WAWANCARA

Darmaningtyas: Angkutan Umum Amburadul Begini, Mana Bisa Terapkan Ganjil-Genap

Minggu, 23 Desember 2012, 08:55 WIB
Darmaningtyas: Angkutan Umum Amburadul Begini, Mana Bisa Terapkan Ganjil-Genap
Darmaningtyas

rmol news logo Angkutan umum yang memadai, nyaman, dan aman, itu yang perlu diperbuat pemprov DKI Jakarta. Setelah itu terapkan sistemplat nomor ganjil-genap.

 â€œKalau angkutan umum am­buradul begini, mana bisa terap­kan sistem plat nomor ganjil-genap. Masa masyarakat disuruh ja­lan kaki karena ketidaksiapan angkutan umum,’’ kata pengamat transportasi dari Universitas In­do­nesia (UI) Darmaningtyas ke­pada Rakyat Merdeka, di Jakarta.

Untuk itu, lanjutnya, angkutan umum memadai itu merupakan syarat mutlak. Jangan mimpi terapkan kebijakan itu sekarang.

 Seperti diketahui, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo beren­cana menerapkan nomor polisi ganjil-genap mulai tahun depan demi mengatasi kemacetan di Jakarta.

Darmaningtyas selanjutnya mengatakan, ketersediaan ang­kut­an umum yang memadai, aman, dan nyaman menjadi fak­tor keberhasilan kebijakan ter­sebut.

“Sebagai suatu gagasan, me­nu­rut saya tidak masalah diterapkan daripada tidak melakukan apa-apa,” kata Wakil Ketua Masya­ra­­kat Transportasi Indonesia (MTI) itu.

Berikut kutipan selengkapnya:

Apakah rencana kebijakan ini tepat dilakukan di Jakarta?

Jadi begini. Kebijakan yang akan diterapkan ini karena faktor kemacetan di Jakarta yang sudah terlalu banyaknya kendaraan pri­badi. Kalau tidak ada upaya apa-apa, dalam pandangan pri­badi sa­ya, kita tidak akan punya penga­laman semacam itu.

    

Ada yang menilai kebijakan ini tidak tepat. Anda setuju?

Boleh saja orang menilai se­perti itu. Tetapi yang kita rasakan bah­wa untuk mengurangi kema­cetan itu tidaklah mudah.

   

Bukankah akan bertambah banyak yang memiliki kenda­ra­an pribadi karena membeli kendaraan lagi?

Bisa saja seperti itu. Tetapi be­rapa persen orang yang punya ke­mampuan membeli kendaraan baru. Kalau misalnya saja banyak yang membeli kendaraan, apakah industri otomotif akan mampu memenuhi dalam waktu sekejap.

Saya kira, kehawatiran-kekha­wa­tiran itu betul juga. Tapi ku­rang tepat. Karena orang juga akan berpikir untuk membeli ken­da­raan baru hanya sekadar me­nyiasati itu. Jika orang ber­pi­kir rasional, pada saat ken­da­ra­an­nya ti­dak dipakai maka akan me­ma­kai taxi atau kendaraan ang­kutan umum.

   

Apakah rencana kebijakan ini mampu mengurangi kema­cetan?

Saya selalu mengatakan, itu se­mua sangat tergantung pada ke­relaan warga Jakarta untuk ber­­kontribusi mengurangi ke­ma­­cet­an. Jika memilik rasa se­perti itu, maka kebijakan ini akan ber­­hasil.

Tetapi kalau warga Jakarta ti­dak punya kesadaran tinggi untuk berkontribusi mengurangi ke­macetan, bisanya hanya menge­luh saja, maka tidak akan berha­sil. Letaknya pada kesadaran war­ga untuk berkontribusi. Memang upaya untuk mengurangi kema­cetan dengan membatasi kenda­raan bermotor pribadi itu perlu dilakukan.

   

Bagaimana kalau banyak yang ditilang polisi dan justru membuat kemacetan di mana-mana?

Karena itulah, perlu adanya so­sialisasi yang cepat dan tepat. Ka­lau soal pelanggaran, kan se­ka­rang sudah ada teknologi Elec­tronic Road Pricing (ERP) yang bisa terkoneksi dengan Polda Me­tro Jaya atau terkoneksi dengan Dinas Perhubungan.


Bagaimana caranya?

Mau tidak mau pemerintah ha­rus bekerja sama dengan instan­si lainnya. Jadi nanti harus dipasang kamera CCTV di titik-titik terten­tu dan terkoneksi dengan pusat-pusat informasi tadi.

Pasti diketahui plat nomor be­rapa yang melanggar, itu bukan hal yang baru dan sulit. Tapi pe­me­rintah harus menyediakan ang­kutan umum yang memadai.


Bukankah sekarang ini kua­litas dan kuantitas angku­tan umum masih kurang?

Betul. Justru karena kekurang­an itulah maka pemerintah harus bi­sa terpacu untuk mem­per­bai­kinya.  Saya rasa, kalau tidak ada ke­­bijakan ini, maka tidak akan ada pembenahan angkutan umum yang signifikan. Yang saya tahu, dalam APBD, sudah ada rencana pembelian 1.000 bis sedang.

   

Kapan kebijakan ini siap diterapkan?

Dalam pandangan saya, harus di­lihat perkembangan angkutan umumnya. Kapan kira-kira akan di­perbaiki secara signifikan ter­gantung dari persiapan itu.

Saya kira perlu ada sosialisasi. Bukan merujuk pada waktu ter­tentu. Tapi kapan kesiapan ang­ku­t­an umum itu.

Kalau misalnya Maret sudah siap angkutan umum yang mema­dai, ya jalanin saja. Tapi, kalau kea­­daannya seperti sekarang, je­las nggak mungkin diterapkan sis­­­­tem itu. [Harian Rakyat Merdeka]  


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA