Nazaruddin Jadi Saksi Kasus Simulator SIM

Perusahaannya Pernah Ikut Tender

Selasa, 12 Februari 2013, 09:24 WIB
Nazaruddin Jadi Saksi Kasus Simulator SIM
M Nazaruddin
rmol news logo KPK mengembangkan perkara dugaan korupsi pengadaan simulator surat izin mengemudi (SIM) dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menyeret bekas Kepala Korlantas Polri Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka.

Kemarin, Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa dua saksi kasus SIM. Mereka adalah bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin dan Putri Solo 2008 Dipta Anindita. “Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersanga DS, dalam kasus TPPU,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha.

Namun sampai jam lima sore, Nazar maupun Dipta tidak muncul di Gedung KPK. Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo memastikan, keduanya tidak bisa memenuhi panggilan. Nazar belum bisa memenuhi panggilan karena belum ada izin dari Mahkamah Agung (MA).

Nazar dipanggil sebagai saksi karena dianggap mengetahui seputar proyek simulator SIM 2011. Soalnya, perusahaan Nazar diduga ikut tender proyek tersebut. Namun saat ditanya soal keterkaitan Nazarudin dalam kasus TPPU, Johan belum bisa memastikan. “Nanti saya cek dulu,” katanya.

Ada lima perusahaan yang mengikuti tender proyek senilai Rp 196 miliar ini, yakni PT Bentina Agung, PT Digo Mitra Slogan, PT Dasma Pertiwi, PT Kolam Intan Prima dan PT Citra Mandiri Metalindo Abadi. Dua dari lima perusahaan tersebut, yaitu PT Digo Mitra Slogan dan PT Kolam Intan Prima, diduga milik Nazaruddin.

Namun, perusahaan Nazar kalah dalam proses tender tersebut. Proyek simulator SIM 2011 itu dimenangi PT Citra Mandiri Metalindo Abadi milik Budi Susanto. Perusahaan Nazaruddin diketahui memenangi tender proyek simulator SIM tahun anggaran 2010.

Nazar baru pertama kali dipanggil sebagai saksi kasus simulator SIM. Sedangkan Dipta Anindita sudah beberapa kali diperiksa sebagai saksi bagi tersangka Djoko Susilo, terkait perkara TPPU.

Pada Selasa (5/2) pekan lalu misalnya, Dipta dipanggil KPK sebagai saksi. Setelah diperiksa di lantai 4 Gedung KPK, dia keluar pukul 20.10 WIB. Dipta yang mengenakan stelan blues berwarna biru dipadu kerudung kuning, terlihat lelah begitu keluar dari lobi Gedung KPK. Ditanya keterkaitannya dengan Djoko, Dipta bungkam. Wanita cantik ini bergegas melangkah ke taksi yang telah menunggunya di samping Gedung KPK.

Untuk mempermudah penanganan kasus simulator SIM dan TPPU ini, KPK juga telah mengirim surat permintaan cegah kepada Direktorat Jendral Imigrasi untuk enam saksi. Enam saksi yang dicegah ke luar negeri itu adalah Dipta Anindita yang berstatus ibu rumah tangga, Joko Waskito, Erick Maliangkay yang berprofesi sebagai notaris, serta Mudjihardjo, Wahyudi dan Mulyadi yang berprofesi sebagai pensiunan PNS Polri. “Berlaku sejak 21 Januari 2013 dan berlaku selama enam bulan ke depan,” terang Johan.

Dalam pengembangan kasus simulator SIM, KPK juga menjerat Djoko dengan perkara TPPU. Jenderal bintang dua ini, disangka KPK menggunakan hasil korupsi simulator SIM untuk membeli sejumlah aset. Maka, pada 9 Januari 2013, KPK juga menerapkan pasal pencucian uang kepada Djoko.

Pada 3 Desember 2012, Djoko ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi di Rutan Militer Guntur, Jakarta. Dia merupakan jenderal polisi aktif pertama yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Kasus ini diduga merugikan keuangan negara sekitar Rp 102 milliar.

REKA ULANG
Terlibat Dua Kasus, Aset Djoko Dibekukan

Menurut kuasa hukum tersangka Djoko Susilo, Juniver Girsang, KPK tidak bisa menyidik kliennya terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sebab, TPPU mesti dibuktikan dahulu predikat crime alias pokok perkaranya.

Sedangkan pokok perkara dugaan korupsi pengadaan simulator SIM dengan tersangka Djoko belum terbukti di pengadilan. Jika terbukti, baru dilihat kemana dan digunakan untuk apa uang tersebut.

“Konstruksi hukumnya jangan dibalik. Kalau patuh kepada aturan hukum, tentu langkah-langkah yang melanggar hukum harus diabaikan. Sepanjang sesuai aturan, hormati KPK. Jika tidak sesuai, kritisi. Itu untuk penegakan hukum,” katanya.

Kuasa hukum Djoko, Tommy Sihotang mengaku heran jika KPK juga menerapkan pasal pencucian uang kepada kliennya. “Soalnya, ada perkara pokok yang mesti terbukti dulu, dan uang yang disangka dicuci itu harus terkait perkara pokok itu,” tandasnya.

Dalam kasus simulator SIM, KPK menetapkan empat tersangka pada 27 Juli 2012. Mereka adalah bekas Kakorlantas Polri Irjen Djoko Susilo, bekas Wakakorlantas  Brigadir Jenderal Didik Purnomo, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA) Budi Susanto dan Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (ITI) Sukotjo S Bambang. PT CMMA adalah pemenang tender, sedangkan PT ITI merupakan perusahaan subkontraktor proyek ini. Mereka dijerat Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, juncto Pasal 56 KUHP.

Pada 9 Januari lalu, KPK menerapkan pasal pencucian uang terhadap Djoko. KPK menyangka, ada praktik pencucian uang yang terkait kasus simulator SIM. KPK menyangka, Djoko melanggar Pasal 3 dan Pasal 4 Undang Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 3 ayat 1 dan Pasal 6 ayat 1 Undang Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Mengenai sangkaan pencucian uang itu sempat disampaikan Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo. “Berkaitan dengan DS, sejak pekan lalu, KPK meningkatkan ke proses penyidikan terkait Undang Undang TPPU,” katanya di Gedung KPK.

KPK menyangka, Djoko melakukan pencucian uang dengan modus menyamarkan, atau mengubah bentuk dan kemudian menyembunyikan harta yang berasal dari kasus pengadaan simulator SIM.

Berapa jumlah harta yang disamarkan bekas Gubernur Akpol Semarang itu? Johan mengaku belum dapat informasi. Menurut dia, beberapa aset Djoko sudah dibekukan. KPK bakal menelusuri aliran pencucian uang itu. â€Yang pasti pasal-pasal TPPU juga disangkakan kepada DS. Sprindiknya dipisah, ada dua saat ini,” tegas Johan.

Pada Senin itu, Djoko diperiksa penyidik KPK sebagai tersangka kasus pencucian uang. Tiba di kantor KPK pukul 10 pagi, Djoko tak menggubris pertanyaan wartawan. Dia terus menuju lobi KPK.

Bekas Kakorlantas Polri itu kelar pemeriksaan pukul 17.55 WIB. Mengenakan kemeja putih yang dilapis baju tahanan KPK dan celana bahan hitam, Djoko yang tak didampingi pengacaranya, lagi-lagi diam.

Awas, Aset DS Pindah Tangan
Boyamin Saiman Koordinator MAKI
Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman berharap KPK trengginas mengusut kasus simulator SIM.

Boyamin menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kurang sigap dalam menyelesaikan kasus yang menyeret bekas Kepala Korlantas Polri Irjen Djoko Susilo (DS) sebagai tersangka ini. Terutama dalam mengamankan aset-aset yang diduga dimiliki DS. “Kan ada properti-properti yang disebut-sebut dimiliki DS. Itu segera sita dan amankan sertifikatnya,” kata dia, kemarin.

Boyamin khawatir, jika aset-aset tersebut tidak segera diamankan, properti yang disangka KPK dibeli dari hasil korupsi itu dipindahtangankan, sehingga KPK akan kesulitan menelusuri aset tersebut.

Soalnya, menurut dia, banyak modus yang digunakan tersangka untuk mengakali agar asetnya tidak terlacak. Seperti menggadaikan atau menitipkan sertifikat kepemilikan properti ke bank. “Kalau tidak diamankan, sertifikat itu bisa digadaikan atau dititipkan ke bank, jadi akan semakin sulit ditelusuri,” ujarnya.

Boyamin juga meminta KPK tidak hanya memblokir rekening bank yang dimiliki DS. Tapi, segera memindahkan uang di rekening tersebut ke Bank Indonesia (BI) sebagai langkah antisipasi.

Dia mencontohkan, dalam kasus Angelina Sondakh, hakim memutus untuk menyita sejumlah aset milik Angie agar dikembalikan kepada negara. Padahal, dalam kasus tersebut, harta dan aset milik Angie tidak disita KPK. “Jangan kekeliruan yang terjadi dalam kasus Angie terulang lagi,” harapnya.

Boyamin berharap, penyidikan tindak pidana korupsi dan pencucian uang untuk DS bisa selesai berbarengan. Dengan begitu, dalam penuntutannya, DS bisa dijerat dua pasal sekaligus. Dengan langkah tersebut, menurutnya, tuntutan dari jaksa kepada DS bisa lebih berat ketimbang hanya satu pasal sangkaan.

KPK Sangat Hati-hati
Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari memahami jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkesan lambat dalam mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM.

Hal tersebut karena KPK sangat berhati-hati mengusut kasus yang berhadapan dengan instansi penegak hukum  seperti kepolisian. Sikap kehati-hatian tersebut merupakan strategi KPK agar tidak berhadap-hadapan dengan intitusi kepolisian. “Kehati-hatian itu juga sebagai antisipasi, apakah langkahnya mendapat dukungan dari publik atau tidak,” nilainya, kemarin.

Selain itu, KPK tengah mengurus banyak kasus besar yang berdimensi politik. Seperti kasus Hambalang yang menyeret politisi Partai Demokrat sebagai tersangka, dan kasus suap kuota impor daging sapi yang menyeret politisi PKS sebagai tersangka. Sehingga, energi yang dimiliki KPK terkuras. “Secara langsung maupun tidak langsung, pasti mempengaruhi energi KPK dalam pengusutan kasus lain,” ucapnya.

Meski menilai lambat, Eva melihat pengusutan kasus simulator SIM yang diduga merugikan negara sekitar Rp 102 miliar ini, relatif berjalan baik. Menurut dia, dibanding intitusi penegak hukum lain, kasus yang ditangani KPK selalu ada perkembangan. KPK juga menyampaikan perkembangan kasus-kasus tersebut kepada masyarakat.

Lantaran itu, Eva menyerahkan kasus yang menyeret jenderal bintang dua polisi ini kepada KPK. “Mau lambat atau cepat, kita serahkan saja penanganannya kepada KPK. Kita tinggal mengawasi saja,” ujarnya.

 Hal yang perlu diperhatikan, lanjut Eva, KPK harus terbuka saat publik bertanya mengenai perkembangan penyidikan, kendati keterbukaan itu ada batasnya supaya tidak mengganggu proses penyidikan. “Hal tersebut agar KPK terpacu dalam mempercepat sebuah kasus,” tandasnya.   [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA