Jenderal (Purn) Wiranto: Kita Kehilangan Kemuliaan Sebagai Bangsa Yang Agamis

Senin, 24 Desember 2012, 08:30 WIB
Jenderal (Purn) Wiranto: Kita Kehilangan Kemuliaan Sebagai Bangsa Yang Agamis
Jenderal (Purn) Wiranto
rmol news logo Sudah saatnya dilaksanakan tata kelola pemerintah yang baik dan benar untuk mensejahterakan rakyat.

“Pejabat negara itu harus bisa memenuhi hak-hak rakyat,” kata Ketua Umum Partai Hanura Wiranto kepada Rakyat Merdeka, Sabtu (21/12).

Menurut bekas Menhankam/Panglima TNI itu, tata kelola yang baik dan benar itu harus sesuai dengan UUD 1945.

Berikut kutipan selengkapnya;

Intinya apa?

Di dalam pembukaan UUD 1945 dijelaskan secara rinci mengenai hal itu, yakni peme­rin­tah harus melindungi segenap bang­sa Indonesia dan tumpah da­rahnya, memajukan kesejahte­raan rakyat, serta mencerdaskan kehidupan bangsanya.

Itu artinya kehadiran peme­rint­ah mewakili rakyat untuk menge­lola negeri ini dalam me­menuhi hak-hak rakyat.

Memang yang sekarang bagaimana?

Sekarang banyak pemimpin dan pejabat yang seharusnya se­bagai wakil rakyat, malah berlaku seperti zaman dulu. Kelakuannya sebagai pangreh praja,  yakni sebagai pembesar minta dihor­mati dan fasilitas seperti raja.

Di daerah-daerah masih banyak seperti itu. Ini tidak boleh dalam tata kelola pemerintahan kita. Hal ini tentunya dipengaruhi faktor sejarah kita juga.

O ya, kenapa perayaan Ultah Partai Hanura ke  VI dilak­sa­nakan di Taman Makam Pah­lawan?

Saya memang menginstrusikan untuk melakukan acara sederhana di Makam Pahlawan di seluruh pelosok Nusantara, di mana Par­tai Hanura berada.

Apa tujuannya?

Tujuan utama adalah meng­ingat­kan kembali kepada seluruh bangsa Indonesia, khususnya seluruh kader Partai Hanura, bah­wa kemerdekaan yang kita nik­mati ini bukan sesuatu yang ja­tuh dari langit. Tapi atas pengor­banan para pahlawan bangsa. Mereka telah membe­rikan sege­nap jiwa dan raganya sebagai tum­bal kemerdekaan.

Tugas kita hanya tinggal m­e­lan­jutkan perjuangan tersebut, yang tidak seberat tatkala mereka melawan penjajahan.

Apa tugas itu sudah dilak­sana­kan secara maksimal?

Tugas itu belum dapat kita lak­sanakan dengan sebaik-baiknya. Bangsa yang besar ini masih sering dilecehkan, dihina, diper­mainkan oleh bangsa lain. Di an­tara kita juga masih saling me­nin­das, memaki, menghina bahkan bertengkar satu sama lain. Ke­kua­tan utama sebagai bangsa, yakni kebersamaan, tapi kini me­mudar tanpa kita sadari.

Itu semua terjadi karena kita telah kehilangan kompas kebe­naran.

Kita kehilangan kemuliaan seba­gai bangsa yang agamis. Kita tidak lagi menggunakan pertim­bangan hati nurani, yang secara kodrati merupakan sumber ke­kuatan akhlak dan moral. Yang muncul adalah nafsu ke­sera­kahan, untuk mengejar keun­tungan dan kenikmatan, dengan jalan yang melanggar hukum dan adat kebiasaan kita.

Bagaimana peran pe­mim­pin?

Para pemimpin yang seharus­nya menjadi contoh dan tauladan bagi kebaikan, justru banyak yang mendemonstrasikan kebu­ru­kan, pengingkaran dan keja­hatan tanpa malu-malu lagi.

Sudah saatnya itu semua ha­rus dihentikan, harus ada pe­ru­bahan menuju kembalinya akhlak dan moral kita sebagai bangsa, yang dipelopori oleh pa­ra pemimpin.

Bagaimana dengan kader Partai Hanura?

Semua kader partai Hanura te­lah bertekad menjadi calon pe­mimpin bangsa ke depan dengan menghayati dan menyerap hake­kat perjuangan pahlawan.

Selanjutnya bersumpah secara bersungguh-sungguh, dengan pernyataan :

Kami segenap kader Hanura tidak  akan khianat, hidup dan ma­ti untuk rakyat.

Berbekal sumpah itu, saya yakin para kader Hanura akan di­tuntun yang Maha Kuasa menuju jalan yang benar, menjadi contoh pemimpin masa depan yang di­se­gani, dan akan membawa bang­sa ini berjaya kembali.  [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA