WAWANCARA

Din Syamsuddin: Relokasi Muslim Syiah Bukan Solusi Tepat

Selasa, 04 September 2012, 09:16 WIB
Din Syamsuddin: Relokasi Muslim Syiah Bukan Solusi Tepat
Din Syamsuddin

rmol news logo Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyarankan pemerintah dan ulama menggelar dialog menyelesaikan konflik Sunni dengan Syiah di Sampang, Madura, Jawa Timur.

“Saya bukan pro Syiah, hal-hal se­macam ini harus ditanggulangi de­ngan segera agar tidak menjadi rumit. Jangan sampai ada intole­ran­si antar umat,”kata Din Syam­suddin kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurutnya, relokasi kaum mus­lim Syiah bukanlah solusi tepat. Ini membuat preseden buruk. Sebab, ada penge­lom­po­kan-pengelompokan antara ma­yoritas dengan minoritas. Di­mensi keadilan negara harus di­realisasikan terhadap warga ne­gara, termasuk dalam hal sosial, ekonomi, dan keamanan.

“Jangan terlalu demonstratif. Dalam dimensi politik, negara ha­rus tegas dan mencari solusi netral. Saya kurang setuju dengan fatwa MUI Jawa Timur yang menyatakan Syiah sesat,” ujarnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Seharusnya pemerintah ber­si­kap bagaimana?

Pemerintah jangan mem­biar­kan masalah ini. Jangan meng­anggap sederhana masalah ini. Saya kira harus ada rekonsiliasi agar tidak ada kesan keberpi­ha­kan pemerintah.


Kenapa Anda berkata seperti itu?

Ini kejadian yang telah teru­lang. Tapi masalahnya kok pen­dekatan negara itu escape from the problem. Yakni lari dari masa­lah atau tak mau menanganinya. Apalagi sampai menyalahkan intelijen bekerja buruk atau lalai.

Sebenarnya saya tidak mau mengkritik, takut dianggap saya terus mengkritik pemerintah. Ta­pi menurut saya, apa yang dila­kukan pemerintah saat ini tidak menyelesaikan masalah, hanya menyisakan masalah.


Ada yang bilang kerusuhan Sam­pang masalah keluarga?

Masalah keluarga kok tidak bisa segera diselesaikan dengan baik antar keluarga. Masalah ini kan sudah terulang. Mungkin nan­ti juga terjadi lagi masalah yang sama. Ini yang harus dice­gah.

Apalagi  beredar surat dari ula­ma-ulama tertentu yang meng­halalkan darah tokoh-tokoh Syiah tertentu, ini kan bahaya.


Surat itu provokasi ya?

Saya rasa itu masalah keyaki­nan saja. Karena mereka meng­anggap Syiah itu sesat. Tapi kare­na dia kiai-kiai atau menyebut di­rinya kiai dan menghalalkan da­rah tokoh Syiah, itu sudah salah.


Anda dapat dari mana infor­masi itu?

Saya mendapat laporan dari daerah yang menyebutkan mere­ka (tokoh Syiah-red) terancam. Ta­pi itu lokasinya bukan di Ma­dura. Kalau sudah sampai begitu, nanti pasti ada aksi dan reaksi susulan. Namun saya sudah bilang ke tokoh Syiah untuk tidak berkomentar.


Keberadaan aliran Syiah ini bagaimana?

Syiah ini lebih luas dari Ahma­diyah. Dibandingkan Ahmadi­yah, Syiah sudah hadir sebelum­nya. Namun masalah Ahmadiyah saja nyatanya sampai sekarang tidak tuntas juga toh.


Kenapa ulama menyatakan Syiah sesat?

Kalau kalangan ulama bilang itu haram, ini haram, tidak akan me­nyelesaikan masalah, so what gi­tu loh. Buat saya tetap saja di­­per­bolehkan untuk Syiah ada di In­donesia, tapi memagari umat agar tidak mengikuti ali­ran itu, ta­pi diiringi langkah-lang­kah dak­wah. Ini bukan be­rarti saya men­du­kung Syiah, ta­pi ini kare­na ukhu­wah isla­miah harus kita jaga.


Maksudnya?

Pada prinsipnya jika sebuah aliran Syiah berada dalam keya­kinan dasar yakni syahadat, soal mereka mau masuk surga atau ti­dak, itu urusan Allah. Lain halnya kalau Syiah tidak bersyahadat, maka saya akan ikut menyatakan Syiah itu sesat.


Seharusnya ulama bersikap bagaimana?

Ulama bertanggung jawab le­bih. Kalau menyebutkan sesat ma­ka akan menjadi masa­lah. Apa­lagi sebuah masalah itu ber­himpitan dengan masalah ke­luar­­ga, budaya, dan sosial eko­nomi.

Itu bagaikan rumput ke­­­ring yang mudah terbakar. Tambah fatalnya lagi kalau pe­mangku amanah turun dan meng­a­takan itu masalah kecil, masalah ke­luarga. Ini namanya penye­der­­hanaan masalah dan lari dari masalah.

Perlu diketahui juga. Sebenar­nya yang tidak ber-Tuhan juga tidak jadi masalah. Sebab, dalam Al-Quran tidak diatur, itu urusan dia untuk tidak beriman.

Cuma di Indonesia yang men­cantumkan Ketuhanan Yang Ma­ha Esa pada sila pertama Pan­casila.


Pemerintah harusnya bagai­mana?

Pemerintah seharusnya berpe­gangan pada UUD 1945, maka harus melindungi semua. Seperti Ahmadiyah, secara individual boleh, tapi ketika mengem­bang­kan organisasi dan mengajak, itu tidak boleh.

Secara histori Syiah ini sejak Orde Baru berkembang dan ka­der­nya banyak. Akan lebih rumit dan tidak sesederhana yang di­pikirkan.

Untuk saat ini langkah yang di­ambil oleh  negara dan ulama  hen­dak­nya mengedepankan dialog, re­konsiliasi atau lainnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA