Sukmawati Soekarnoputri: Buat Apa Pindah Partai Kalau Akhirnya Berantem

Selasa, 22 Januari 2013, 08:30 WIB
Sukmawati Soekarnoputri: Buat Apa Pindah Partai Kalau Akhirnya Berantem
Sukmawati Soekarnoputri
rmol news logo Sukmawati Soekarnoputri tidak mengikuti langkah kakaknya Rachmawati Soekarnoputri yang pindah partai.

“Saya tidak akan pindah partai. Sebab, mempertahankan partai ini adalah kewajiban saya,” kata Ketua Umum PNI Marhaenisme, Sukmawati Soekarnoputri, ke­pada Rakyat Merdeka, kemarin.

Seperti diketahui, Rachmawati Soe­karnoputri yang mendirikan Par­tai Pelopor akhirnya pindah ke Par­tai Nasional Demokrat (Nas­dem).

“Saya murni masuk ke Nas­dem karena hati nurani. Tidak ada alasan lain. Saya cuma mem­per­kuat posisi institusi parpol terse­but.  Sebagai politisi saya ingin mengabdi kepada bangsa lewat partai ini agar bangsa ini lebih baik,” paparnya.

Sukmawati Soekarnoputri se­lanjutnya mengatakan, pindahnya kakaknya itu tidak perlu diko­mentari.

“Nggak usah dikomentari. Itu hak individu,’’ katanya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Kenapa Anda tidak berga­bung ke partai peserta Pemilu 2014?

Itu sudah pilihan saya. Saya akan tetap konsisten berada di partai saya, PNI Marhaenisme.  

Partai ini memiliki riwayat yang cukup panjang dan berse­jarah. Makanya saya merasa ha­rus tetap menjaganya.

Kalau bergabung ke partai lain kan bisa memperjuangkan ideologi yang Anda perjuang­kan?

Saya tidak mau. Sebelumnya ka­­mi sudah melakukan rapat pim­­pinan nasional PNI Mar­hae­­nis­me yang memutuskan un­tuk tidak bergabung ke ma­na-mana. Itu sudah bulat kita pu­tuskan.

Ada yang menawari Anda untuk gabung?

Ada. Tapi saya tetap saja tidak mau gabung.

Partai mana saja itu?

Wah, pokoknya ada deh. Tapi buat apa gabung. Kalau berga­bung nanti akan mengalami ke­sulitan.

Kesulitan apa itu?

Kalau kami melebur ke partai lain, itu bukan sesuatu yang mu­dah.

Anda takut kehilangan pengaruh?

Tidak. Karena kalau bergabung kita bisa kehilangan tanda gam­bar, jati diri partai akan hilang. Pa­dahal tidak mudah mem­ba­ngun partai yang memiliki seja­rah panjang ini.

Selain itu berantem untuk ja­batan di daerah atau tingkat ca­bang. Makanya, buat apa gabung ke partai lain kalau akhirnya be­rantem.

Bagaimana gugatan ke Ba­waslu?

Sudah dilakukan. Partai kami ti­dak lolos pada verifikasi fak­tual mengajukan gugatan atas keputu­san KPU itu ke Ba­waslu.

Yakin menang?

Saya sih kalau berhasil bagus, kalau tidak berhasil, ya sudah. Mau apa lagi. Yang jelas, masih ada waktu 5 tahun lagi untuk mem­bangun kekuatan.

Makanya, kami lebih baik menyusun kekua­tan struktur dan organisasi untuk ikut kembali di  Pemilu 2019.

Kenapa Anda kok kayaknya pesimis?

Bukan pesimis. Kalau melihat sistem yang ada, kelihatannya su­­sah sekali menjadi peserta Pe­milu  2014.

Loh, bukankah harusnya be­gitu, demi  menyederhana­kan peserta pemilu?

Bukan begitu juga caranya. Saya menilai aturan yang dite­rap­kan oleh KPU sekarang ini terlalu borjuis. Saya mengatakannya bor­juis karena KPU terlalu me­maksakan syarat yang sangat ting­gi dan sulit.

Apa itu artinya partai Anda tidak mampu?

Kami ini kan bukan orang kan­toran. Mengingat bukan orang yang borjuis atau kantoran itulah kami menilai syarat dan keten­tuan yang ditetapkan KPU susah untuk dipenuhi.

Saya menilai hal ini sama saja dengan pembredelan hak berde­mokrasi dan berorganisasi. Seo­lah yang boleh berorganisasi hanya partai yang banyak duit­nya. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA