Pemerintah diharapkan lebih aktif berperan untuk perdamaian dunia seperti zaman Soekarno, sehingga Indonesia dihargai dan dihormati di kancah internasional.
“Pemerintah sekarang ini kuÂÂrang aktif. Seharusnya kalau ada tragedi kemanusian di dunia ini, pemerintah cepat bertindak. Misalnya kasus terbaru tragedi RoÂÂhingya, Indonesia seharusnya berÂperan untuk menyelesaiÂkanÂnya dengan cepat,’’ ujar SekreÂtaris Eksekutif Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Benny SuÂsetyo, kepada Rakyat MerÂdeka, kemarin.
Benny mengapresiasi langÂkah bekas Wapres Jusuf Kalla (JK) yang menggalang aksi soÂÂliÂdaÂriÂtas untuk membantu pengungsi etÂnis Rohingya, MyanÂÂmar. TuÂjuanÂnya, menguÂpayakan rehaÂbiÂliÂtasi dan relokasi pengungsi.
“Pak JK sudah melakukan hal yang benar dalam meningkatkan solidaritas umat beragama dalam perdamaian dunia,†ujarnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Kita harus kembali kepada amaÂnat konstitusi yang mengaÂtaÂkan bahwa Indonesia ikut menÂciptakan perdamaian dunia, maka haÂrus aktif menjalanÂkanÂnya, terÂmasuk mendamaikan traÂgedi RoÂhingya.
Caranya bagaimana?
Indonesia harus menunjuk orang yang memiliki kemamÂpuÂan diplomasi di tingkat ASEAN maupun tingkat Internasional.
Bukankah sudah ada KeÂmenÂlu?
Kemenlu saja tidak cukup, kita buÂtuhkan diplomat-diplomat seÂperti zaman Adam Malik dan Agus Salim. Mereka adalah toÂkoh yang memiliki kemampuan diÂplomasi yang luar biasa di dalam perdamaian.
Apa untungnya buat IndoÂnesia?
Tentu ada untungnya. DeÂngan melakukan itu, tentu InÂdonesia akan dihargai sebagai negara beÂsar yang menjalankan misi perÂdamaian, kita harus membÂaÂngun kembali harga diri bangÂsa yang dulu sebagai sumÂber keÂÂkuatan ASEAN daÂlam menÂÂcipÂÂtakan perÂdamaian di kaÂÂÂwaÂsan Asia.
Artinya kalau ada konflik, diÂplomasi selalu kita kedepankan, saat ini Menlu perlu dibantu unÂtuk membangun citra bangsa dan negara di mata dunia.
Perlu lembaga atau staf ahli lagi?
Tidak perlu, Presiden hanya perlu memberikan panduan bagi Kemenlu untuk menjalankan fungsi diplomasi.
Bagaimana Anda melihat masalah pengungsi Rohingya?
Masalah Rohingya adalah maÂsalah kemanusiaan, maka kita sebagai negara-negara ASEAN harus menunjukkan solidaritas yang kuat. Itu artinya masyarakat harus memiliki keperdulian untuk memberikan bantuan.
Bukankah ada saat ini sudah ada kesepakatan antara pemeÂrinÂtah Myanmar dan OKI?
Benar. Berdasarkan hasil perÂtemuan Organisasi Kerja sama Negara-negara Islam (OKI) deÂngan pemerintah Myanmar yang dipelopori Ketua Palang Merah Indoensia (PMI), Jusuf Kalla. SeÂkarang ini sudah ada kesepakatan untuk melakukan solidaritas kemanusiaan itu.
Tidak cukup. Pengungsi dalam kasus Rohingya ini kita harus meÂlaÂkukan kerja sama dengan PBB dan UNDP untuk memberikan temÂÂpat yang layak. Paling tidak deÂngan langkah yang ditempuh JK dan OKI kita berharap para pengungsi bisa kembali ke tempat mereka semula, kan sudah ada usaha titik temu.
Tetap diharapkan koordinasi dengan PBB dan UNDP sampai neÂgara yang bersangkutan meÂneÂriÂÂma atau ada negara lainnya yang menerima pengungsi ini.
Selain itu, bantuan kemanuÂsiaÂan dari ASEAN sangat dibutuhÂkan. ASEAN harus berperan memÂÂberikan perlindungan untuk menyelesaikan konflik dan keÂpastian hukum. Artinya martabat manusia harus diselamatkan dan pengungsi ini harus mendapatkan penghidupan yang layak.
Kenapa tidak tinggal di InÂdonesia saja?
Ini kan hanya untuk sementara. Tidak bisa menetap juga, harus ada konstitusi yang mengatur itu, kecuali mereka mau jadi warga negara Indonesia.
Apa yang KWI minta untuk penyelesaian tragedi Rohingya?
Kami sih berharap pemerintah Myanmar segera memulai proses rehabilitasi dan rekonstruksi. ProÂgram tanggap darurat tidak boleh lebih dari enam bulan.
Kami telah memberikan banÂtuÂan untuk tragedi kemanusiaan ini. Kami bergerak untuk melaÂkuÂÂkan kegiatan kemanusiaan. BahÂkan di Timur Tengah, KWI melaÂkuÂkan kegiatan kemanusiaan di sana.
Apakah perhatian Indonesia beÂlum cukup mengenai kasus ini?
Belum. Selama ini kan yang jalan adalah JK dan solidaritas maÂsyarakat. Kita berharap, ke deÂpan pemerintah Indonesia sebaÂgai negara ASEAN bisa ikut lebih berperan mencari solusi masalah kemanusiaan.
Bila terjadi konflik SARA, bagaimana KWI dan tokoh agaÂma lainnya menyelesaikan?
Melihat masyarakat kita kasus SARA seringkali ada faktor keÂpenÂtingan tertentu atau dalam arti seringkali masyarakat ditungÂgangi politik tertentu. Tapi hal itu kini tidak lagi laku di negara kita.
Selain itu, para tokoh agama selalu melakukan pertemuan unÂtuk mencari solusi atas konflik yang terjadi. Kita berharap pemeÂrintahan Myanmar bisa meniru apa yang dilakukan di sini. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: