Kabareskrim Ceritakan Penahanan Salah Seorang Tersangka Century

Di Hadapan Tim Pengawas Kasus Century DPR

Kamis, 11 Oktober 2012, 10:16 WIB
Kabareskrim Ceritakan Penahanan Salah Seorang Tersangka Century
Bank Century

rmol news logo Kabareskrim Polri Komjen Sutarman bicara mengenai penanganan kasus Bank Century di hadapan Tim Pengawas Penanganan Kasus Century DPR, kemarin.

Sutarman menyampaikan, notaris Yohanes Sarwono di­sang­ka ikut menggasak dana Century Rp 5 miliar lewat modus pen­jua­lan reksadana bodong. Yohanes juga disangka terlibat pencucian uang hasil pembobolan Bank Cen­­tury, dengan cara membeli aset Yayasan Fatmawati melalui PT Graha Nusa Utama (GNU) senilai Rp 25 miliar.

Sutarman yang hadir bersama Wakil Jaksa Agung Darmono me­negaskan, tersangka Yohanes Sar­wono terlibat tindak pidana pe­ni­puan, penggelapan dan pen­cucian uang. Pencucian uang itu disangka terkait kasus Bank Century.

Kasus penipuan nasabah dan penggelapan aset Century ini, kata Sutarman, menyangkut pen­jualan produk reksadana bodong PT Antaboga Delta Sekuritas. Ha­sil penjualan tersebut, menu­rut­nya, ditempatkan tersangka Sarwono dan tersangka lain yang bernama Totok Kuntjoro di rekening mereka.

Dari identifikasi kepolisian, se­but Sutarman, aliran dari Century melalui Antaboga, totalnya men­capai Rp 25 miliar. “Rp 20 miliar masuk ke Totok dan Rp 5 miliar ke Yohanes Sarwono,” kata bekas Kapolda Jabar ini.

Sejauh ini, berkas perkara ka­sus tersebut sudah masuk ke Ke­jaksaan Agung. Bahkan, untuk perkara atas nama Totok, ka­sus­nya sudah masuk persidangan. Su­tarman menambahkan, berkas perkara pencucian uang atas nama Sarwono juga sudah dilim­pahkan ke kejaksaan.

Menurut Sutarman, keter­li­batan Sarwono terungkap setelah Direktorat II Ekonomi Khusus Ba­reskrim memeriksa tersangka Direktur PT GNU Totok Kun­tjo­ro. Selaku Direktur PT GNU, To­tok diduga bekerjasama dengan pe­milik PT GNU, Robert Tan­tu­lar untuk melakukan pencucian uang.

Salah satu modus pencucian uang dilakukan dengan cara mem­beli aset tanah milik Yaya­san Fatmawati seluas 22 hektar. Di sinilah, peran Sarwono ter­ung­kap. Sutarman menjelaskan, pem­belian aset yayasan berjalan mulus setelah Sarwono berhasil menghubungkan PT GNU de­ngan Yayasan Fatmawati.

Lantaran itu, kepolisian sempat memasukkan nama Sarwono da­lam daftar pencarian orang (DPO). Dalam operasinya, ke­polisian akhirnya menangkap dan menahan Sarwono pada 3 Sep­tember lalu.

Kepolisian menyangka, notaris yang berkantor di bilangan Keba­yoran Baru itu, memiliki peran menghubungkan PT GNU de­ngan Yayasan Fatmawati. Atas upaya Sarwono, PT GNU me­ngu­curkan dana Rp 25 miliar ke Yayasan Fatmawati.

Belakangan, usaha menguasai aset yayasan kandas. Andreas Doni, kuasa hukum Yayasan Fat­ma­wati menyatakan, pihak yaya­san melaporkan usaha pengalihan aset tersebut ke kepolisian. La­po­ran pihak yayasan, didasari du­ga­an adanya dana Century yang dipergunakan PT GNU dalam pembelian aset Fatmawati.

Selain itu, katanya, yayasan ber­patokan pada putusan pe­nga­dilan yang memutuskan PT GNU gagal bayar. “Perjanjian pem­ba­ya­ran aset yayasan batal karena ada putusan pengadilan,” tandasnya.

Menyikapi perkembangan yang ada, pihak yayasan memilih melaporkan kasus dugaan pen­cucian uang Century ini ke Ma­bes Polri. “Kami menyimpulkan, uang PT GNU berasal dari dana Century,” jelasnya.

Lebih jauh, Kabareskrim Su­tar­man mengaku belum menyita aset tersangka Sarwono. “Masih kami proses,” ucapnya.

Dia tak menampik bila perkara atas nama Sarwono diklasifikasi dalam dua berkas perkara. Per­ta­ma, terkait kasus penipuan nasa­bah dan penggelapan aset An­ta­boga Delta Securitas. Kedua, me­nyangkut persoalan pencucian uang terkait pembelian aset Ya­yasan Fatmawati. Sutarman me­nambahkan, ke­polisian masih mem­buru ter­sangka lain. “Bebe­rapa nama DPO kasus ini masih kami cari,” katanya.

Menurut Kabareskrim, dalam pe­ngusutan skandal Century, pi­haknya telah menetapkan 38 ter­sangka. Tersangka itu ada yang su­dah divonis di pengadilan, ma­sih dalam proses persidangan, ada pula yang masih dalam pro­ses pemberkasan perkara.  Selain itu, kata Sutarman, pihaknya te­lah menyita sekurangnya Rp 350 miliar dana Century.

REKA ULANG

Ujung-ujungnya Robert Tantular

Polri tengah melacak kebera­daan tiga orang yang diduga m­e­lakukan pencucian uang dalam kasus Bank Century.

Pencucian uang, salah satunya dengan cara mengalirkan dana me­lalui PT Graha Nusa Utama (GNU) untuk membeli aset Yaya­san Fatmawati.

Karopenmas Polri Brigjen Boy Rafli Amar mengatakan, untuk melacak keberadaan tiga orang yang diduga melakukan tindak pidana pencucian uang itu, Polri sudah berkoordinasi dengan pi­hak terkait lainnya. “Termasuk dengan Interpol,” ucapnya.

Dia berharap, kepolisian mam­pu menangkap tiga DPO kasus Century yang menyeret nama Ya­yasan Fatmawati ini. Dengan begitu, kerugian negara akibat kasus tersebut bisa diminimalisir.

Boy melanjutkan, ketiga bu­ro­nan tersebut diduga menerima dana Century lewat PT GNU. Da­lam kasus ini, tak hanya nama ketiga DPO itu yang diduga mem­bobol dan melakukan pen­cucian uang.

“Masih ada nama lain yang telah diidentifikasi polisi terkait pencucian uang Century. Nama-nama itu antara lain, tersangka Sarwono, Totok Kuntjoro, Ro­bert Tantular dan Yayasan Fat­ma­wati,” katanya.

Sebelumnya, Kabareskrim Polri Komjen Sutarman di ha­dapan Timwas Century beberapa waktu lalu menyebutkan, dana Cen­tury yang ada di tangan Sar­wono, Robert, Totok dan Yayasan Fatmawati, sudah disita kepo­li­sian. “Sudah diblokir dan di­sita,” ucapnya seraya menambahkan, total dana Century yang disita dari GNU Rp 176 miliar.

Sementara kuasa hukum Ya­yasan Fatmawati Andreas Doni menyebutkan, para DPO kepo­li­sian itu antara lain, Umar Muc­k­sin, Febby dan Stefanus Farok. Dia berharap, perburuan kepo­li­sian segera membawa hasil opti­mal. “Hal itu ditujukan agar per­kara pencucian uang yang me­nye­ret Yayasan Fatmawati segera tuntas,” katanya.

Menurut Sutarman, penetapan status tersangka pada Sarwono dilakukan sejak 13 Agustus 2012. Tersangka diduga menyalurkan letter of credit (L/C) fiktif untuk me­ngeruk uang nasabah Anta­boga. Hal itu dilakukan Sarwono dan koleganya dengan men­ga­lir­kannya ke 11 perusahaan. Iro­nisnya, 11 perusahaan tersebut se­luruhnya diduga terkait dengan Robert Tantular.

Salah satunya diduga mencuci uang dengan cara mengalirkan dana untuk membeli tanah Ya­yasan Fatmawati. Kabareskrim Polri Komjen Sutarman me­nya­takan, dugaan pencucian uang ini teridentifikasi dari laporan Ya­yasan Fatmawati.

Pengurus yayasan menilai, ada  kejanggalan pada pengalihan aset mereka ke tangan bekas bos Cen­tury, Robert Tantular lewat ter­sangka Totok Kunjtoro. Kata Su­tarman, setelah diselidiki, Totok merupakan salah satu direktur PT Graha Nusa Utama.

Tidak Ada Alasan Untuk Ulur-ulur Waktu

Yenti Garnasih, Pengamat Pencucian Uang

Dosen hukum tindak pidana pencucian uang Universitas Tri­sakti Yenti Garnasih me­nya­ta­kan, kepolisian punya piranti un­tuk mengusut tuntas kasus pencucian uang.

Jadi, tegas Yenti, tidak se­mes­­tinya pengusutan perkara pen­cucian uang berjalan lam­b­an. “Tidak ada alasan bagi ke­po­li­sian untuk mengulur-ulur waktu penuntasan kasus seperti ini,” katanya.

Karena pada prinsipnya, lan­jut Yenti, pencucian uang bisa ditelusuri dengan mudah jika ada tindak kejahatan atau tindak pidana asalnya. Dengan kata lain, siapa pun yang terindikasi akan mudah teridentifikasi.

Hanya persoalannya, me­nu­rut Yenti, terkadang kepolisian masih enggan menyingkap ali­ran dana suatu kasus secara mak­simal. Banyak alasan yang mendasari hal tersebut. “Ke­mau­an sangat menentukan ke­berhasilan mengungkap kasus pen­cucian uang ini,” ucapnya.

Kemauan keras kepolisian, ka­tanya, akan membuahkan efek yang positif. Keberhasilan-keberhasilan menyingkap per­kara pencucian uang, dengan sendirinya membuat para pe­laku kasus ini jera. “Bisa me­nim­bulkan efek jera,” tandasnya.

Dia menilai, secara umum pe­laku kasus pencucian uang berasal dari kelompok elit. De­ngan kemampuan menguasai seluk beluk perbankan, mereka acap melakukan kejahatannya dengan beragam pola.

Lebih jauh Yenti me­ngi­ngat­kan, pola pembobolan Bank Century oleh Robert Tantular dan kroninya menjadi contoh nyata. Karena itu, diharapkan, regulasi maupun piranti pe­ngawasan sektor perbankan di­perketat.

Janganlah Buru-buru Berpuas Diri

Deding Ishak, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR De­ding Ishak mengapresiasi lang­kah kepolisian dalam me­ne­lusuri kasus Bank Century.

Dia mengharapkan, selain ber­upaya optimal me­ngem­ba­li­kan kerugian negara, kepolisian juga mesti maksimal memburu para DPO kasus ini. “Ko­mit­men polisi saya rasa sudah sa­ngat jelas,” katanya.

Deding menyatakan, pene­ta­pan tersangka, penahanan dan pelimpahan berkas perkara ter­sangka Sarwono, idealnya di­lakukan secara cepat. Hal itu di­tujukan supaya kasus penipuan, penggelapan dan pencucian uang yang menjadi domain ke­polisian bisa terbuka secara gamblang.

Ia mengibaratkan, kasus Century yang terkait dengan Ya­ya­san Fatmawati ini mem­i­liki potensi menyeret keter­li­ba­tan pihak lain. Karenanya, du­gaan-dugaan adanya ke­ter­libatan sejumlah pihak di sini, perlu segera diklarifikasi.

“Lakukan penyelidikan dan penyidikan yang proporsional. Jangan sampai ada pihak yang lo­los dari jerat hukum,” tandasnya.

Dia menambahkan, sekali­pun sudah ada tersangka, ter­dakwa dan terpidana di kasus ini, kepolisian tidak boleh puas. Soalnya, saat ini masih ada se­jumlah nama yang masih buron. Untuk itu, intensitas perburuan para buronan ini juga harus di­maksimalkan. “Peranan mereka yang buron itu saya rasa besar dan signifikan,” tuturnya.

Karena alasan itulah, lan­jutnya, para pihak yang diduga ter­libat kasus Century memilih lari dari tanggungjawab hukum. “Polisi lewat jaringan Interpol, hendaknya mampu melacak dan menangkap mereka,” kata politisi Partai Golkar ini.

Kemampuan melacak dan meringkus para DPO tersebut, sambungnya, bisa jadi alat untuk membangun kepercayaan publik pada kepolisian yang kini ambruk. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA