Neneng Sri Wahyuni mengaku memanfaatkan jasa agensi saat masuk ke Indonesia dari Malaysia. KPK pun membidik keterlibatan pihak lain yang diduga punya peran dalam perkara buronnya istri Nazaruddin ini.
Kepala Biro Humas KPK JoÂhan Budi Sapto Prabowo meÂneÂrangÂkan, keterlibatan terdakwa dua warga Malaysia dalam kasus pelarian Neneng dapat dibuktiÂkan peÂnyidik. Akan tetapi, tak tertuÂtup kemungkinan masih ada piÂhak lain yang membantu terdakwa.
Pihak lain yang dimaksud adaÂlah orang yang diduga meÂlinÂduÂngi Neneng keluar Indonesia meÂnuju Singapura, Kamboja, FilÂiÂpina, Kolombia dan Malysia. NaÂmun Johan menolak memberikan keterangan terperinci.
Dia menyatakan, penyidik maÂsih mengembangkan perkara ini. Salah satu caranya, melakukan peÂmantauan jalannya sidang. “SeÂmua fakta persidangan kasus ini menjadi masukan buat KPK. Jika bukti-bukti yang mengarah pada keterlibatan pihak lainnya cukup, tentu akan ada penindakan lanjutan,†ucapnya.
Kecurigaan KPK makin kuat manakala Neneng yang menjadi saksi untuk terdakwa R Azmi bin M Yusof dan M Hasan Bin Khusi pada Selasa malam (24/1) meÂngaku, kedua terdakwa tidak terÂlibat langsung dalam melindungi pelariannya.
Neneng mengisahkan, pertama buron, dia pergi ke Singapura, lalu Kamboja, Filipina dan KoÂlomÂbia. Terakhir, begitu suamiÂnya tertangkap di Kolombia, dia maÂsuk Malaysia. Selama di MaÂlaysia, dia memakai nama AsÂheiÂla binti R Asni. Menurutnya, nama tersebut dipakai karena sudah digunakan sejak masa sekolah.
Dia mengklaim, dokumen izin tinggal di Malaysia miliknya, sah. Namun tetap saja, karena menjadi buronan kepolisian internasional, dia mengaku ketakutan. Neneng pun membantah, ada pihak yang melindunginya selama buron.
Dia juga menyatakan, baru keÂnal dengan kedua terdakwa saat berusaha kembali ke Indonesia. Perkenalannya pun terjadi tatÂkala dia sudah berada di Batam. DeÂngan kata lain, Neneng meÂngaÂku upayanya kembali ke TaÂnah Air tiÂdak mengandalkan banÂÂtuan keÂdua terdakwa. “Saya paÂkai agen,†katanya.
Pengakuan Neneng ini jelas berÂbanding terbalik dengan dakÂwaÂan jaksa. Dalam dakwaan, jakÂsa menyebutkan kedua terdakwa berhasil memasukkan Neneng ke Indonesia lewat jalur ilegal. PerÂtemuan untuk memuluskan skeÂnario ini dilakukan lebih dari satu kali di Malaysia. Untuk meÂmuÂlusÂkan usahanya masuk IndoÂnesia, Neneng menggunakan nama Nadia.
Dalam dakwaan, Neneng disebut menyampaikan keinginan pulang ke Indonesia pada awal Juni 2012. Saat itu, dia bertemu keÂdua terdakwa di Raja Kedai Abdul Aziz di Kuala Lumpur. KeÂdua terdakwa menyanggupi permintaan Neneng.
Semestinya, terdakwa memÂbeÂritahukan keberadaan Neneng pada otoritas keamanan MaÂlayÂsia. Ketika itu, Hasan menemui Thoyyibin Abdul Azis. Setelah segala sesuatunya dipersiapkan, pada 12 Juni, Neneng dan ThoyÂyibin meninggalkan Kuala LumÂpur. Mereka berniat pergi ke BaÂtam menggunakan fery lewat PeÂlabuhan Pelabuhan Setulang Laut, Johor, Malaysia.
Dari Setulang Laut Johor, HaÂsan, Azmi, Neneng dan pemÂbanÂtunya Chalimah bergerak menuju Batam. Neneng dan Chalimah perÂgi menaiki speed boat. SeÂdangkan Hasan dan Azmi meÂnumÂpang fery.
Atas tindakannya itu, jaksa menÂdakwa terdakwa melanggar Pasal 21 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang PembeÂranÂtasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP. Akibatnya, terdakwa R Azmi dan Hasan terancam hukuÂman 12 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.
Dakwaan jaksa tersebut dilÂatari pertimbangan bahwa Hasan dan Azmi sengaja mencegah, meÂrinÂtaÂngi, menggagalkan seÂcara langÂsung atau tidak langÂsung peÂnguÂsuÂtan kasus dugaan koÂrupsi proÂyek pembangkit LisÂtrik Tenaga SurÂya (PLTS) di DiÂrektorat JenÂderal P2MK KeÂmenÂterian Tenaga Kerja dan TransÂmigÂrasi 2008.
REKA ULANG
Bertanya Tentang Neneng Di Kuala Lumpur
Politisi Partai Demokrat Bertha Herawati kesenggol kasus buronnya Neneng Sri Wahyuni. Bertha kemudian menjadi saksi daÂlam sidang kasus ini di PeÂngaÂdilan Tipikor Jakarta pada Selasa malam, 18 Desember lalu.
Dalam sidang itu, dia mengaku tak tahu, terdakwa M Hasan bin Khusi dan R Azmi bin M Yusof menyembunyikan Neneng di seÂbuah apartemen di Kuala LumÂpur, Malaysia. Tapi, Bertha meÂngetahui ada pertemuan dua terÂdakwa itu dengan suami Neneng, Nazaruddin di Lembaga PeÂmaÂsyaÂrakatan Cipinang, Jakarta Timur.
Menjawab pertanyaan hakim Pangeran Napitupulu, Bertha menyatakan kenal dua terdakwa itu. Bertha mengaku, perkenalan itu dilakukan untuk mengurusi proyek perusahaan Nazaruddin. Katanya, kedua warga Malysia itu juga memiliki niat berÂinÂvesÂtasi di Indonesia. Karena keÂperÂluan bisnis tersebut, lanjut BerÂtha, dirinya kerap bertemu dan berÂkomunikasi dengan kedua terÂdakwa. Tapi, lagi-lagi dia meÂngaÂku, tak pernah terpikir bahwa HaÂsan dan Azmi menjadi pelindung NeÂneng selama buron.
Bertha juga mengatakan, perÂnah ke Kuala Lumpur pada April 2012. Di negeri jiran itu, dia berÂtemu Hasan dan Azmi. Saat itu, Bertha yang mengaku mengurus keperluan bisnis, sempat meÂnaÂnyakan kondisi Neneng. “KaÂtaÂnya Neneng baik-baik saja, tingÂgal di apartemen,†cerita Bertha.
Menurut Hasan dan Azmi, lanÂjut Bertha, Neneng aman karena kedua terdakwa itu mengenal peÂtugas otoritas keamanan di MaÂlaysia. Tak pelak, hakim curiga. Hakim mengatakan, kenapa Bertha bertanya tentang Neneng kepada kedua terdakwa. Padahal, urusan Bertha bertemu Hasan dan Azmi untuk urusan bisnis semata.
Bertha menjawab, dirinya meÂngetahui peran kedua terdakwa karena sebelumnya pernah berÂtemu Hasan dan Azmi. PeÂrÂteÂmuan terjadi tatkala Hasan dan Azmi membesuk Nazaruddin di LP Cipinang.
Pada pertemuan itu, lanjut Bertha, awalnya dia tidak menÂdengar pembicaraan mengenai renÂcana pemulangan Neneng. Soalnya, saat kedua terdakwa daÂtang membesuk Nazar, dia diÂminta Nazar untuk keluar ruang tamu tahanan. “Selama Saudara besuk, apa pernah bertemu kedua terÂdakwa di situ?†Bertha menÂjawab, “Pernah Yang Mulia.â€
Bertha mengaku, baru dapat kaÂbar seputar rencana pemuÂlaÂngan Neneng dari Azmi. Kabar itu diÂperÂoleh setelah mereka seÂÂleÂsai meÂmÂbesuk Nazar. “MalaÂmÂnya saya tanya ke Azmi. Dia menÂÂjeÂlaskan tentang pemÂbahaÂsan renÂcana membawa Neneng pulang,†tuturnya.
Sebelumnya, Bertha juga perÂnah menanyakan kabar Neneng kepada Nazaruddin saat masih ditahan di Rutan Mako Brimob, Depok. Nazaruddin, kata Bertha, menginformasikan, Neneng beÂrada di Malaysia. Ketika itu, dia mendapat jawaban bahwa NeÂneng sudah membeli rumah di MaÂlaysia. Luasnya, berkisar 1000 meter persegi.
Tapi, Bertha mengaku sama sekali tidak tahu Hasan dan Azmi berperan melindungi Neneng di Malaysia serta membantu keÂpulangannya ke Indonesia. “Saya nggak tahu sama sekali,†ucapnya.
Hasan dan Azmi didakwa menÂcegah, merintangi, meÂngÂgaÂgalÂkan penyidikan perkara korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan tersangka NeÂneng. Keduanya membantu peÂlarian Neneng dan memasukkan Neneng ke Indonesia melalui jaÂlur tidak resmi.
Dua warga Malaysia itu berÂhaÂsil memasukkan Neneng ke InÂdonesia lewat jalur ilegal. PerÂtemuan untuk memuluskan skeÂnario ini dilakukan lebih dari satu kali. Untuk memuluskan peÂlaÂrianÂnya, Neneng menggunakan ideÂnÂtitas palsu bernama Nadia.
Baru Terlihat Saat Neneng Hendak Pulang
Aditya Mufti Arifin, Anggota Komisi III DPR
Politisi PPP Aditya Mufti Arifin menilai, peran terdakwa dua warga Malaysia baru terÂliÂhat kala Neneng berniat pulang. Dia juga ragu jika pelarian NeÂneng hanya melibatkan dua terÂdakwa warga Malaysia saja. “KeÂmungkinan ada keterlibatan pihak lain,†katanya.
Makanya, dia menyayangkan jika penindakan KPK hanya menyentuh dua warga Malaysia tersebut. Sebab, kesaksian NeÂneng menunjukkan dugaan keÂterÂlibatan pihak lain. SeÂmesÂtiÂnya, Neneng kembali dimintai keÂterangan. Hal ini perlu dilÂaÂkukan agar kasus tersebut dapat terurai secara gamblang.
“Ini momentum menunjukÂkan komitmen penegak hukum dalam mengemban tugas mereÂka. Apalagi, prestasi penegak huÂkum dalam memburu para buÂronan yang kabur ke luar neÂgeri masih minim,†ucapnya.
Dia pun meminta, peneÂluÂsuÂran terkait hal ini dilakukan seÂcara serius. Hal itu perlu diÂlaÂkukÂan, mengingat kasus yang melibatkan Neneng sebagai sakÂsi ini, diduga terkait dengan perÂkara lainnya. Sekalipun beÂgitu, politisi asal Banjarmasin, Kalsel ini meminta penegak huÂkum juga mengedepankan asÂpek proporsionalitas.
Maksudnya, bila setelah diteÂlusuri kesaksian Neneng terÂnyata benar, idealnya ada peÂrÂtimbangan hukum yang bisa meÂringankan. “Hukuman atas peÂlanggaran yang dilakukan henÂdaknya diperingan. Namun jika sebaliknya, hukumannya harus ditambah atau diperberat.â€
Konsekuensi hukum ini, menÂjadi hal logis yang idealnya disiÂkapi positif oleh Neneng. Dia meÂnambahkan, sebagai sakÂsi yang diduga ikut terlibat dalam perkara tersebut, Neneng semesÂtinya mau memberikan inÂforÂmasi secara terbuka atau jujur. BuÂkan malah meÂnyemÂbunyikan fakÂta-fakta vital kasus ini.
Ada Indikasi Keterlibatan Pihak Lain
Fadli Nasution, Ketua PMHI
Ketua Perhimpunan MaÂgisÂter Hukum Indonesia (PMHI) Fadli Nasution menilai, keÂsakÂsian Neneng menunjukkan inÂdiÂkasi keterlibatan pihak lain. Oleh sebab itu, dia mendorong KPK menyikapi hal ini seÂcerÂmat mungkin. “Kesaksiannya mengindikasikan itu,†katanya.
Secara tak langsung, menurut Fadli, Neneng mengisyaratkan bahwa kedua terdakwa hanya punya peran kecil dalam pÂeÂlaÂriannya. Masih ada keterlibatan pihak lain yang diduga punya peran signifikan. Hal ini bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar misteri buronnya Neneng.
Dia mengingatkan, ada kabar bahwa istri Nazaruddin itu diÂlindungi pengawal bersenjata. “Merujuk pada kesaksian di sidang terdakwa dua warga MaÂlaysia itu, bisa jadi informasi terÂsebut benar,†ujarnya.
Untuk melacak kebenaran informasi tersebut, dia berharap majelis hakim tanggap. SetiÂdakÂnya, hakim mau memeÂrinÂtahÂkan jaksa membuktikan keÂteÂraÂngan saksi Neneng.
Atau, lanjut dia, penyidik KPK berinisiatif memeriksa NeÂneng kembali. Hal itu dituÂjukÂan guna mengorek informasi lebih dalam. Soalnya, kesaksian Neneng tersebut adalah fakta persidangan yang idealnya diÂtinÂdaklanjuti secara proporsional.
Tidak tertutup kemungkinan, hasil pengembangan tersebut memberi input optimal. Dengan kata lain, mampu menjawab teka-teki, siapa pihak yang mÂeÂngawal Neneng dengan senjata lengkap. Selain itu, dapat meÂnÂjadi rujukan hakim dalam menimbang putusan hukuman pada dua terdakwa.
Fadli menduga, buronnya NeÂneng ke luar negeri dalam temÂpo panjang, tidak hanya melibatkan dua terdakwa. Patut diduga pula, lanjutnya, ada campur tangan orang kuat yang mengamankan Neneng ketika keluar Indonesia maupun saat kembali ke Tanah Air. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: