Pengungkapan rencana menggolkan proyek, kemarin dibuka Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK). Untuk keperluan ini, jaksa membuka rekaman hasil penyadapan percakapan via telepon antara Vasko Rusemy dengan terdakwa Dendy Prasetya.
Vasko adalah kader Gerakan Muda Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (Gema MKGR). Sedangkan Dendy merupakan Sekjen organisasi onderbouw Partai Golkar tersebut.
Dalam rekaman berdurasi 5 menit, 38 detik tersebut, Vasko menginformasikan kepada Dendy, dirinya diperintah Fahd El Fouz alias Fahd A Rafiq menemuinya di sebuah pusat kebugaran.
Kata Vasko dalam rekaman itu, “Maksud gue, bukan mo gue ikut ke My Place. Gue gak enak diperintahkan DPP. Gue bilang begitu bukannya mau ikut.†Lalu, tambah dia, “Terus habis itu, ini kita ketemuin sie Awi. Di sana, gue juga gak enak.â€
Mendengar percakapan tersebut, Vasko terpaku. Kedua telapak tangannya berusaha menutupi wajahnya. Lawan bicaranya, Dendy yang duduk di samping terdakwa Zulkarnaen Djabar pun tertunduk. Sesekali, matanya memandang jaksa.
“Waduh gak enak kalo dibilang ke My Place gak diajak. Masa cuma tinggal berendam doang. Dia pasti nggak ganggu-ganggu,†tambahnya. Sesekali terdengar suara lawan bicaranya terkekeh.
“Tunggu aja. Kalo ke My Place, lo kabur, pasti lo cabut... Ha ha ha...†Vasko terus nyerocos. Dia lalu mengeluarkan kata-kata kasar dan kurang etis. Ujung-ujungnya, mereka janjian bertemu di sebuah tempat.
Rekaman sadapan berlanjut pada rencana menyusun skenario mendatangi Kementerian Agama. Namun, suara rekaman terdengar kurang jelas.
Kebanyakan yang terdengar adalah suara derai tawa, ha ha hi hi keduanya.
Begitu jaksa mematikan rekaman, Vasko kontan bereaksi. Dia meminta maaf kepada hakim. “Maaf Yang Mulia, tadi banyak kata-kata kasar,†ucapnya.
Rekaman sadapan berlanjut pada rencana menyusun skenario mendatangi Kementerian Agama. Namun, suara rekaman terdengar kurang jelas.
Kebanyakan yang terdengar adalah suara derai tawa, ha ha hi hi keduanya.
Begitu jaksa mematikan rekaman, Vasko kontan bereaksi. Dia meminta maaf kepada hakim. “Maaf Yang Mulia, tadi banyak kata-kata kasar,†ucapnya.
Hakim kemudian melanjutkan pemeriksaan terhadap Vasko. Vasko pun menjelaskan bahwa Fahd yang memintanya bertemu di My Place, adalah utusan terdakwa Zulkarnaen. Kesaksian itu didukung keterangan bahwa suatu saat, Fahd dan terdakwa Dendy pernah mendatangi Kemenag. Keduanya masuk ke ruang Sesditjen Pendidikan Islam Kemenag, Affandi Mochtar. Namun saat itu, Fahd memintanya menunggu di luar.
Selang beberapa saat, Fahd menyuruhnya masuk untuk koordinasi dengan Bagus Natanegara. Dia mengakui, Fahd sering menjual nama terdakwa Zulkarnaen. “Saya utusannya Pak Zul,†tiru Vasko. Hal senada diakui saksi Syamsu Rahman.
“Kita mengawal utusan Senayan,†ucap Syamsu ketika diajak Fahd mendatangi Kemenag. Namun kesaksian tersebut dibantah Zulkarnaen.
Kepada majelis hakim, dia menolak sebutan atau istilah tersebut.
“Saya keberatan dengan istilah utusan itu,†kata anggota DPR dari Partai Golkar ini.
Sementara itu, lantaran namanya kerap disebut tiga saksi dalam persidangan kasus ini kemarin, Fahd akan dihadirkan jaksa sebagai saksi dalam sidang Kamis (21/3) mendatang. “Fahd Kamis ini diperiksa, kita lihat saja kesaksiannya,†ujar jaksa KMS Roni seusai sidang di Pengadilan Tipikor, kemarin.
Dari keterangan tiga saksi itu, Fahd diduga sebagai pihak yang aktif mengupayakan agar proyek ini gol. Untuk itu, Fahd bersama rekannya dari Gema MKGR mendatangi sejumlah pejabat di Kemenag. Agar meyakinkan, Fahd pun membawa nama Zulkarnaen Djabar.
REKA ULANG
Asalkan Mau Setor 15 Persen
Fahd El Fouz alias Fahdi A Rafiq, terpidana kasus suap Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID), diduga juga menjadi perantara proyek pengadaan kitab suci di Kementerian Agama tahun 2011 dan 2012.
Dalam dakwaannya, jaksa Dzakiyul Fikri, Wiraksajaya dan Rusdi Amin menyebutkan, awal dari kasus ini dilatari pertemuan antara terdakwa Dendy Prasetya, saksi Syamsurachman, saksi Vasko Ruseimy dengan saksi Abdul Kadir Alaydrus dan Alie Djufrie, rekanan PT Adhi Aksara Abadi Indonesia (A3I).
Pertemuan pada Agustus 2011 itu, berisi pembicaraan mengenai paket proyek pengadaan kitab suci di Ditjen Bimas Islam Kemenag 2011.
Dalam dakwaan itu, Fahd mengatakan, dia dan rekan-rekannya bisa mengatur agar proyek dimenangkan PT A3I. Asalkan, PT A3I mau menyetor 15 persen dari nilai pagu anggaran kepada Fahd dan Zulkarnaen yang memperjuangkan alokasi anggaran tersebut.
Alaydrus dan Ali Djufrie setuju. Lalu pada 14 Agustus, Dendy, Fahd, Vasko dan Syamsurahman menyatroni Sekretaris Ditjen Bimas Islam Kemenag, Abdul Karim. Dalam pertemuan, Fahd mengontak Zulkarnaen via telepon seluler.
Lantas, Fahd menyerahkan telepon kepada Abdul Karim. Dalam dakwaan ini, Zulkarnaen bilang, “Pak Karim, Zul nih. Itu yang APBN-P Alquran, on top dengan baik hati dari DPR diberikan kepada Bimas Islam untuk dilaksanakan,†katanya.
Seusai mendengar arahan Zulkarnaen, Abdul Karim memanggil Ketua ULP Ditjen Bimas Islam 2011, Mashuri. Dia minta Mashuri membahas teknis lelang dengan Fahd Cs. Pada 7 September, Zulkarnaen mengontak Syamsuddin. Dia mengingatkan, proyek tersebut milik Senayan.
Cerita selanjutnya, Abdul Karim bertemu Fahd, Dendy, Mashuri, Sarisman, Ali Djufrie dan Murdiningsih, perwakilan PT Macanan Jaya Cemerlang (MJC). Di situ, Fahd mendesak agar PT A3I ditetapkan sebagai pemenang tender proyek.
Pada 12 Oktober 2011, A Jauhari dan Ali Djufrie pun menandatangani kontrak proyek penggandaan kitab suci 2011 senilai Rp 20,569 miliar. Namun pada pelaksanaannya, 200 ribu eksemplar dari 653 eksemplar Al quran digarap MJC dengan nominal Rp 5,08 miliar.
Intervensi serupa terjadi pada proyek yang sama di tahun 2012. Kali ini, Fahd Cs yang di-back up Zulkarnaen mendesak pejabat Kemenag memenangkan PT Sinergi Pustaka Utama (SPI) dalam proyek senilai Rp 50 miliar. “Apakah santri-santri pengajian sudah beres?†tanya Zulkarnaen pada Mashuri, 20 November 2011. Mashuri menjawab, “Sudah beres.â€
Proses pun berlangsung cepat. Pada 12 Desember, PT SPI ditetapkan sebagai pemenang lelang. Hal ini ditindaklanjuti penandatanganan kontrak oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemenag A Jauhari dan Abdul Kadir Alaydrus.
Ironisnya, jaksa menyebutkan, lokasi PT SPI sama dengan lokasi PT A3I yang jadi pemenang lelang tahun 2011.
Atas pekerjaan tersebut, pada 19 Desember, Alaydrus mentransfer dana berbentuk cek Rp 9,250 miliar ke Syamsurachman. Selanjutnya, atas perintah terdakwa Dendy Prasetya, cek itu dicairkan oleh Rizky Mulyoputro di BRI Cabang Jakarta-Tendean. Kemudian, uang Rp 5,250 miliar ditransfer oleh Syamsurachman ke rekening PT Karya Sinergy Alam Indonesia (KSAI). Pada saat itu, vasko juga diminta mentransfer uang sisa senilai Rp 4 miliar ke rekening KSAI.
Selanjutnya pada 30 Desember 2011, Alaydrus kembali mengirim uang Rp 400 juta ke rekening PT Perkasa Jaya Abadi Nusantara (PJAN). Jaksa menilai, total uang yang diterima Zulkarnaen dan Dendy pada proyek kitab suci 2012, Rp 9,650 miliar.
Skenario Konspirasi Bisa Disusun Dimana Saja
Fadli Nasution, Ketua PMHI
Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Fadli Nasution menyatakan, penyusunan skenario meloloskan proyek bisa dilakukan dari mana saja. Tidak terkecuali, lokasi hiburan seperti pusat kebugaran. “Usaha menyusun skenario sebuah konspirasi itu bisa darimana saja,†katanya, kemarin.
Yang paling penting, menurut Fadli, jaksa penuntut umum (JPU) mampu membuktikan substansi skenario yang disusun para terdakwa. Jika memiliki korelasi dengan kasus yang terjadi, otomatis hal itu akan menjadi masukan yang bagus. Bahkan, bisa dijadikan alat bukti untuk memperberat hukuman.
Menurut Fadli, merujuk pada perkara yang disidangkan, jaksa memiliki alasan kuat untuk membuka rekaman hasil penyadapan tersebut di hadapan majelis hakim. Soalnya, rekaman tersebut konteksnya masih terkait dengan perkara. “Walaupun bukan termasuk hal yang substansial,†ujarnya.
Rekaman hasil penyadapan tersebut, menurut Fadli, bisa digunakan jaksa sebagai pedoman untuk menggali bukti-bukti yang lebih konkret. “Jadi, masih sebatas membantu arah penyelidikan dan penyidikan,†ucapnya.
Namun sebaliknya, lanjut Fadli, jika substansi pembahasan yang dilakukan di lokasi kebugaran itu tidak terkait dengan substansi perkara, hal tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. “Kalau itu yang terjadi, maka timbul pertanyaan, apakah motivasi jaksa memutar rekaman yang tidak punya korelasi dengan perkara. Boleh jadi, jaksa punya motif menjelekkan terdakwa atau pihak berperkara. Hal seperti ini tidak boleh terjadi,†tegasnya.
Beruntung Penyidik Mampu Lakukan PenelusuranRindhoko Wahono, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Rindhoko Wahono mengingatkan, kapasitas saksi suatu perkara harus jelas.
Pertama-tama, menurutnya, kapasitas saksi merupakan hal yang mutlak. Saksi, lanjutnya, adalah orang yang melihat, mendengar dan mengalami sendiri suatu kasus. “Jadi, keterangan saksi itu nantinya bukan katanya-katanya,†ujarnya, kemarin.
Kata Rindhoko, usaha menggali fakta lewat kesaksian yang katanya-katanya, masih kerap terjadi. Beruntung, penyidik mampu melakukan penelusuran, sehingga menemukan fakta dan bukti-bukti melalui keterangan para saksi yang berdasarkan katanya-katanya itu.
Mengenai terdakwa Zulkarnaen Djabar yang menepis keterangan saksi tentang istilah “utusan Senayan†dalam kasus korupsi pengadaan kitab suci dan alat laboratorium madrasah tsanawiyah di Kementerian Agama, Rindhoko tidak mau menyalahkannya.
Menurutnya, dalih terdakwa itu sah-sah saja. Soalnya, saksi tidak menyebut, utusan Senayan yang mana atau siapa. “Senayan itu kan besar. Senayan yang mana. Di luar pagar Gedung DPR itu juga Senayan kan,†katanya.
Dia menyatakan, dalih seperti itu memang merupakan hak terdakwa. Hak ingkar tersebut dijamin KUHAP. “Sah-sah saja,†kata anggota DPR dari Partai Gerindra ini.
Yang penting, lanjut Rindhoko, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta mesti ekstra hati-hati menangani kasus ini. Terlebih, kasus ini adalah perkara tindak pidana korupsi yang menyedot perhatian masyarakat luas. [Harian Rakyat Merdeka]
BERITA TERKAIT: