Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan ada tujuh bahan pangan yang masih diimpor, yakni kentang, singkong, kedelai, gandum, terigu, jagung, dan beras.
Ini ironis sekali. Sebab, selama ini Indonesia dikenal sebagai neÂgara agraris yang kaya bahan pangan. Begitu disampaikan beÂkas MenÂteri Kelautan dan PerÂikanan, Fadel Muhammad, keÂpada RakÂyat Merdeka, kemarin.
Menurut Ketua Umun MaÂsyaÂrakat Agribisnis dan AgroÂinÂdustri Indonesia (MAI) itu, saÂngat keterlaluan kalau pemeÂrinÂtah teruskan impor pangan.
“Malu dong. Kita sebagai neÂgara yang tanahnya subur, sumÂber daya alam berlimpah, tapi kok pengelolaan pangannya amÂburÂadul kayak begini,†paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Saya juga heran. Bangsa kita kan bangsa besar, tanahnya subur. Bahkan iklim di sini merupakan anugerah terbesar dari Tuhan. Seharusnya hasil pangan kita berlimpah. Tidak perlu impor.
Apa yang salah kalau begitu?
Jelas ada kesalahan dalam mengelola pangan yang dilaÂkuÂkan pemerintah. Kalau dulu saat saya menjabat sebagai Gubernur Gorontalo, dalam 3 tahun saya bisa meningkatkan produksi JaÂgung hingga 500 persen dari seÂbelumnya hanya memproduksi 50 ribu ton Jagung. Maka saya heÂran kenapa sekarang kenaikÂannya hanya 6 persen. Harusnya pengelolaan pangan seperti ini seharusnya bisa dikelola dengan baik dan benar.
Apa kebijakan pemerintah yang salah dalam pengelolaan paÂngan?
Betul. Setidaknya ada tiga keÂsaÂlahan pemerintah. Pertama, keÂbijakan pemeÂrinÂtah yang salah. Kedua, kontrol pelaksanaan keÂbijakan yang kurang ketat. KaÂdang-kadang peÂjabat kita hanya berpidato saja, tidak mengontrol kebijakan yang dibuatnya itu.
Ketiga, tidak adanya usaha peÂmerintah agar rakyat berÂpenÂdapatan atas sektor pangan yang diÂkembangkan. Kondisi itulah yang membuat ketahanan pangan kita kacau-balau.
Apa yang Anda perbuat saat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan?
Pada saat saya menjabat menÂjadi Menteri Kelautan dan PerÂikanan produksi ikan bisa saya tingkatkan menjadi 353 persen sampai saat itu menjadi heboh.
Saat itu saya membuat Keppres Nomor 10 tahun 2011 tentang keÂmisÂkinan nelayan melibatkan 10 kementerian plus 2 kelembagaan yang mengatur kemiskinan neÂlaÂyan. Lalu saya buat Inpres Nomor 15 tahun 2011 tentang perlinÂdungÂan nelayan dengan 11 keÂmenÂterian dan 5 lembaga negara lainÂnya termasuk kepolisian, TNI Angkatan Laut, dan lainnya.
Dua ini merupakan kebijakan dan dikontrol pada saat pelakÂsaÂnaannya. Hanya saja saya tidak bisa meneruskan karena keburu diganti Pak SBY.
Apa impor-impor harus diÂhenÂtikan ?
Harus dong, saya kira kita bisa menghentikan impor secara berÂtaÂhap selama 2-3 tahun sambil memÂbuat perencanaan-perenÂcaÂnaan di sektor pertanian dan paÂngan. Kita buat batasan-batasan
Maksudnya?
Misalnya tahun depan kita kuÂrangi setengah. Kemudian tahun berikutnya dikurangi seteÂngahÂnya lagi.
Tapi kalau yang jangka pendek dilakukan impor beras tidak pantas karena di Indonesia timur kan banyak jagung dan lainnya
Jadi dalam dua tahun, makÂsimal tiga tahun, kita harus manÂdiri di bidang pangan.
Kenapa sulit menghindari imÂpor bahan pangan?
Masalah yang dihadapi sekaÂrang ada 9 perusahaan yang mengÂimpor pangan yang dimiliki beberapa orang yang dinamai setan blau. Mereka tidak jelas dan kerjanya terus mengimpor bahan pangan. Makanya kita harus meÂmiliki keberanian untuk menata perusahaan-perusahaan ini.
Importir itu kan hanya mengÂunÂtungkan perusahaan mereka yang mengambil komisi dari seÂlisih harga bahan pangan impor itu.
Berbahaya sekali. Bayangkan kaÂlau kita terus impor bahan paÂngan. Tiba-tiba negara pengÂimÂpor bahan pangan itu menyeÂtopÂnya. Sedangkan kita tergantung paÂda bahan pangan impor itu. DaÂpat dipastikan kita bisa kolaps seÂbagai negara. Sebab, tidak mamÂpu memenuhi kebutuhan rakÂyatÂnya.
Apa anda punya pengalaman menbatasi impor pangan yang diÂlakukan perusahaan-perusaÂhaan itu?
Punya. Saat jadi Menteri KeÂlautÂan dan Perikanan, saya memÂbatasi impor garam malah saya samÂpai berbenturan dengan MenÂteri Perdagangan Mari Elka PaÂngestu. Terakhir impor 20 ribu ton di Madura dan saya suruh blok, ikan juga saya sidak dan diÂkembalikan ke China sebanyak 200 kontainer di Tanjung Priok.
Apa pemerintah tidak berÂtinÂdak saat itu?
Di kabinet SBY kan ada dua panÂdangan. Pertama, pangan wajib ada, tapi diambil dari mana saja. Kedua, ingin membatasi impor dan pengadaannya harus diambil dari dalam negeri.
Bagaimana sikap SBY?
SBY selalu mau ambil jalan teÂngah. Tidak tegas untuk kepenÂtingan rakyat. Pokoknya kemanÂdirian dan kedaulatan pangan haÂrus diwujudkan.
Solusinya bagaimana?
Kita harus memberanikan diri untuk menggunakan produk pangan dalam negeri. Pemerintah perlu melakukan intervensi terÂhadap kebutuhan rakyat. MisalÂnya, benih-benih dan pupuk peÂmeÂrintah yang mengadakan. SeÂtelah panen maka pemerintah juÂga yang beli dengan harga yang pantas.
Apakah dengan begitu InÂdoÂneÂsia bisa swasembada pangan?
Tidak ada alasan tidak bisa. Kita kan pernah mencapainya paÂda zaman Orba. Kalau kita punya keberanian, saya yakin kita mamÂpu swasembada pangan. Kita sanggup swasembada pangan kaÂlau kemauan itu ada. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: