Tersangka Kasus Kemenag Ada Potensi Bertambah

KPK Dalami Teknis Tender Dan Aliran Dana

Kamis, 24 Januari 2013, 10:22 WIB
Tersangka Kasus Kemenag Ada Potensi Bertambah
ilustrasi

rmol news logo KPK menetapkan status cegah kepada dua petinggi Kementerian Agama. Pencegahan ke luar negeri itu, dikenakan setelah bekas Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Ditjen Bimas Islam Ahmad Jauhari ditetapkan sebagai tersangka.

KPK menggeber penuntasan ka­sus dugaan korupsi pengadaan ki­tab suci di  Kementerian Agama. Setelah menetapkan Ahmad Jau­hari sebagai tersangka, KPK juga menetapkan status cegah pada Jau­hari dan koleganya. Konco Jau­hari yang dicegah ke luar ne­geri itu adalah bekas anak buah­nya di Kemenag.

Menurut Kepala Biro Humas KPK, status cegah secara oto­ma­tis dikenakan terhadap seseorang yang berstatus tersangka. Na­mun dia menepis, penetapan sta­tus ce­gah kepada bekas Sek­re­taris Di­rektorat Jenderal (Se­s­dit­jen) Bi­mas Islam Kemenag Ab­dul Ka­rim, dipicu perubahan sta­tus yang bersangkutan sebagai tersangka.

“Pak Abdul Karim belum ter­sangka. Dia saksi kasus ini,” ka­ta­nya. Penetapan status cegah, kata dia, dilatari dugaan bahwa kesak­sian yang bersangkutan penting da­lam menyingkap kasus ini.

Dengan kata lain, saksi Abdul Ka­rim dianggap mengetahui se­cara jelas posisi kasus ini. Karena itu penyidik menganggap, Abdul Karim layak dicegah bepergian ke luar negeri untuk jangka waktu tertentu.

Johan menyebut, penetapan sta­tus cegah berlaku sejak 16 Ja­nuari 2013. Surat permintaan ce­gah, telah dilayangkan ke Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Johan memastikan, biasanya status cegah pada saksi se­perti Abdul Karim berlaku enam bulan hingga satu tahun. Apa­bila status cegah habis, penyidik akan mengevaluasi, perlu mem­per­pan­jang status itu atau tidak.

Status cegah ditujukan supaya saksi tidak meninggalkan Indo­ne­sia. Sehingga, tidak menyu­lit­kan penyidik saat membutuhkan keterangan yang bersangkutan. Pe­netapan status cegah, sambung dia, menjadi satu hal penting da­lam penyidikan.

Johan menambahkan, rang­kai­an pemeriksaan terhadap Jau­hari dan Abdul Karim tengah di­in­ten­sifkan. Hal itu ditujukan un­tuk menghimpun data keter­li­ba­tan pi­hak lain. Artinya, tak ter­tutup ke­mungkinan, masih ada pihak lain yang bakal men­jadi tersangka.

Johan menolak membeberkan substansi pemeriksaan. Tapi dia tak menepis, penyidikan perkara ini fokus pada urusan tender pro­yek serta dugaan aliran dana ke se­jumlah pihak. “Teknis tender dan aliran dana ini masih dike­m­bangkan penyidik ke lingkungan internal Kemenag,” ucapnya.

Disampaikan, pemeriksaan in­tensif saksi Abdul Karim dila­ku­kan dengan mengkrocek ke­te­ra­ngan tersangka Jauhari dengan ke­terangan tersangka Zulkarnaen Ja­bar dan Dendy Prasetya.

Johan tak membantah bila pe­ne­tapan status cegah pada Abdul Karim, dilandasi kuatnya dugaan bahwa yang bersangkutan me­nge­tahui pengaturan pemenang tender dan anggaran proyek Ke­menag yang diduga bermasalah ini. Terlebih berdasarkan hasil pe­ngembangan penyidikan, dit­e­mu­kan dugaan keterlibatan Jauhari. Dia disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang Un­dang Nomor 31 tahun 1999 se­ba­gaimana diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pi­dana Korupsi.

Kendati begitu, Johan meno­lak menyebutkan, berapa dana yang disangka diperoleh Jauhari. Dia membenarkan, rangkaian pe­nyi­di­kan terkait pe­nye­lewe­ngan ali­ran dana proyek, juga diawali dari pengakuan ter­sang­ka Dendy yang menyatakan, ini­siator pro­yek ter­sebut adalah Fahd A Rafiq.

Menindaklanjuti ini, KPK pun memeriksa beberapa kolega Dendy, seperti Direktur dan staf PT Perkasa Jaya Abadi (PJA). Pemeriksaan dilaksanakan untuk mengetahui hubungan PJA de­ngan Kemenag dalam menger­ja­kan proyek-proyek kementerian tersebut. “Ini masih terus di­kem­bangkan dengan memeriksa do­ku­men dan saksi Abdul Karim.”

Begitu pula dengan perusa­ha­an milik Dendy, PT Karya Si­ner­gi Alam Indonesia (KSAI) yang di­sebut-sebut turut menggarap pro­yek di Kemenag. Akibat ka­sus ini, Zulkarnaen, Dendy dan Jauhari disangka merugikan ke­uangan negara hingga Rp 14 miliar.

REKA ULANG

Mengendus Dugaan Aliran Rp 10 Miliar

KPK mengendus dugaan aliran dana Rp 10 miliar untuk tersang­ka Dendy Prasetya dan tersangka Zulkarnaen Djabar. Untuk men­dalami aliran dana itu, KPK me­meriksa tiga rekanan Dendy se­bagai saksi.

Kepala Biro Humas KPK Jo­han Budi Sapto Prabowo me­ne­rangkan, ketiga saksi diduga mengetahui komisi berikut tam­bahan Rp 4 miliar untuk ter­sang­ka. Sebelumnya, penyidik me­ne­mu­kan data bahwa masing-ma­sing tersangka menerima komisi Rp 10 miliar.

Ketiga saksi, kata Johan adalah Elzarita, Ahmad Maulana dan Abdul Kadir Alaydrus.  “Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka ZD dan DP. “Tiga saksi itu, lanjutnya, merupakan staf perusahaan rekanan PT Karya Sinergi Alam Indonesia (KSAI) milik Dendy Prasetya.  

“Ada dugaan penambahan ko­misi Rp 4 miliar kepada ter­sang­ka,” katanya. Penambahan jum­lah uang yang diduga suap ini, di­akui, mendorong penyidik untuk memeriksa saksi tambahan. Akan tetapi, Johan belum bisa me­ngu­rai­kan hasil pemeriksaan ketiga saksi secara rinci. Lagi-lagi dia me­nyatakan, substansi peme­ri­k­sa­an, menjadi kewenangan penyidik.

Sebelumnya, Kepala Bagian In­formasi dan Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha menyatakan, sak­si dari pihak swasta tersebut, diduga mengetahui kasus korupsi yang terjadi di Kementerian Aga­ma secara umum. Maksudnya, ke­tiga saksi diduga mengetahui pe­ranan tersangka Zulkarnaen Djabar dan Dendy Prasetya yang dise­but-sebut berperan  menga­rah­kan anggaran dan mem­pe­nga­ruhi pemenangan rekanan untuk tiga proyek Kemenag.

Ketiga proyek Kemenag itu, yakni pengadaan laboratorium untuk madrasah tsanawiyah tahun 2011 senilai Rp 31 miliar, pengadaan kitab suci tahun 2011 dan tahun anggaran 2012 senilai Rp 20 miliar.

Senada dengan Priharsa, Johan mengatakan, atas peran menga­rahkan anggaran dan menentukan rekanan proyek di Kemenag itu, kedua tersangka diduga men­da­pat komisi masing-masing lebih dari Rp 10 miliar. “Kedua ter­sang­ka diduga menerima suap le­bih dari Rp 10 miliar.”

Hal tersebut kini ditelusuri pe­nyi­dik melalui pemeriksaan saks­i tambahan. Dia meng­in­for­ma­si­kan, ketiga saksi-saksi itu se­lain di­­duga kenal dengan ter­sangka Zul­­karnaen Djabar dan Dendy Pra­setya, juga mengenal Fahd A Rafiq.

Perkenalan dengan para ter­sangka tersebut, sejauh ini masih ditelusuri KPK. Dia memastikan, keterangan tiga saksi tambahan tersebut, nantinya menjadi bahan bagi penyidik untuk me­ngem­bang­kan perkara ini.

Kesaksian mereka, sebutnya, ten­tu akan diklarifikasi atau di­kon­frontir dengan keterangan para tersangka dan saksi-saksi lain­­nya. “Kapan mereka bertemu dengan para tersangka dan apa saja yang dibahas dalam per­temuan, akan dikembangkan,” sambungnya.

Disampaikan pula, pendala­man perkara dilakukan dengan cara memantau persidangan. “Setiap fakta persidangan perkara ini, menjadi masukan bagi p­e­nyidik untuk mendalami per­soa­lan yang ada,” tuturnya.

Kadang Saksi Dan Tersangka Perbedaannya Tipis

Boyamin Saiman, Koordinator MAKI

Koordinator LSM Ma­sya­rakat Anti Korupsi Indo­nesia (MAKI) Boyamin Saiman menyatakan, penetapan status cegah mengindikasikan keter­li­batan saksi. Masalahnya,  per­be­daan status saksi dengan ter­sangka dalam suatu kasus, ka­dang sangat tipis.

“Ini menunjukkan bahwa beda status antara saksi dengan tersangka dalam konteks kasus ini, sangat tipis. KPK punya alasan mendasar, mengapa ti­dak langsung menjadikan saksi yang dicegah statusnya ini se­bagai tersangka,” katanya.

Dia menduga, saksi sangat kooperatif membantu penyidik. Maka, saksi tak langsung dija­dikan tersangka. Tapi bila da­lam perkembangannya, saksi justru menyulitkan penyidik, tak tertutup kemungkinan sta­tus­nya diubah jadi tersangka.

Yang jelas, sambungnya, pe­nyidik masih memerlukan ke­terangan saksi Abdul Karim. Jika menjadikannya sebagai tersangka, kemungkinan hal itu menyulitkan penyidik dalam menggali fakta. Bisa jadi pula, bukti dan data untuk me­ne­tap­kan yang bersangkutan sebagai tersangka masih kurang. “Se­hingga statusnya sebagai saksi perlu dicegah,” tuturnya.  

Dia menambahkan, pen­ce­ga­han status saksi dianggap perlu. Mengingat, sidang perkara de­ngan tersangka Zulkarnaen Dja­bar dan Dendy Prasetya su­dah siap digelar di Pengadilan T­i­pi­kor Jakarta. Jadi kemungkinan, tandas dia, kesaksian Abdul Ka­rim diperlukan juga di per­si­da­ngan tersebut.

Dengan status cegah itu, Ab­dul Karim tidak bisa bepergian ke luar negeri. Dengan begitu, ke­saksiannya dapat diminta sewaktu-waktu oleh penyidik maupun penuntut di per­si­da­ngan. Soalnya, kesaksian Ab­dul Karim sangat vital dalam kasus ini.

“Saya yakin dia tahu banyak hal dalam kasus ini. Termasuk para pihak yang diduga ter­li­bat,” ucapnya. Lantaran itu, idealnya saksi ti­dak hanya di­cegah. Diper­lu­kan juga se­ma­cam perlin­du­ngan.

Kualifikasi Saksi Sangat Beragam

Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Sya­rifuddin Suding meng­ap­re­siasi langkah KPK. Dia me­min­ta, penetapan status cegah id­eal­nya dilakukan secara cepat pada semua saksi yang diduga ter­li­bat dalam perkara.

“Jangan menunggu-nunggu hingga waktu yang tidak jelas,” katanya. Begitu penyidik m­e­nilai saksi mengetahui banyak hal tentang kasus yang disidik, maka harus segera dilakukan pencegahan.

Disampaikan, kualifikasi saksi sangat beragam. Ada saksi yang diduga terlibat langsung da­lam perkara, ada saksi yang ha­nya mengetahui perkara, ser­ta ada saksi yang kelasnya ha­nya mendengar suatu perkara.

Berdasarkan kulifikasi itu, pe­nyidik dapat mengambil ke­simpulan keterkaitan saksi. Jika saksi itu punya keterlibatan da­lam sebuah perkara, saksi ini ma­suk kategori saksi kunci. Saksi yang model demikian da­pat dikenakan status cegah.

Penetapan status cegah sa­ngat penting. Sebab, tak jarang saksi menolak memberi ket­e­ra­ngan. Saksi menolak memberi ketera­ngan karena tidak enak atau t­a­kut keterlibatannya di­sangkut-paut­kan pada kasus yang disidik.

Dengan penetapan status cegah, penyidik akan lebih mu­dah mengorek keterangan saksi. Selain itu juga bisa membatasi ruang gerak saksi. Status cegah dengan sendirinya memberi sok terapi agar saksi kooperatif membantu penyidik me­nying­kap perkara. “Intinya, pe­n­ce­ga­han diberlakukan supaya sak­si kooperatif.”

Jika saksi yang sudah bersta­tus cegah tidak kooperatif, pe­nyi­dik bisa mengubah status saksi menjadi tersangka. Kare­na menurut dia, siapa pun saksi bisa sewaktu-waktu berubah satusnya jadi tersangka. Apa­lagi, saksi itu adalah saksi yang sudah dikenai status cegah.

“Saksi seperti itu punya pe­ngetahuan lebih atau diduga terlibat dalam perkara yang te­ngah diusut.” [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA