Dua jaksa Kejaksaan Agung yang disangka memeras pengusaha akan menghadapi sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, pekan depan.
“Senin pekan depan pembacaan tuntutan,†kata Kepala Humas PeÂngadilan Negeri Jakarta Pusat SuÂjatmiko, kemarin. Seperti diÂkeÂtahui, Pengadilan Tipikor JaÂkarta berada di bawah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sedangkan sidang seorang terÂdakwa yang merupakan staf tata usaha Kejagung, pada pekan deÂpan belum memasuki pembacaan tuntutan. Sekadar mengingatkan, staf TU itu juga didakwa terlibat kaÂsus ini. “Untuk yang staf TU, masih tahap pemeriksaan saksi-saksi,†ucap pria yang juga hakim Pengadilan Tipikor Jakarta ini.
Dua jaksa itu, ditangkap Tim Satuan Tugas Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan. Lantaran ada unsur pidananya, dua jaksa itu dilimpahkan ke Bagian Pidana Khusus Kejagung dan diproses hingga ke Pengadilan Tipikor.
Penangkapan itu dilakukan pada Senin, 8 Oktober 2012, di haÂlaman parkir belakang CilanÂdak Townsquare (Citos), Jakarta Selatan. Penangkapan itu beÂrÂdaÂsarÂkan laporan seseorang berÂnaÂma Eddy Chahyono pada 5 OkÂtoÂber 2012. Edy adalah staf Budi Ashari, Direktur Utama PT Budi Indah Mulya Mandiri.
Eddy melaporkan, jaksa itu meÂminta Rp 2,5 miliar terkait peÂngaÂdaan barang dan jasa pada pemÂbangunan Pelabuhan SangatÂta Kalimantan Timur tahun 2012.
Yang ditangkap adalah jaksa pada Sekretariat Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha NeÂgara (Jamdatun) Andri FernanÂdo Pasaribu dan Arif Budi MarÂyanto. Bagian Pengawasan juga menangkap staf TU pada JamÂdatun Sutarna.
Dalam sidang, saksi korban Budi Ashari dan stafnya, Eddy Chahyono membeberkan kronoÂlogi pemerasan itu. Budi dan Eddy bersaksi untuk tiga terÂdakÂwa, yakni Andri, Arief dan SuÂtarÂna. Pemerasan ini, menurut Budi, bermula ketika dirinya mendapat surat panggilan dari penyidik KeÂjagung. “Surat panggilan diantar penyidik Andri,†kata Budi.
Surat itu, dia terima dari sekÂreÂtarisnya, Risa Sulistyowati. SoalÂnya, saat surat itu diantarkan, Budi di luar kantor. Inti surat terÂsebut, Budi dipanggil kejaksaan untuk diminta keterangan meÂngeÂnai kasus korupsi pembangunan pelabuhan di Sangata, KaÂliÂmanÂtan Timur. “Saya lihat suratnya, tapi tidak terlalu saya tanggapi,†kata Budi.
Karena Budi tidak memenuhi panggilan pemeriksaan tanggal 28 September 2012, ketiga terÂdakwa mendatangi kantor Budi di SuÂdirman City Walk pada 2 OkÂtoÂber 2012. “Pak Andri tanya, keÂnapa tidak datang pada panggilan pertama,†ujar Budi.
Pada pertemuan itu, Budi meÂngatakan akan datang ke KeÂjaÂgung untuk memenuhi pemeÂrikÂsaan. Tapi, Budi baru bisa meÂmeÂnuhi panggilan usai ke luar kota. “Dia bilang, kok lama sekali,†kata Budi menirukan Andri.
Seusai pertemuan itu, Budi meÂminta Eddy untuk menghubungi Andri. “Saya suruh staf hubungin Andri, tolong tanya, apa mauÂnya,†lanjut dia.
Pada 5 Oktober 2012, Eddy meÂneÂlepon Andri, meminta wakÂtu bertemu. Disepakati, perÂteÂmuÂan dilakukan di restoran HaÂnaÂmasa. “Tapi Andri tidak datang, yang datang seseorang bernama Dede Prihantono,†sebut Eddy.
Kepada Eddy, Dede mengaku seÂbagai staf pribadi Andri. “Saya tanya apa amanat Pak Andri. TeÂrus, Pak Dede minta Rp 2,5 miliar untuk mengamankan kasus proÂyek pelabuhan,†cerita Eddy.
Selanjutnya, Eddy mengÂhuÂbuÂngi Andri untuk mengkonfirmasi, benarkah permintaan uang itu. “Andri bilang, ya sudah, koorÂdinasi saja ke Dede,†tutur Eddy.
Pada 6 Oktober 2012, Andri menelepon Eddy. Andri bertanya, apakah permintaan uang telah disampaikan kepada Budi. “Andri bilang, segera keluarÂkaÂnÂlah,†ujarnya.
Lusanya, Senin 8 Oktober, Eddy menemui Budi. Dia memÂberitahukan permintaan Rp 2,5 miliar itu. Tapi, Budi hanya meÂnyerahkan Rp 50 juta untuk diÂberikan kepada terdakwa. Budi juga menyuruh Eddy melapor ke Bagian Pengawasan Kejagung. Menjalankan perintah itu, Eddy melapor ke Pengawasan.
Selanjutnya, Eddy meluncur ke Cilandak Town Square bersama tim jaksa pengawasan. Eddy keÂmudian bertemu Dede di parkir beÂlakang Citos.
“Tas (berisi Rp 50 juta) saya taÂruh di jok belakang mobil Kijang biru yang ditunjuk Dede. Setelah itu, pasukan menangkap,†ucap Eddy.
REKA ULANG
Buntut Penangkapan Di Cilandak
Jaksa Agung Muda PengaÂwaÂsan Marwan Effendy mengaku, KeÂjagung serius menangani kaÂsus jaksa memeras ini. “Kita proÂses terus, jika terbukti di peÂngaÂdilan, ya dihukum,†tandasnya.
Selain itu, karena banyak lapoÂran masyarakat mengenai jaksa brengsek, Bagian Pengawasan Kejaksaan Agung membentuk Tim Buru Sergap (Buser).
Tugas tim ini, memproses laÂpoÂran yang masuk dan menangÂkap jaksa yang kedapatan meÂlaÂkuÂkan tindak pidana seperti peÂmerasan, menerima suap, kasus narkoba dan asusila.
Tim Buser, meÂnurut Marwan, diÂÂbentuk berÂdaÂsarkan peÂnangÂkapan dua jaksa di Cilandak Town Square, Jakarta SeÂlatan itu. “MeÂmang itu awalÂnya. Memang harus ditangkap unÂtuk mencegah jaksa lain beÂrÂbuat melanggar hukum,†tandasnya.
Apalagi, menurut data Jamwas, sejak 2008 hingga 2012, terjadi peningkatan jumlah jaksa yang diÂtindak karena melakukan peÂmeÂrasan dan pelanggaran lainÂnya. “Saya sudah menyurati seÂluÂruh Kepala Kejaksaan Tinggi unÂtuk membentuk Tim Buser guna meminimalisir perbuatan meÂlawan hukum oleh jaksa.â€
Surat Nomor: B-217/H/Hjw/12/2012 tertanggal 28 Desember itu, lanjut dia, bagian dari upaya menjalankan fungsi pengawasan yang meliputi pencegahan dan penindakan. Intinya, Jamwas meÂmerintahkan seluruh kepala keÂjaksaan tinggi membentuk Tim Buru Sergap yang dipimpin AsisÂten Pengawasan. Anggotanya terÂdiri dari para personel Satuan KhuÂsus Pengawasan dan PenaÂnganan Laporan Pengaduan pada masing-masing Kejati.
Apabila menemukan jaksa yang melanggar hukum, maka Tim Buser wajib menangkap peÂlaku dan memrosesnya. “Kami berÂharap masyarakat juga proÂaktif melaporkan jaksa yang meÂlakukan pemerasan dan peÂlangÂgaran lainnya kepada bidang peÂngaÂwasan kejaksaan.â€
Laporan itu bisa lisan, melalui suÂrat atau telepon. Menurutnya, Tim Buser harus segera merespon laporan itu. “Asalkan laporan dan inÂformasinya valid, pasti kami proses. Jangan takut, yang memÂberikan laporan, kami lindungi.â€
Marwan mengatakan, setiap laÂporan yang diproses dan terÂbukti, maka akan dilihat jenis pelangÂgaran pidananya. “Jika meÂlaÂkuÂkan pidana umum, kami serahkan ke polisi untuk diproses. Kalau piÂdana khusus, kami sidik meÂlalui Pidsus,†ujarnya.
Di lingkungan Kejaksaan Agung pun sudah dibentuk Tim Buser yang dipimpin masing-maÂsing inspektur. Inspektur itu bisa menugaskan orang-orang di baÂwahÂnya untuk memimpin. “Kami prihatin, tadinya diharapkan tuÂrun, rupanya ada kenaikan jumlah pelanggaran jaksa,†ujarnya.
Pembentukan Satsus Buruh SerÂgap di Kejagung berdasarkan Nomor SP.02/H/HJw/01/2013 tanggal 7 Januari 2013. “Apakah kenaikan pelanggaran itu karena tunggakan lama, atau memang kenaikan perilaku jaksanya sendiri yang tidak mau tertib,†ujarnya.
Untuk 2012, jenis hukumanÂnya, tingkat riÂngan 64 orang, sedang 135 orang, beÂrat yang terÂdiri dari penurunan pangÂkat seÂtingÂkat lebih rendah seÂlama tiga taÂhun 22 orang, pemÂbeÂÂbasan dari jaÂbatan fungsional jakÂsa 18 orang, peÂmÂbebasan dari jabatan struktural 17 orang, pemberhenÂtian dengan horÂmat tidak atas perÂmintaan senÂdiri 19 orang, pemÂberhentian tiÂdak dengan hormat sebagai PNS 22 orang, dan peÂmÂberÂhentian sementara sebagai PNS 6 orang. Total, 104 orang.
Harapkan Efek Jera Dari Pengawasan Yang Efektif
M Nurdin, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR M Nurdin menilai, Kejaksaan Agung sudah lumayan bagus meÂlakukan pengawasan terhaÂdap jaksa-jaksa nakal dan bermasalah.
Dia pun berharap, pemÂbenÂtukan Tim Buser bisa meÂningÂkatkan pengawasan tersebut. Pembentukan tim itu, lanjut Nurdin, tentu berdasarkan evaÂluasi internal kejaksaan serta kebutuhan mereka.
“Memang mereka harus diÂevaluasi, sejauh mana pola peÂngawasan jaksa yang telah meÂreka lakukan. Saya kira, Tim BuÂser ini bisa saja meningÂkaÂtÂkan fungsi pengawasan itu. MuÂdah-mudahan ini efektif bagi pengawasan jaksa,†kata Nurdin.
Dia mendukung semangat untuk membenahi dan memÂperÂbaiki institusi kejaksaan dari ulah jaksa bermasalah. BeÂrÂmoÂdalÂkan upaya peningkatan peÂngawasan, diharapkan, jaksa tiÂdak melakukan tindakan yang melanggar hukum. “Demi perÂbaikan institusi, saya kira bagus juga itu,†ujarnya.
Menurut Nurdin, dalam taÂtaÂkeÂlola birokrasi di Indonesia, terÂmasuk di kejaksaan, masih baÂnyak perilaku bermasalah. HaÂdiÂrÂnya jaksa pemeras, lanjut dia, juga bagian persoalan dari biÂrokrasi yang ada. Namun, sejauh masih ada upaya serius untuk memÂbenahi, tentu patut didukung.
“Saya kira, kejaksaan dari sisi birokrasi, sudah lumayan baÂnyak progres dalam peÂngaÂwaÂsan. Bahwa masih ada hal-hal yang belum baik, dan dipÂerÂluÂkan langkah untuk mengatasi persoalan itu, maka perlu diÂlaksanakan,†ujarnya.
Dia berharap, jika pengaÂwaÂsan menemukan tindak pidana, maka jaksa nakalnya harus diÂproses hukum. “Harus diproÂses pidana jika melakukan piÂdana,†katanya.
Perlu Dikaji Agar Tidak Mubazir
Petrus Selestinus, Koordinator TPDI
Koordinator Tim PemÂbeÂla Demokrasi Indonesia (TPDI) Petrus Selestinus menilai, pemÂbentukan Tim Buser Kejagung menunjukkan bahwa perilaku jaksa nakal semakin meresahÂkan masyarakat.
Tentu, kondisi itu tidak boleh dianggap enteng, harus ada upaÂya mengikisnya. Hal itu yang membuat Jamwas harus menÂcari terobosan sebagai langkah penertiban. “Meskipun tuÂjuanÂnya baik, tapi pembentukan Tim Buser Kejaksaan harus direnÂcanakan secara matang dan orang-orangnya harus pilihan,†ujar Petrus.
Untuk menghindari konflik keÂpentingan, kata dia, sebaikÂnya penentuan anggota Tim BuÂser dilakukan secara indeÂpenÂden. “Kalau perlu direkrut dari luar kejaksaan, karena jika diÂambil dari internal, maka akan sia-sia. Seperti jeruk makan jeÂruk, akhirnya terjadi mata rantai cincai untuk saling mÂeÂlinÂduÂngi,†khawatirnya.
Dia mengingatkan, Indonesia sudah memiliki Komisi KeÂjakÂsaan. Tapi, fungsinya belum diÂrasakan masyarakat, bahkan seÂperti tidak eksis.
“Kalau Komisi Kejaksaan berfungsi maksimal, untuk apa ada Tim Buser. Meski maksudÂnya baik, tapi perlu diÂkaji agar tak mubazir dan tak meÂmbuang biaya. Negara ini sudah terlalu banyak komisi dan tim, tapi hasilnya nihil,†katanya.
Petrus menambahkan, jaksa-jakÂsa nakal telah menegasikan fungsi kejaksaan di bidang keÂtenteraman dan ketertiban umum yang seharusnya mereka selenggarakan. Kegiatan kejakÂsaÂan pada fungsi ini nyaris tak pernah dirasakan masyarakat.
“Malahan, pemerasan, narÂkoba, penggelapan barang bukti dan lain-lain yang menonjol. Itu semakin menunjukkan jurang yang makin lebar antara proÂgram Jaksa Agung dengan angÂka keÂjahatan oknum jaksa yang seÂmaÂkin menÂgÂkhaÂwÂaÂtirÂkan,†katanya.
Makanya dia berharap, Tim Buser yang dibentuk itu tidak akan loyo dan mandul seperti yang sudah-sudah. “Semoga JamÂwas dengan Tim Buser bisa membantu Jaksa Agung dalam kegiatan Ketertiban dan KeÂtenÂteÂraman Umum,†ujar Petrus. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: