WAWANCARA

Marciano Norman: Otak Rentetan Teror Solo Orangnya Itu-itu Saja ...

Rabu, 05 September 2012, 09:22 WIB
Marciano Norman: Otak Rentetan Teror Solo Orangnya Itu-itu Saja ...
Marciano Norman

rmol news logo Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman mengungkapkan, otak pelaku teror di Solo, Jawa Tengah, berkaitan dengan teror sebelumnya.

“Pasti ada kaitan dengan teror Solo sebelumnya. Otaknya itu-itu saja. Mereka itu selalu me­lihat peluang. Begitu ada pe­luang, langsung bertindak. Me­reka ingin menunjukkan bahwa mereka ada,” kata Marciano Nor­man kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, pihak kepolisian su­dah mengambil langkah yang terukur dan terus mengem­bang­kan laporan intelijen. BIN sangat mengapresiasi ke­po­lisian karena sudah mela­kukan tindakan tepat terhadap ke­lompok teroris.

    

Berikut kutipan selengkapnya:

Siapa pelaku sebelumnya itu?

Kalau kami mengungkap orang­­­nya,  bisa merusak pene­lusuran yang sedang dilakukan ke­polisian. Tentunya pihak ke­po­lisian yang secara intens me­lakukan penge­jaran sudah tahu rentetannya.

Yang jelas, rentetan teror Solo berkaitan satu dengan lainnya. Ini berarti otaknya juga sama.  

Kapan pelakunya ditang­kap?

Pe­nyer­gapan itu butuh waktu yang tepat. Tindakan-tindakan yang di­lakukan Polri belakangan ini sudah sangat baik.

   

Apa BIN juga mencium akan terjadi kejadian serupa di dae­rah lain?

Kejadian ini bisa terjadi lagi. Tetapi jika kita mampu men­do­rong semua aparat, termasuk ma­syarakat, untuk peduli dalam mem­batasi ruang gerak mereka, saya rasa mereka tidak berkem­bang.

Mereka tidak boleh diberi ruang bebas. Kita harus sama-sama mengontrol mereka. Kita harus punya inisiatif agar mereka tidak berkembang. Itu yang harus dioptimalkan.


Apa yang bisa dilakukan ma­syarakat?

Apabila masyarakat melihat kejanggalan-kejanggalan adanya orang yang tidak layak bersen­jata, tapi membawa senjata atau melihat orang yang mencuri­ga­kan, maka harus dilaporkan ke­pa­da petugas, baik kepolisian atau TNI.

Dengan masyarakat melapor cepat, maka membatasi ruang ge­rak teroris. Kalau tingkat ke­pe­dulian masyarakat tinggi, ke­mu­dian aparat selalu siap, tentu ruang gerak mereka semakin sem­pit.


Apa sebelum kejadian, BIN sudah mencium rencana aksi itu?

Kami ini punya komunitas intelijen yang selalu sharing. Kal­au kami dapat informasi, lang­sung kami lemparkan ke Badan Intelkam Mabes Polri. Kami juga share ke Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI. Kemudian mereka share juga ke bawah.

Kami juga ada hubungan lang­sung ke Densus 88, pihak yang berwenang melakukan eksekusi atau melakukan tindakan-tin­dak­an ketika mendapatkan infor­masi. Sharing informasinya jalan terus.

   

Sejak kapan BIN mencium rencana itu?

Saya rasa itu semua melalui pengamatan yang panjang. Di dalam era sekarang ini, kepolisian tidak punya wewenang me­lakukan penangkapan dan seb­a­gainya jika seseorang itu baru se­batas diduga.

   

Tunggu mereka beraksi begitu?

Pihak keamanan harus bisa menangkap secara basah bahwa tar­get atau orang yang bersang­kutan ini benar-benar membawa senjata.

Kalau mereka baru sebatas ber­kumpul, belum bisa ditang­kap. Se­bab, bukti-buktinya belum cukup. Bukti-bukti itu harus dimantapkan dulu.

 Yang jelas, orang-orang yang dicurigai selalu kami infor­masikan kepada semua pihak, ter­utama kepada kepolisian.

   

Apa kepolisian mendapatkan informasi dari BIN?

Dalam posisi seperti ini, kami juga nggak mau seolah-olah BIN mengambil keuntungan dari ke­jadian itu. Ini kan atas kerja sa­ma semua pihak.

Yang harus di­apresiasi itu keberhasilan Polri dan Densus 88. Mereka sudah me­lakukan tindakan dan menang­kap secara basah. Itu kan sulit.

Apa yang sudah dilakukan Polri meskipun pada akhirnya ja­tuh korban, itu risiko dari operasi penyergapan karena mereka ber­senjata.

   

Apakah mereka balas den­dam terhadap kepolisian?

Balas dendam itu pasti. Mereka ingin melakukan perlawanan pada kelompok-kelompok yang dipandang menekan mereka.

Sebenarnya, ruang gerak mere­ka kan terbatas. Berada dalam kondisi tertekan.

Ruang gerak teroris itu harus dibatasi karena musuh kita ber­sama. Jangan hanya diserahkan ke kepolisian. Tapi peran ma­sya­rakat dalam memberikan infor­masi itu sangat penting.

BIN dan TNI sudah optimal dalam memberikan informasi-in­formasi yang harus diolah ke­po­lisian.


Apakah mereka ada kait­an­nya dengan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) seperti yang di­ka­takan Kepala BNPT An­syaad Mbai?

Farhan ini kan ada kaitannya dengan kelompok itu. Farhan juga pernah ikut latihan di Fi­lipina. Mungkin itu penilaian Pak Ansyaad selaku Kepala BNPT. Far­han ini memang ada catat­an­nya bahwa dia pernah di Fili­pina. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA