih dilakukan. “Kami sudah jadwalkan pemeriksaan saksi-saksi,” katanya. Namun, Untung be­lum mau menjabarkan, iden­ti­tas saksi-saksi yang akan di­korek keterangannya.

Dia menyatakan, kejaksaan te­ngah menelaah keterangan saksi Selfiana Tarigan, Hening Puspita Sari dan Emakusumawati. Sel­fia­na adalah Kepala Sub Bagian Ba­gian (Kasubag) Produksi PT SHS, He­ning merupakan Kepala Ba­gi­an (Kabag) Holtikultura PT SHS. Sedangkan Eva menjabat se­bagai Kasubag Monitoring dan Eva­luasi (Monev) Penjualan PT SHS.

Pemeriksaan Selfiana dan He­ning, ditujukan untuk mengetahui mekanisme kerja di PT SHS. Yang meliputi rangkaian proses pe­nerbitan surat kontrak perjan­jian dengan pihak lain.

“Apakah pe­nerbitan surat di SHS ada per­in­tah dari pimpinan atau ba­gai­mana,” ujarnya.
Sebab, penyidik menemukan du­gaan, harga komoditi dalam kon­trak kerja sama dengan peru­sa­haan pihak ketiga, menjadi le­bih mahal dan berpotensi me­ru­gi­­kan keuangan negara. Sebagai Kasubag Produksi dan Kabag Hol­­tikultura, keduanya diduga me­­ngetahui alur penerbitan per­jan­jian kontrak perusahaan.

Ter­lebih, ka­sus korupsi yang disidik kejaksaan terkait dengan bidang produksi dan holtikultura, dalam hal ini pem­benihan tanaman holtikultura.

Untung menguraikan, peme­rik­saan juga diarahkan pada me­ka­nisme penerbitan kontrak per­janjian kerja lainnya. “Tidak ter­fokus pada pokok perkara saja.” Intinya, penyidik ingin mendapat  kepastian, siapa pihak yang se­nantiasa terlibat dalam penerbitan surat kontrak atau perjanjian kerja.

Lebih spesifik lagi, sebutnya, penyidik berusaha mencari tahu, siapa pihak yang memberi pe­rin­tah atau petunjuk dalam setiap pembuatan surat perjanjian kon­trak kerja. Apakah berasal dari pejabat SHS pusat, atau hanya cu­kup di level pejabat kantor regio­nal alias cabang daerah.

Untung menambahkan, pe­merik­saan Ema mengarah pada ke­terkaitan tugas dan kewe­na­ngan monitoring produksi dan penjua­lan holtikultura PT SHS. Kemana saja benih holtikultura didi­s­tri­bu­sikan, siapa pembelinya dan ba­gai­mana mekanisme penjualannya.

Dia tak menepis anggapan,  pe­meriksaan saksi juga dilakukan guna mengkros-cek kebenaran keterangan tersangka bekas Dirut PT SHS. Namun, bekas Kajati Kepri itu menolak membeberkan ha­sil pemeriksaan saksi dan ter­sangka secara terperinci.

Dia bilang, hasil pemeriksaan saksi dan tersangka masih diana­lisa penyidik. Selain ditujukan un­tuk mengembangkan perkara, juga dilakukan untuk melengkapi berkas perkara tersangka.  “Nanti kalau sudah selesai akan kita sampaikan,” ujarnya.

Untung menambahkan, peme­rik­saan tersangka Kaharudin, di­lakukan dalam kapasitas saksi un­tuk tersangka lainnya.  “Ke­te­ra­ngannya akan menjadi bahan un­tuk dikonfrontir dengan ke­te­ra­ngan tiga tersangka lainnya.”

Menurutnya, agenda peme­rik­saan tersangka lainnya akan di­lakukan pekan mendatang. “Ter­sangka diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi untuk tersangka lain­nya,” bebernya.

Disinggung mengenai jumlah saksi yang sudah diperiksa, Un­tung mengaku tidak ingat angka pastinya. Tapi sedikitnya, sudah ada 50 saksi yang sudah diperiksa penyidik. Pasalnya, pemeriksaan saksi-saksi kasus ini dilakukan me­nyebar di daerah-daerah se­per­­ti Lampung dan Tegal, Jawa Tengah. Un­tuk keperluan terse­but, tim pe­nyidik Kejagung pun di­turun­kan ke daerah-daerah.

Reka Ulang

Biaya Pengelolaan Benih Diduga Tak Disalurkan

Direktur Penyidikan Ke­jak­sa­an Agung Adi Toegarisman men­jelaskan,    kasus ini bermula dari temuan mengenai biaya pe­ngelolaan cadangan benih na­sio­nal di PT Sang Hyang Seri (SHS) dari 2009 sampai 2011 yang tidak disalurkan.

“Biaya pengelolaan sebesar lima  persen itu, oleh Sang Hyang Seri pusat, tidak pernah disa­lur­kan kepada kantor regional di dae­rah, sehingga patut diduga ada penyimpangan,” kata Adi.

Berdasarkan penyelidikan, jak­sa menemukan dugaan pe­nye­le­we­ngan pada 2009 seb­esar Rp 10.412.223.750, dari nilai kon­trak sebesar Rp 31.236.671.250. Ta­­hun 2010 sebesar Rp 10.630.927.500, dari nilai kon­trak sebesar Rp 31.892.782.250. Ta­hun 2011 sebesar Rp 15.277.866.283, dari nilai kon­trak Rp 45.833.598.851.

Adi juga menduga, dalam me­nentukan harga komoditi dengan pihak ketiga, terjadi intervensi Ka­­haruddin yang merupakan be­kas Direktur Pemasaran PT SHS.

Kaharuddin kemudian menjadi Direktur Utama. Intervensi itu diketahui berdasarkan keterangan saksi Manajer Regional I sampai VI dan Sekretaris Direktur Pe­masaran PT SHS.

Dalam program cadangan be­nih nasional (CBN) tahun 2009 dan tahun 2010, ada perbedaan an­tara dokumen SHS dengan Di­nas Pertanian Kabupaten di Lam­pung Selatan, Lampung Timur dan Pesawaran. Menurut data SHS, untuk bibit jagung hibrida di Kabupaten Pesawaran tahun 2009, terdapat penyaluran seba­nyak 16.977 Kg. “Tapi, menurut data di Pesawaran, mereka tidak pernah menerima penyaluran CBN itu,” katanya.

Pada 2010 di Kabupaten Lam­pung Selatan, sesuai data SHS, terdapat penyaluran CBN padi non hibrida sebanyak 113.871 Kg. Di Kabupaten Lampung Ti­mur, sesuai data SHS, telah disa­lurkan CBN jagung hibrida seba­nyak 10.740 Kg. Namun, sesuai data di Dinas Pertanian Ka­bu­pa­ten Lampung Timur, yang di­te­ri­ma hanya 9.780 Kg, sehingga ter­dapat selisih 960 Kg.

Setelah dikonfirmasi kepada ke­lompok tani, terjadi juga pe­nga­daan benih kedelai fiktif Rp 4.627.060.000 dan mark up volume maupun harga benih kedelai Rp 1.018.450.000 yang dilakukan Kantor Cabang PT SHS di Lampung Timur dengan para kelompok tani, sesuai per­janjian jual beli benih kedelai.

Perjanjian itu ditandatangani Manajer Cabang SHS tahun 2008 sampai 2011 Hartono, dan Ma­na­jer Cabang SHS dari 2011 sampai 2012, Subagyo. Sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Brebes, sebanyak 170 ton benih tidak disalurkan ke kios yang terdaftar di Dirjen Ta­naman Pangan.

“Tapi, disalurkan ke sub kios dan perorangan di wilayah Bre­bes dan Tegal,” tuturnya. Pem­ba­yaran dari Kios Bima Tani secara tunai, dan ditransfer ke PT SHS me­lalui Nomor Rekening 1231238999 Bank BNI Cabang Klaten, dengan nilai Rp 1.757.088.800. Ke­mu­di­an, pembayaran ke nomor r­e­kening 003501000856309 Bank BRI Cabang Klaten dengan nilai Rp 1.118.925.200, dari Kios Pu­saka Tani.

Menurut Adi, tim penyidik ber­kesimpulan, telah diperoleh bukti permulaan yang cukup, telah terjadi korupsi pengadaan benih oleh Sang Hyang Seri tahun 2008 sampai 2012 yang melanggar Un­dang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tin­dak Pidana Korupsi, se­ba­gai­mana telah diubah dengan Un­dang Un­dang Nomor 20 Tahun 2001.

Sebelumnya, penyidik Keja­gung telah memeriksa dua pej­a­bat eselon II di lingkungan Ke­menterian Pertanian. Dua pejabat tersebut, yakni Rahman Pinem, be­kas  Direktur Perbenihan Dit­jen Tanaman Pangan yang saat ini menjabat Direktur Budidaya Se­re­lia dan Bambang Yudianto, Di­rek­tur Perbenihan Tanaman Pangan.

Pokok pemeriksaan tersebut untuk mengetahui rencana alo­kasi kebutuhan kegiatan yang ber­hubungan dengan program Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) sesuai tugas dan kewe­n­a­ngan yang dijabat masing-ma­sing saksi.

Perkara Benih Jangan Meniru Kasus Merpati

Alfons Leomau, Purnawirawan Polri

Kombes (purn) Alfons Leo­mau menyatakan, langkah Ke­jaksaan Agung mengusut per­kara korupsi ini perlu dido­rong semua kalangan. Hal itu perlu di­lakukan mengingat pe­na­nganan skandal korupsi ma­sih minim di kejaksaan.

“Ini momentum bagus un­tuk kejaksaan dalam me­nun­jukkan komitmennya mem­be­ran­tas korupsi,” katanya. Tapi, dia menggarisbawahi, pena­nga­nan kasus korupsi di PT Sang Hyang Seri (SHS) ini ma­sih se­ba­tas menyentuh level bawah.

Idealnya, pengusutan kasus ini bisa menyentuh level peja­bat. Tidak boleh berhenti sam­pai di sini saja.

Lantaran itu, lanjut Alfons, rangkaian peme­riksaan saksi-saksi, seyog­ya­nya mampu menyingkap per­kara secara maksimal. Terlebih, nilainya, saat ini Kejagung ma­sih minim prestasi dalam me­na­ngani kasus korupsi besar.

Alfons meminta, penyidikan dan penuntutan dilakukan se­obyektif mungkin agar sulit di­mentahkan tersangka ataupun terdakwa. “Kita tidak ingin pe­nyidikan dan penuntutan le­mah, seperti yang terjadi pada kasus Merpati dan sejumlah ka­sus lainnya yang dibawa ke­jak­saan ke Pengadilan Tipikor.”

Bekas Di­rektur Utama PT Merpati Nu­san­tara Airlines Hotasi Naba­ban diputus bebas dalam kasus sewa pesawat yang didakwa fiktif oleh kejaksaan.

Dia mengharapkan, pengu­su­tan kasus SHS mampu me­nyen­tuh pelaku lain. Khususnya pe­laku yang punya peran lebih be­sar atau strategis. Dari sini, ha­rapnya lagi, kelak selain mam­pu menjerat tersangka lain, juga bisa membangkitkan efek jera.

“Membuat orang berpikir pan­jang untuk melakukan ko­rupsi atau penyelewengan. Hal itu penting mengingat, korupsi sudah sangat memprihatinkan,” tuturnya.

Otak Pelaku Kasus Ini Mesti Diungkap

Edi Ramli Sitanggang, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Edi Ramli Sitanggang me­nya­takan, kasus dugaan korupsi pe­ngadaan benih punya dam­pak signifikan. Masalahnya, ka­sus ini langsung berkaitan de­ngan kehidupan masyarakat kecil, yakni petani.

“Kasus korupsi ini perlu di­usut Kejaksaan Agung secara komprehensif. Jangan sete­ngah-setengah, apalagi  sampai dibiarkan berlarut-larut,” wan­ti-wanti politisi Partai De­mokrat ini.

Menurut Edi, petani me­ru­pa­kan pihak yang paling di­ru­gi­kan dalam kasus seperti ini. Lantaran itu, dia berharap ka­sus ini tidak terjadi terus-me­ne­rus. Makanya, dia meminta kejaksaan segera melimpahkan perkara ini ke pengadilan. De­ngan begitu, perkara ini me­n­da­pat kepastian hukum yang tetap.

Sekalipun sudah ada empat tersangka dalam kasus ini, dia mengingatkan agar Kejaksaan Agung tidak cepat berpuas diri. Masih perlu penelusuran yang lebih intens untuk me­nye­le­sai­kan kasus ini secara utuh. Dari sini, dia yakin bahwa masih ter­buka peluang bagi kejaksaan un­tuk menetapkan tersangka lain. “Otak pelaku kasus ini harus bisa diungkapkan,” tandasnya.

Apalagi, penanganan kasus ini sudah berjalan jauh. Paling tidak, jaksa memiliki bahan untuk mengembangkan perkara ke arah yang lebih tinggi. “Te­tap­kan tersangka baru sesuai bukti-bukti yang ada,” ucapnya.

Yang penting, ingatnya, pe­netapan status tersangka terse­but tidak dipaksakan Kejak­saan Agung. Apalagi dipe­nga­ruhi in­ter­vensi pihak-pihak ter­tentu. “Kej­aksaan harus bisa me­nun­jukkan kemandirian,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA