Namun, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi menanggapi dingin argumen saksi-saksi. Alasannya, dia tidak ingin berpolemik. “Kita sudah serahkan perkara ini ke pengadilan, biar hakim yang menimbang dan memutus perkara,†katanya pada Jumat (15/3).
Untung khawatir, polemik penanganan perkara ini mempengaruhi pertimbangan hakim. Lantaran itu, dia menahan diri untuk tidak serta-merta menanggapi apa yang disampaikan para pihak berperkara. “Biar pengadilan yang menentukan, apa hasil penanganan kasus ini,†ucapnya.
Sementara itu, saksi M Rachmad Widayana, Direktur Operasi Sumber Daya pada Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyatakan, tak ada masalah pada kerjasama IM2 yang menyewa frekuensi ke Indosat. “Bila berkeinginan memakai frekuensi, IM2 sebagai penyelenggara jasa harus menyewa ke penyelenggara jaringan, dalam hal ini Indosat. Bukan ke Kominfo,†katanya dalam sidang pada Kamis (14/3).
Begitu pula sebaliknya, Indosat tidak boleh memanfaatkan posisinya untuk menjual jaringan pemancar kepada IM2. Dia menegaskan, posisi IM2 yang tidak memiliki pemancar, tak boleh dimanfaatkan Indosat untuk menjual jaringan pemancar. “Jadi kalau dibilang Indosat menjual jaringan kepada IM2, ya tidak bisa,†ujarnya.
Sehubungan tender frekuensi, Rachmad mengatakan, Kominfo memberi izin jaringan kepada Telkomsel, XL, dan pemenang tender lain. Mekanisme pemberian izin jaringan itu, sama persis dengan izin yang diberikan kepada Indosat.
Atas prinsip itu, Kominfo tidak bisa menagih BHP frekuensi kepada IM2. Soalnya, dasar untuk menagih BHP frekuensi tidak ada. Kewajiban membayar BHP hanya boleh ditagih Kominfo kepada penyelenggara jaringan, dalam hal ini Indosat.
Dalam kasus ini, bekas Direktur Utama PT IM2 Indar Atmanto duduk sebagai terdakwa. Dalam surat dakwaan, Indar bersama-sama bekas Wakil Direktur Utama PT Indosat Kaizad B Heerjee dan dua bekas Direktur Utama PT Indosat, yakni Johnny Swandi Syam dan Harry Sasongko, disebut memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi secara melawan hukum. Soalnya, melalui kerjasama mereka, IM2 menggunakan frekuensi radio tanpa penetapan Menteri Komunikasi dan Informatika.
Kejagung menyangka, langkah Indosat dan IM2 itu melanggar sejumlah ketentuan yang berlaku. Soalnya, yang mengantongi izin jaringan itu dari negara adalah Indosat, bukan IM2. Sehingga, menurut Kejagung, kasus ini menimbulkan kerugian negara Rp 1,3 triliun. Angka itu didapat Kejagung dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kejagung berpandangan, penyelenggara jasa penggunaan jaringan seluler 3G harus memiliki izin sendiri. Bukan seperti IM2 yang menggunakan jaringan Indosat, induk perusahaannya. Menurut JPU, IM2 menggunakan frekuensi 2,1 Ghz tanpa melalui proses lelang. Hal itu, bertentangan Pasal 2 ayat 2 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 7 tahun 2006. Selain itu, berdasarkan Pasal 25 ayat 1 PP Nomor 53 tahun 2000, Indosat tidak dapat mengalihkan penyelenggaraan frekuensi radio 2,1 GHz kepada pihak lain tanpa izin menteri.
Tapi menurut pengacara Indar, Luhut Pangaribuan, perjanjian kerja sama antara Indosat dan IM2 dalam menggunakan jaringan frekuensi itu sudah benar secara hukum. Dalam perjanjian kerjasama itu, terdapat anjuran untuk percepatan penetrasi internet. “Itu benar menurut perundang-undangan,†belanya.
Luhut pun menegaskan, tidak ada kewajiban IM2 untuk membayar penggunaan frekuensi kepada negara. â€Sangat jelas, tak ada kewajiban IM2 membayar BHP frekuensi, karena itu adalah kewajiban Indosat, dan itu sudah dibayar Indosat,†katanya dalam sidang.
Bahkan, lanjut Luhut, dari beberapa saksi yang dihadirkan jaksa di persidangan, tidak satu pun yang mendukung dakwaan. “Karena tidak ada penggunaan frekuensi bersama, maka tidak ada kewajiban membayar BHP. Artinya, dakwaan jaksa tidak berdasar,†tandasnya.
REKA ULANG
Dua Perusahaan Jadi Tersangka
Kejaksaan Agung juga menetapkan dua korporasi sebagai tersangka perkara dugaan korupsi penyelenggara jaringan layanan 3G, yakni PT Indosat dan anak perusahaannya, PT Indosat Mega Media (IM2). Padahal, biasanya tersangka perkara korupsi adalah orang, bukan perusahaan.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi, korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban berdasarkan Bab 1 Pasal 1 Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. “Intinya, mengatur tentang pertanggungjawaban korporasi,†katanya.
Landasan lainnya adalah Bab 2 Pasal 2, Pasal 3 junto Pasal 18 ayat 1 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Berdasarkan Pasal 2, perorangan atau korporasi bisa dimintai pertanggungjawaban pidana untuk menyelamatkan kerugian keuangan negara,†ucapnya.
Nah, lanjut Untung, dua perusahaan itu dijerat sebagai tersangka berdasarkan pasal-pasal dalam dua undang undang tersebut. “Dengan ditetapkannya korporasi sebagai tersangka, upaya penyelamatan kerugian keuangan negara akan lebih efektif,†ujar bekas Asisten Khusus Jaksa Agung ini.
Penetapan PT Indosat dan PT IM2 sebagai tersangka, menurut Untung, akan merembet pada pengusutan terhadap direksi dua perusahaan tersebut. “Direksi bertanggung jawab penuh, sesuai Undang Undang Perseroaan Terbatas pada Angka 1 Pasal 5,†tandasnya.
Kemudian, kata Untung, penyidik Kejagung akan mengembangkan, apakah akan ada penetapan tersangka selanjutnya. “Perkembangannya kita lihat dalam hasil penyidikan,†ucapnya.
Yang pasti, Kejagung telah menjerat dua perusahaan itu sebagai tersangka perkara korupsi pengalihan frekuensi 2,1 GHz/3G dari PT Indosat ke PT IM2.
“PT Indosat dan PT IM2 ditetapkan sebagai tersangka pada 3 Januari 2013,†kata Direktur Penyidikan Kejagung Adi Toegarisman pada Jumat (4/1) lalu.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan bekas Direktur Utama PT IM2 Indar Atmanto dan bekas Direktur PT Indosat Johny Swandi Sjam sebagai tersangka. Seiring waktu, tersangka kemudian disidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam eksepsi (keberatan) Indar yang dibacakan pengacaranya, Luhut Pangaribuan, disampaikan bahwa ada kesalahan mendasar dalam dakwaan jaksa. Kesalahan itu dianalogikan dengan bayar ganda untuk penyewa tanah.
“Kalau Anda punya tanah dan sudah bayar semua pajaknya, apakah penyewa untuk warung kopi di tanah itu harus bayar pajak bumi bangunannya?†kata Luhut saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (21/1) lalu.
Menurut Luhut, surat dakwaan jaksa juga keliru. Soalnya, kata dia, penyelenggara jasa multimedia yang terdiri atas penyelenggara jasa akses internet diperkenankan menggunakan atau menyewa jaringan milik penyelenggara jaringan telekomunikasi. Hal itu diatur dalam Pasal 4 ayat 1 juncto Pasal 9 ayat 2 UU Telekomunikasi.
Bahkan, katanya, dakwaan jaksa tidak menguraikan tindak pidana yang dilakukan terdakwa. Namun, menguraikan perbuatan yang dilakukan PT IM2.
“Padahal yang didudukkan sebagai terdakwa dalam perkara ini bukanlah IM2 selaku badan hukum. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa surat dakwaan itu kabur karena keliru mengenai pertanggung jawaban orang,†belanya.
Penuntasannya Perlu Ekstra Hati-hati
Deding Ishak, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Deding Ishak meminta, perkara dugaan korupsi penggunaan jaringan frekuensi 3G oleh IM2 diusut secara profesional dan proporsional. Beragam kontroversi yang terjadi, hendaknya tidak dijadikan alasan untuk tidak menuntaskan kasus ini.
“Kasus ini sudah masuk ke ranah pengadilan, maka majelis hakim memiliki kompetensi untuk memutus persoalan. Karena itu, argumen jaksa yang menyerahkan hasil pengusutan kasus ini kepada majelis hakim, sudah pas,†kata anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini.
Pihak kejaksaan, menurut Deding, kemungkinan khawatir pendapat mereka di luar persidangan akan mempengaruhi majelis hakim. Lantaran itu, dia meminta agar pihak berperkara juga mau menahan diri.
“Jangan kembangkan opini di luar pengadilan. Nanti justru menyesatkan proses pengusutan perkara. Jika ini yang terjadi, semua pihak akan rugi. Yang lebih buruk lagi, proses pencarian keadilan bisa terganggu.â€
Dia menambahkan, penanganan kasus ini perlu diselesaikan ekstra hati-hati.
Sebab, perkara ini sarat muatan teknologi dan bisnis. Tapi, jika pada praktiknya terdapat pelanggaran hukum, aspek bisnis dan teknologi idealnya dikesampingkan para penegak hukum.
Soalnya, hukum harus menjadi tonggak atau koridor yang wajib dipatuhi siapa pun, termasuk kepentingan bisnis sekali pun. “Jadi, prinsip penegakan hukum harus dikedepankan,†tandasnya.
Beda Pandangan Jangan Dibiarkan Berlarut-larut
Marwan Batubara, Koordinator KPKNKoordinator LSM Komite Penyelamat Kekayaan Negara (KPKN) Marwan Batubara mengingatkan, dakwaan jaksa dalam kasus dugaan penyalahgunaan frekuensi oleh Indosat Mega Media (IM2) perlu dicermati.
Dia pun menyarankan para hakim yang menangani perkara ini benar-benar menimbang fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. “Kasus ini cukup pelik. Persoalannya, terjadi perbedaan penafsiran dalam memandang persoalan ini,†katanya.
Jaksa bersikukuh terdapat penyelewengan keuangan negara. Akan tetapi, pihak IM2 juga ngotot, kerjasamanya dengan Indosat selaku penyelenggara jaringan tidak bisa dipidana. Soalnya, mereka merasa tidak mempunyai kewajiban atau utang kepada negara. “Beda pandangan ini idealnya diselesaikan. Jangan dibiarkan berlarut-larut,†ucapnya. Soalnya, hal itu bisa merugikan konsumen pengguna jaringan telekomunikasi.
Guna meminimalisir kemungkinan kerugian konsumen, dia berharap, majelis hakim mampu lebih cepat menyimpulkan perkara. Dengan begitu, kepastian hukum mengenai hal ini bisa segera diwujudkan.
Dia menambahkan, argumen para pihak yang berperkara menjadi masukan bagi hakim. Hal itu, lanjutnya, menjadi pertimbangan dalam menentukan putusan. Marwan juga berharap, semua pihak lapang dada menerima putusan hakim.
“Jadi, putusan hakim nanti, bukan sekadar mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Melainkan mewujudkan rasa keadilan bagi masyarakat,†tuturunya.
Perwujudan rasa keadilan inilah yang patut menempati porsi utama dalam setiap penanganan perkar, termasuk kasus ini. “Jangan sampai ini diabaikan atau dikesampingkan dengan dalih apapun,†ucapnya.
BERITA TERKAIT: