6 Anak Buah Robert Tantular Cuma Dijadikan Tahanan Kota

Polri Limpahkan Kasus Karyawan Century Ke Kejaksaan

Senin, 04 Maret 2013, 09:18 WIB
6 Anak Buah Robert Tantular Cuma Dijadikan Tahanan Kota
Robert Tantular
rmol news logo .Mabes Polri menetapkan enam anak buah Robert Tantular sebagai tersangka kasus tindak pidana perbankan. Berkas perkara tersangka pun siap dilimpahkan ke pengadilan pekan ini.

Direktur II Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Arief Su­listyanto menjelaskan, berkas per­kara enam tersangka sudah di­limpahkan ke kejaksaan.
“Pel­im­pa­han tahap dua sudah dilakukan. Berkas perkara dan tersangkanya sudah dilimpahkan ke kejaksaan pada 20 Februari lalu,” ujarnya, Jumat (29/2) lalu.

Keenam tersangka adalah, Lin­da Wangsadinata, Arga Tirta, Ya­kobus, Alam Cahyadi, Lisa Mo­na­lisa dan Novi. Keenamnya me­rupakan bekas karyawan Bank Century, milik Robert Tantular.

Menjawab pertanyaan modus tindak pidana mereka, Arief me­nyatakan, para tersangka diduga membobol Bank Century dengan mengajukan kredit fiktif. Total dana kredit yang diajukan Rp 128 miliar. “Mereka berkomplot men­dirikan perusahaan, PT Anima Blue,” ucapnya.

Lewat perusahaan fiktif terse­but, lanjut Arief, mereka me­nga­ju­kan kredit kepada Bank Cen­tury. Karena persekongkolan ter­sangka di internal Bank Century, kredit pun bisa cair dengan mu­dah. Namun, dana kredit tersebut tidak diperuntukan bagi k­e­pen­tingan PT Anima Blue.

Namun, dana kre­dit tersebut malah dibagi-bagi oleh para tersangka. Kendati begitu, Arief belum mau merinci berapa ba­gian yang diperoleh masing-masing tersangka.

Baru ketika Bank Century di­nya­takan pailit dan mana­je­men­nya diambil alih Bank Mutiara, manajemen Bank Mutiara me­nga­dukan kasus ini ke Mabes Polri. Arief menegaskan, saat me­netapkan status tersangka pada keenam orang tersebut, pihaknya tidak menahan mereka.

“Tersangka tidak ditahan. Ke­pu­tusan tidak melakukan pe­na­hanan, dilatari alasan bahwa para tersangka kooperatif menjalani pe­meriksaan,” katanya.

Yang paling pokok, menurut Arief, para tersangka dianggap tidak akan melarikan diri serta menghilangkan barang bukti. Untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, penyidik meminta penetapan status cegah ke luar negeri untuk para tersangka ke Direktorat Jenderal Imigrasi Ke­menterian Hukum dan HAM.

Asisten Pidana Umum (As­pi­dum) Kejaksaan Negeri Jakarta Pu­sat, Rusman menyatakan, pi­haknya sudah menerima pe­lim­pahan berkas perkara kasus ter­se­but.

Dia bilang, memori tun­tutan terhadap empat tersangka, sudah selesai disusun.

“Tinggal disampaikan ke pengadilan pekan depan,” katanya pekan lalu.

Disinggung kenapa jaksa tidak menahanan para tersangka kasus ini, dia mengatakan, pihaknya telah menetapkan status tahanan kota. “Waktu pelimpahan berkas perkara dan tersangka, statusnya tidak ditahan. Kami yang justru menetapkan status penahanan kota bagi tersangka,” tandasnya.

Penetapan status tahanan kota, imbuhnya, dilatari pertimbangan bahwa para tersangka kooperatif. Dia menambahkan, jika perkara ini masuk tahap persidangan, tentunya status tahanan kota akan ditinjau alias dievaluasi.

“Jika menyulitkan jaksa, pasti status tahanan kota akan dicabut atau diubah menjadi tahanan. Lagipula, status penahanan sese­orang yang sudah berstatus ter­dakwa, merupakan bagian dari kewenangan hakim,” katanya.

Pelaksana harian Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Suhendri mengatakan, kasus perbankan yang melibatkan anak buah Ro­bert Tantular ditangani Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat. Dikon­fir­masi mengenai belum ditahannya tersangka, dia mengaku tidak tahu teknis tersebut.  “Saya rasa sta­tus pe­nahanan tersangka men­jadi kewenangan jaksa,” tukasnya.

Reka Ulang

Dilaporkan Bank Mutiara Ke Mabes Polri

Kepolisian mengaku telah menangani lima perkara terkait bailout Bank Century. Lima per­kara ini menyangkut surat per­janjian utang atau letter of credit (L/C) fiktif dan tindak pidana pen­cucian uang.

Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri (Bareskrim) Komjen Sutarman mengatakan, dari lima perkara itu, empat terkait dengan pe­m­be­rian fasilitas kredit fiktif kepada PT Anima Blue Indonesia. Per­kara itu dilaporkan oleh Bank Mutiara.
Sedangkan satu perkara lain adalah menyangkut penjualan aset Bank Century dan nasabah PT Antaboga Delta Securitas. Aset tersebut ditemukan dalam re­kening Yayasan Fatmawati sebesar Rp 20 miliar.

“Rekeningnya sebesar Rp 60 miliar. Tetapi yang terkait dengan perkara ini sebesar Rp 20 miliar,” kata Sutarman dalam rapat kerja dengan tim pengawas kasus Bank Century di Gedung DPR.

Sutarman menambahkan, selain mengusut lima perkara ter­sebut, pihaknya masih berupaya menuntaskan 11 perkara lama. Empat perkara diantaranya terkendala kaburnya tersangka ke luar negeri yakni Anton Tantular, Dewi Tantular, Hendro Wiyanto dan Hartawan Aluwi.

“Kami sudah terbitkan daftar pencarian orang dan red notice ke seluruh anggota Interpol. Tapi sampai sekarang belum dapat res­pon dari negara anggota Inter­pol,” katanya.

Hingga kini, kepolisian telah menuntaskan penyidikan 24 perkara terkait Bank Century. Dari situ, terdapat 37 tersangka. Se­banyak 14 perkara telah divo­nis, tujuh perkara dalam proses pe­nuntutan, dan tiga perkara me­nunggu proses persidangan.

Dalam pengusutan perkara Cen­tury, Badan Pemeriksa Ke­uan­gan (BPK) sudah dua kali me­ngaudit investigasi Century. Pertama, pada 2009. Kedua, pada 2011. Audit dilakukan untuk me­ngetahui pengucuran Fasilitas Pen­danaan Jangka Pendek (FPJP) dan Penyertaan Modal Se­mentara (PMS) kepada bank yang kini bernama Bank Mutiara itu.

Audit BPK menemukan sedi­kitnya enam poin kejanggalan. Pertama, menyangkut perubahan aturan FPJP. Pada 14 November 2008, Bank Indonesia (BI) me­ngubah persyaratan rasio kecu­kupan modal (CAR) penerima FPJP dari minimal 8 persen men­jadi CAR positif. BPK curiga ini merupakan rekayasa agar Cen­tury memperoleh FPJP senilai Rp 689,39 miliar.

Kedua, pada nilai jaminan FPJP yang dianggap melanggar ketentuan. Nilai jaminan FPJP Century hanya Rp 467,99 miliar atau 83 persen dari plafon FPJP. Padahal, seharusnya nilai jami­nan minimal 150 persen. Ketiga, terkait upaya menyembunyikan informasi. Surat Gubernur BI tang­gal 20 November 2008 tidak memberi informasi  lengkap me­ngenai kondisi Century kepada Komite Stabilitas Sistem Ke­uangan (KSSK). Akibatnya, dana talangan membengkak dari Rp 632 miliar menjadi Rp 6,7 triliun.

Keempat, menyangkut kriteria sistemik yang tidak jelas. Saat rapat 21 November 2008, BI dan KSSK ti­dak memiliki kriteria yang ter­ukur dalam menetapkan dampak sistemik Century. BI juga me­nam­bahkan aspek pengukuran baru, yaitu psikologi pasar. Ke­lima, menyangkut rekayasa Pe­nyertaan Modal Sementara (PMS).

Di sini, Lembaga Penja­min Simpanan (LPS) mengubah peraturan, sehingga biaya pena­nganan bank gagal sistemik dapat digunakan untuk meme­nuhi kebutuhan likuiditas. Diduga, hal ini dilakukan supaya Century mendapat tambahan PMS.

Keenam, terkait aliran dana ke Deputi Gubernur BI Budi Mulya. BPK menemukan aliran dana Rp 1 miliar dari pemilik Century, Robert Tantular ke Budi pada 12 Agustus 2008.

BPK menyim­pul­kan, aliran dana tersebut berpo­tensi me­nimbulkan konflik ke­pentingan. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA