Demikian penegasan Ketua Umum Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi, Lamen Hendra Saputra, yang menyebut penghargaan dari Ratu Inggris kepada Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai penghinaan besar bagi rakyat Indonesia.
"Melihat kelakuan SBY, kami seperti
de javu melihat adegan di masa lalu. Di awal abad 19 diceritakan raja Jawa berkapitulasi di bawah kaki Kerajaan Inggris dengan Gubernur Jenderal Sir Stanford Raffles sebagai perwakilannya di Indonesia," ujar Lamen dalam pernyataan resmi LMND, Selasa (6/11).
Kini, sosok Raffles di abad 19 digantikan oleh konglomerat yang juga bangsawan Inggris bernama Sir Henry Keswick, yang faktanya adalah orang terkaya di Indonesia karena berhasil membukukan pendapatan senilai US$ 15,8 miliar atau setara Rp 157,7 triliun di tahun 2012 melalui perusahaan Astra Internasional/Jardine miliknya.
"Jujur kami merasa malu memiliki Presiden yang lebih mirip dengan
londo ireng daripada seorang Bapak Demokrasi, seperti yang belum lama ini dianugerahkan KNPI kepada SBY," tegasnya.
LMND menilai, SBY tidak layak dikatakan demokratis karena penyerahan ladang gas Tangguh ke Inggris adalah kebijakan yang terang-terangan melanggar pasal konstitusi tentang demokrasi ekonomi (Pasal 33 UUD 1945).
Seperti Blok Mahakam yang tidak boleh diserahkan ke Total Perancis, lanjut Lamen, ladang gas Blok Tangguh juga tidak boleh diserahkan ke British Petroleum Inggris dan AS. Apalagi, Blok Tangguh yang terletak di Papua yang mengandung cadangan gas 14,4 triliun kaki kubik (terbesar di Indonesia) adalah salah satu blok terkaya di dunia.
[ald]
BERITA TERKAIT: