2 Tersangka Kasus Unsri Belum Jadi Terdakwa

Penyidikannya Sudah Hampir Setahun

Rabu, 09 Januari 2013, 09:30 WIB
2 Tersangka Kasus Unsri Belum Jadi Terdakwa
Universitas Sriwijaya

rmol news logo Jadi tersangka sejak awal Maret 2012, dua tersangka perkara korupsi pengadaan alat laboratorium Universitas Sriwijaya tak kunjung dibawa Kejaksaan Agung ke Pengadilan Tipikor. Alasannya, Kejagung masih menunggu hasil audit BPKP.

Menurut Kepala Pusat Pene­rangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Ari Muladi, Kej­a­gung akan membawa perkara ko­rupsi penggadaan alat la­bo­ra­to­rium komputer Fakultas Teknik serta Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsri ke pengadilan, bila hasil audit kerugian ke­ua­ngan negara dari BPKP telah se­le­sai. “Kami masih melakukan pe­nyidikan, dan masih menunggu hasil audit BPKP,” katanya pada Senin kemarin (7/1).

Untung mengaku, Kejaksaan Agung tidak berhenti dan tidak ber­niat membuat lama pena­nga­nan kasus ini. Apalagi sampai me­ngeluarkan Surat Perintah Peng­hentian Penyidikan (SP3) bagi ter­sang­ka perkara ini. “Pe­nyi­dikan ja­lan terus. Tim pe­nyi­dik terus memeriksa para saksi, termasuk Rektor Unsri Badia Par­zade,” kata bekas Asisten Khusus Jaksa Agung ini.

Dia menambahkan, seperti hal­nya perkara serupa di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang telah diajukan ke pengadilan, maka ka­sus di Unsri juga akan di­tun­tas­kan, sebab telah ditetapkan dua ter­sangka, yakni Ketua Penitia Lelang HMY dan Pejabat Pem­buat Komitmen ID.

Sekadar mengingatkan, Ketua Pa­nitia Lelang Hendra Mara Yudha ditetapkan sebagai ter­sang­­ka sesuai Sprindik Nomor 22/FD.1/03/2012, 5 Maret 2012. Se­dang­kan Pejabat Pembuat Komitmen Indra Gunawan, ditetapkan se­ba­gai tersangka sesuai Sprindik No­mor 23, 5 Maret 2012. Tapi, me­reka tidak ditahan.

Dalam penyidikan, Kejaksaan Agung telah menurunkan tim ke kampus Universitas Sriwijaya dan menyita 888 item alat la­bo­ra­to­rium dan dokumen terkait pro­yek, selama 23-27 April 2012. Pe­nyi­dik juga memeriksa para ter­sang­ka dan para saksi di Pa­lembang, Sumatera Selatan.

Kejaksaan Agung menyangka, penggadaan ini digelembungkan harganya dan spesifikasi ba­rang­nya tidak sesuai kualitas yang di­cantumkan dalam kontrak. Pe­r­soalan lainnya, pemenang proyek PT Marell Mandiri, namun diker­jakan PT Anugerah Nusantara. PT Anugerah diduga hanya me­min­jam plang nama PT Marel.

Penyidik sudah memeriksa Min­do Rosalina Manullang, sa­lah satu karyawan PT Anugerah, sebagai saksi. Sekadar mengi­ngat­kan, wanita berpanggilan Rosa ini anak buah Muhammad Nazarud­din, terpidana kasus suap pem­ba­ngu­nan Wisma Atlet SEA Ga­mes Palembang, Sumatera Se­la­tan. Saat bersaksi di Penga­dilan Tipikor dalam perkara suap Wis­ma Atlet, Rosa mengaku PT Anu­gerah yang tergabung dalam Per­mai Group menggarap proyek di Unsri tersebut.

Pengadaan alat laboratorium di Kampus Universitas Sriwijaya ter­sebut, menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Be­lanja Negara (APBN) tahun 2010. Nilai kontraknya mencapai Rp 47 mi­liar. Kendati begitu, Ke­jagung be­lum mau memastikan jumlah ke­rugian keuangan negara dalam pe­ngadaan alat la­bo­ra­torium itu.

Kejagung juga menangani ka­sus pengadaan peralatan la­bo­ra­torium di Universitas Negeri Ja­karta (UNJ) tahun 2010. Dua ter­sangka perkara yang diperkirakan merugikan negara Rp 5 miliar ini, adalah Pejabat Pembuat Komit­men (PPK) yang juga Pembantu Rektor III UNJ Fakhrudin dan Ke­tua Panitia Lelang yang juga do­sen Fakultas Teknik Tri Mulyono.

Kasus itu berawal dari pe­nga­daan alat laboratorium pe­n­di­di­kan di UNJ senilai Rp 17 miliar. Mo­dus­nya adalah melakukan pengge­lembungan harga dan sebagian jenis barang tidak sesuai kualitas yang diinginkan. Peme­nang tender proyek tersebut ada­lah PT Marell Mandiri dan yang mengerjakannya adalah PT Anu­gerah Nusantara.

PT Anugerah merupakan satu konsorsium dengan PT Permai Group. Koordinatornya adalah Rosa. Rosa telah dijatuhi huku­man 2,5 tahun penjara dalam ka­sus suap pembangunan Wisma At­let yang juga melibatkan bekas Bendahara Umum DPP Partai De­mokrat, Nazaruddin.

REKA ULANG

Dua Tersangka Dan 14 Saksi Diperiksa Di Palembang

Pada Kamis, 11 Oktober 2012, penyidik Kejaksaan Agung me­meriksa Rektor Universitas Sri­wijaya sebagai saksi perkara ko­rupsi pengadaan alat la­bo­ra­to­rium tahun anggaran 2010.

“Untuk kasus dugaan korupsi di Unsri, tim penyidik melakukan pe­meriksaan terhadap Rektor Uni­versitas Sriwijaya, Profesor Ba­dia Parzade. Dia diperiksa se­bagai saksi,” kata Kepala Pusat Pe­nerangan Hukum Kejaksaan Agung saat itu, Adi Toegarisman.

Kejaksaan Agung juga menu­run­kan tim ke Palembang untuk me­lakukan serangkaian pe­me­rik­saan terhadap dua tersangka dan para saksi. Tim turun ke sana dari 23 April hingga 27 April 2012. Ada 888 item barang di labo­ra­torium komputer Fakultas Teknis, Keguruan, dan Ilmu Pendidikan yang disita penyidik.

Adi merinci, pada 23 April, pe­nyidik melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. Yang dipe­ri­ksa pada hari itu adalah Sek­re­taris Panitia Pengadaan bernama Parama Santati, anggota Panitia Pengadaan Noviza, anggota Pa­nitia Pengadaan Erwin, Kepala Unit Layanan Pengadaan Andi Wi­jaya dan anggota Panitia Pe­nga­daan bagian Pengadaan Pe­ker­jaan Pengadaan Alat Warsito.

Untuk tanggal 24 April, lanjut Adi, kembali dilakukan peme­rik­saan terhadap para saksi, yakni anggota Panitia Pengadaan Yas­wanka, anggota Panitia Pe­nga­da­a­n Ilham Ahmad, anggota panitia pengadaan Halim Sobri, Ketua Pa­nitia Pengadaan Pekerjaan Pe­nga­daan Alat Dedi Supriadi dan Se­k­retaris Panitia Inawati Mandayuni.

Untuk tanggal 25 April, dila­ku­kan pemeriksaan saksi, yakni anggota Panitia Pengadaan Bi­dang Penerimaan Amrifan Sa­la­din, anggota Panitia Pengadaan Jus­wardi dan anggota Panitia Pengadaan Made Sikaryawan.

“Sedangkan tanggal 26 hingga 27 April dilakukan proses pe­nyi­taan dan pemeriksaan dua ter­sangka. Jadi, ada 14 saksi dan dua ter­sang­ka yang diperiksa, yaitu Ke­tua Panitia Lelang berinisial HNY dan Pejabat Pembuat Ko­mit­men berinisial ID ,” papar Adi.

Selanjutnya, penyidik mela­ku­kan evaluasi dan pengembangan lebih lanjut atas penyitaan dan se­jumlah pemeriksaan itu. Nah, sak­si lainnya yang telah diperik­sa K­e­jagung adalah Mindo Ro­sa­lina Ma­nullang, anak buah Na­za­rud­din, ter­pidana kasus suap Wisma Atlet.

Menurut Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo, pe­nanganan kasus Universitas Sri­wijaya dan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) di Kejagung, tidak tumpang tindih dengan kasus Na­zaruddin Cs yang ditangani KPK.

Sebelumnya, pimpinan KPK per­nah merilis ada sekitar 30 ka­sus yang diduga melibatkan Na­zaruddin. Diantaranya adalah ka­sus pengadaan peralatan­ l­a­bo­ra­torium di beberapa universitas.

Sebelumnya, penanganan se­jum­l­ah perkara korupsi yang di­duga melibatkan Nazaruddin Cs, sepertinya tumpang tindih. Soal­nya, KPK juga melakukan pe­nyi­dikan terkait kasus korupsi di be­berapa perguruan tinggi, ter­ma­suk perkara pengadaan di UNJ.

Tapi, KPK dan Kejaksaan Agung sudah membuat me­mo­ran­­dum of understanding (MoU) atau nota ke­sepahaman untuk mengu­sut kasus-kasus korupsi di ber­ba­gai sektor, ter­masuk sek­tor pendidikan.

Kasus pengadaan labo­ra­to­rium, terdapat di lima universitas, yakni Universitas Sriwijaya, Uni­versitas Sultan Ageng Tirtayasa, Universitas Negeri Jakarta, Uni­versitas Jenderal Soedirman,dan Universitas Malang.

Segera Bawa Ke Pengadilan Supaya Terbongkar

Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago menyam­pa­i­kan, bila penyidik Kejaksaan Agung belum bisa menyentuh pe­laku lain di luar dua ter­sang­ka yang sudah ditetapkan, tentu dugaan konspirasi dalam kasus ini tidak bisa dibongkar.

“Kalau penyidikan tersebut be­lum menyentuh akarnya, maka kedua tersangka itu harus segera di bawa ke pengadilan, su­paya pada persidangan ter­ungkap keterlibatan yang lain,” ujar anggota DPR dari Fraksi PAN ini.

Karena perkara korupsi pe­ngadaan alat laboratorium Uni­versitas Sriwijaya ini tak kun­jung bergulir ke Pengadilan Ti­pi­kor, Taslim menduga kejak­saan menghadapi kesulitan. Se­lain itu, masyarakat juga akan cu­­riga. “Maka KPK harus meng­gunakan fungsi moni­toring dan supervisinya untuk membantu kejaksaan dalam me­nangani kasus ini,” sarannya.

Dengan turunnya Komisi Pemberantasan Korupsi, lanjut Taslim, maka akan terukur se­jauh mana penanganan perkara ini. “Kalau supervisi KPK itu dilakukan, nanti akan kelihatan, apakah penanganan kasus ini telah dilakukan secara serius dan benar atau sebaliknya,” tandas dia.

Persoalan penghitungan kerugian keuangan negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kata Taslim, seharusnya tidak ru­mit. Soalnya, menurut Tas­lim, sudah ada acuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengenai kerugian negara yang ditimbulkan dalam perkara pe­ngadaan alat laboratorium Uni­versitas Sriwijaya ini.

 â€œSemestinya dari laporan au­dit BPK itu sudah kelihatan ang­ka kerugian keuangan ne­ga­ranya. Penyelidikan itu kan ber­awal dari laporan BPK, audit be­rikutnya tentu hanya mem­per­­tajam. Saya kira, itu tidak perlu berbulan-bulan,” ta­n­das­nya.

Kasus Korupsi Sering Lambat Ke Penuntutan

Poltak Agustinus Sinaga, Ketua PBHI Jakarta

Ketua PBHI Jakarta Poltak Agustinus Sinaga heran, surat perintah penyidikan terhadap dua tersangka perkara ini sudah keluar sejak 5 Maret, tapi kena­pa kasus ini belum juga bergulir ke penuntutan.

Apalagi, dua tersangka kasus ini dan sederet saksi telah di­pe­riksa penyidik Kejaksaan Agung. Bahkan, Kejaksaan Agung telah menyita sejumlah barang bukti di Universitas Sri­wijaya, Palem­bang, Sumatera Selatan.

“Hal ini setidaknya semakin mengindikasikan bahwa Ke­ja­gung masih kurang sigap me­lakukan penyidikan dalam per­kara korupsi. Soalnya, kasus-kasus korupsi yang sedang da­lam penyidikan Kejagung, se­ring lambat bergulir ke pe­nun­tutan. Lambat bergulir ke pe­nga­dilan tipikor,” tandasnya.

Poltak menilai, sejauh ini belum terasa gairah Kejaksaan Agung untuk menangani kasus korupsi secara cepat dan utuh. “Sangat kontras ketika kita periksa, berapa anggaran negara yang dihabiskan institusi ini, dan seberapa besar manfaatnya bagi negara dan bagi semangat pem­berantasan korupsi. De­ngan pe­nyidikan dan kerja-ker­ja lamban yang ditun­juk­kan­nya, tidak se­banding rasanya,” kata dia.

Seharusnya, lanjut Poltak, apabila kinerjanya sudah tidak efektif, sebaiknya Kejaksaan Agung dievaluasi total. “Kiner­ja­nya menangani perkara ko­rupsi mesti diaudit. Masyarakat luas harus tahu, apa sebenarnya fungsi Kejaksaan Agung dalam pembe­rantasan korupsi,” ucapnya.

Mengenai hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang tak kunjung selesai, lanjut dia, se­ha­rusnya tidak menjadi per­soalan. “Kalau penyidikannya ada progres dan cepat, dengan sendirinya audit BPKP itu akan menyusul. Itu kan satu paket,” katanya.   [Harian Rakyat Merdeka] 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA