Inpres yang mulai berlaku 28 JaÂnuari 2013 itu , diresÂpons secara negatif. Koordinator Riset The Indonesia Human Rights Monitor (Imparsial) GhuÂfron MaÂbrur, meÂminta Inpres itu dicabut. Sebab, sangat bernuansa poÂlitis karena menjelang Pemilu 2014.
Inpres ini, lanjutnya, sama saja dengan Rancangan Undang-UnÂdang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) yang selama ini banyak ditentang masyarakat.
Menanggapi hal itu, bekas Ketua Umum Partai Demokrat Prof SuÂbur Budhisantoso mengaÂtakan, masyarakat hendaknya tidak curiga terhadap Inpres terÂsebut.
“Inpres itu untuk atasi konflik, bukan menimbulkan konflik. Sebaiknya kita dukung Inpres ini dengan mengedepankan sikap positif terhadap pemerintah,†ujar Subur kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Berikut kutipan selengkapnya;Inpres ini masih menimÂbulÂkan pro dan kontra, tanggapan Anda? Dalam demokrasi ini wajar bila sebuah kebijakan yang diÂambil pemerintah disikapi beraÂgam. Yang jelas, Inpres dikeluarÂkan untuk atasi konflik, bukan melahirkan polemik yang tidak perlu. Harus diingat, Inpres ini meÂrupakan bentuk tanggung jawab negara untuk melindungi segenap rakyat.
Banyak yang curiga, Inpres ini dijadikan kepentingan PeÂmilu 2014, ini bagaimana?
Sebaiknya masyarakat tidak perlu mengedepankan rasa curiÂga. Inpres itu bukan untuk keÂpenÂtingan Pemilu 2014, tapi murni mengatasi dan mencegah konflik di daerah. Bukankah jauh lebih penting menyelamatkan harta benda dan nyawa rakyat yang seÂlama ini berkali-kali jadi korban daripada mengedepankan rasa curiga.
Lagi pula, bila dipelaÂjari seÂcara sekÂsama, justru Inpres ini seÂbenarÂnya lebih menekankan peÂÂnanganan konflik pada sekÂtor hulu. Selama ini, penanganan konÂflik pada sektor hilirnya saja.
Maksudnya?
Pemerintah baru bereaksi bila konflik terjadi. Inilah yang saÂya sebut dengan mengatasi maÂsaÂlah hanya dengan memaÂdamÂkan api saja. Padahal, menangani konflik itu harus dari hulu ke hilir. Artinya, peÂmerintah, baik pusat maupun daeÂrah, harus melihat akar masaÂlah dari konflik itu, bukan meÂnungÂgu sampai meledak dan akÂhirÂnya menimbulkan korban jiwa.
Dari dulu konflik di sejumlah daerah sudah terjadi, kenapa baru sekarang dikeluarkan Inpres?Saya sepakat bila Inpres ini diÂkaÂtakan telat, mengingat sudah baÂnyak konflik yang terjadi di sejumlah daerah. Tapi mungkin saja Presiden SBY punya perÂtimÂbangan lain setelah menÂdeÂngar masukan-masukan dari seÂjumlah kalangan tentang adanya potensi konflik yang besar di kemudian hari.
Apa ke depan konflik akan lebih keras dari sekarang?Kemungkinan itu bisa saja terÂÂjadi. Dasar pemikirannya biÂsa dilihat dari penyebab konÂflik itu. Selama ini, konflik buÂkan hanya masalah hukum dan keÂamanan saja. Tapi lebih pada keÂadilan soÂsial.
Masalah perut yang teranÂcam akan menimbulkan gesekan besar bila ada api yang meÂnyuÂlutÂnya. Belum lagi politik deÂmoÂkrasi yang tanpa arah dan hanya mengejar kekuasaan seÂmata.
Apa hubungannya?Sekarang ini banyak daerah penghasil tambang yang caÂdang sumber daya alamnya suÂdah hamÂpir habis. Bila nanti sumber daya alam itu benar-beÂnar haÂbis, seÂmentara kesejahÂteÂraan ini maÂsih kritis, konflik bakal beÂsar.
Masyarakat setempat yang seÂlama ini ikut bergantung pada haÂsil tambang tersebut, bisa beÂrubah jadi pemangsa bila kebuÂtuhannya terancam.
Bukan itu saja, politik demoÂkÂrasi yang tanpa arah juga menjaÂdi penyebab timbulnya konflik. Ini bisa dilihat dari pemilihan keÂpala daerah yang tidak sedikit menimbulkan konflik dan beruÂjung pada kerusakan, kehiÂlangan nyawa, dan sebagainya.
Ini beÂrarti potensi konflik tetap masih mengancam. Tak salah bila PreÂsiden kemudian mengeÂluarÂkan Inpres untuk antisipasi hal terÂsebut. [Harian Rakyat Merdeka]
BERITA TERKAIT: