Polisi Tetapkan Satu Tersangka Fasilitas Riset Flu Burung

Lakukan Penggeledahan Di Bandung Dan Cisarua

Minggu, 12 Agustus 2012, 09:06 WIB
Polisi Tetapkan Satu Tersangka Fasilitas Riset Flu Burung
ilustrasi/ist
rmol news logo .Bareskrim Mabes Polri menangani kasus dugaan mark up pembangunan fasilitas produksi, riset dan alih teknologi vaksin flu burung di Kementerian Kesehatan.

Menurut Kepala Biro Pe­ne­rangan Masyarakat Polri Brigjen Boy Rafli Amar, kepolisian mulai mengusut kasus ini berdasarkan laporan masyarakat pada 5 April 2012. Dari situ, 44 saksi dimintai keterangan. Saksi-saksi itu, yakni 15 orang dari panitia pengadaan barang dan jasa, 15 orang dari pa­nitia penerima barang, 11 orang tim teknis penerima barang dari PT Biofarma dan Universitas Air­langga, dan tiga orang dari pe­ru­sahaan rekanan.

Selain memeriksa saksi, lanjut Boy, penyidik juga menggeledah PT Biofarma di Bandung dan Ci­sarua, Jawa Barat, sebuah la­bo­ra­torium universitas di Surabaya, dan sebuah gudang di Bandung. Dari penggeledahan itu, penyidik me­nyita peralatan produksi vak­sin flu burung serta uang Rp 224 juta dan 31.200 dolar Amerika Se­rikat.  “Semuanya disita untuk di­jadikan barang bukti,” imbuhnya.

Sejauh ini, katanya, meka­nis­me lelang masih menjadi per­ha­tian kepolisian. Mekanisme le­lang yang diduga menyalahi ke­ten­tuan ini, menjadi dasar bagi ke­polisian untuk melakukan pe­ne­tapan tersangka terhadap pejabat pembuat komitmen berinisial TPS.

Untuk mendalami kasus yang diduga merugikan negara sekitar Rp 300 miliar, dari total nilai pro­yek Rp 718,8 miliar ini, ke­po­li­sian melakukan serangkaian penggeledehan dan meminta ke­te­rangan saksi-saksi ahli. Hal itu di­lakukan guna memperoleh buk­ti-bukti tambahan seputar pe­nga­daan dan pelaksanaan proyek pem­bangunan pabrik.

Boy mengaku, bukti-bukti dan keterangan saksi ahli, juga di­tu­jukan untuk melengkapi bukti-bukti tentang kemungkinan ada­nya keterlibatan pejabat lain. Ma­k­anya, dia tak menepis kemung­kinan polisi akan menetapkan tersangka baru.

Tersangka baru itu kemung­ki­nan berasal dari pihak swasta, da­lam hal ini perusahaan reka­nan. Bahkan, bisa mengarah ke­pada pejabat yang levelnya di atas pe­jabat pembuat komitmen alias kuasa pengguna anggaran (KPA) di Kementerian Kese­hatan. “Kami masih melakukan pen­­dalaman, me­lakukan penyi­di­kan,” tuturnya.  

Bekas Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya ini menam­bah­kan, kepolisian akan menganalisa hasil penyidikan yang telah di­la­kukan. Dengan begitu, keter­kai­tan maupun relevansi pejabat di atas tersangka, baru bisa terlihat setelah penyidikan selesai.

 â€œKita lihat konteksnya nanti, apakah ada bukti yang cukup, atau ada keterkaitan dengan yang di atas­nya lagi.”

Menurut bekas Kapoltabes Pa­dang, Sumatera Barat ini, untuk menemukan tersangka lainnya, penyidik tengah mendalami tiga vendor yang diduga menyuplai barang dan jasa ke pemenang ten­der, yaitu PT Anugerah Nu­san­tara. Namun, dia menolak men­je­laskan, apakah pemenang ten­der PT Anugerah Nusantara me­rupakan anak perusahaan milik bekas bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin.

Untuk menjawab hal itu, kata­nya, kepolisian harus melihat data tertulis atau akte otentik peru­sa­haan yang dimaksud. Me­n­u­rut­nya, akte otentik perusahaan te­ngah dipelajari kepolisian. Dia yakin, dalam waktu dekat ke­po­lisian bakal melansir daftar nama para pihak yang duduk di peru­sa­haan tersebut.

Saat dikonfirmasi mengenai belum adanya penahanan ter­sang­ka, Boy beralasan, hal itu me­rupakan kewenangan penyi­dik. “Jika dianggap perlu di­lakukan penahanan, penyidik akan memutuskan hal tersebut,” ujarnya.

Reka Ulang

Kemenkes Didera Sederet Kasus Korupsi

Kementerian Kesehatan ter­belit sejumlah kasus dugaan ko­rupsi. Kasus itu ada yang dit­a­ngani KPK, ada pula yang dita­ngani Polri. Yang ditangani KPK antara lain kasus pengadaan alat kesehatan dengan terdakwa bekas Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan Rustam Syarifuddin Pakaya.

Berdasarkan dakwaan jaksa pe­nuntut umum (JPU) dalam si­dang di Pengadilan Tipikor Ja­karta pada Kamis 9 Agustus, Rus­tam secara sendiri-sendiri mau­pun bersama-sama Direktur Uta­ma PT Graha Ismaya Masrizal Achmad Syarief, sekitar Maret 2007 sampai Desember 2008 di Kantor Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan, Jalan Rasuna Said, Kuningan Ja­karta Selatan, melakukan penga­turan proses pengadaan alat kese­hatan 1 untuk kebutuhan Pusat Pe­nanggulangan Krisis dari dana Daftar Isian Pelaksanaan Angga­ran (DIPA) Revisi APBN 2007.

Cara pengaturan itu, yakni me­ngarahkan penyusunan spe­si­fi­kasi teknis untuk pengadaan alkes 1 pada merek tertentu, me­nye­tu­jui pengadaan tanpa peng­u­mu­man di media cetak nasional, me­ngesahkan harga perkiraan sen­diri (HPS) yang disusun tidak ber­dasarkan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan, tidak mengendalikan pelaksanaan kontrak sebagaimana mestinya.

“Yakni, menandatangani Be­rita Acara Penerimaan Barang yang menyatakan telah diterima secara lengkap, padahal ke­nya­ta­annya be­lum lengkap,” kata JPU Agus Sa­lim di Pengadilan Ti­pikor Jakarta.    

Pengaturan itu, menurut JPU Komisi Pemberantasan Korupsi, bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pe­ngadaan Barang dan Jasa Pe­me­rintah. Akibat pengaturan itu, Rustam didakwa melakukan per­buatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi. Sehingga, merugikan keuangan negara sekitar Rp 22 miliar.

KPK juga telah menetapkan be­kas Sekretaris Direktorat Jen­de­ral Bina Pelayanan Medik De­partemen Kesehatan Ratna Dewi Umar sebagai tersangka. Tapi, se­jak ditetapkan sebagai ter­sangka pada Mei 2010, Ratna belum disidang.  

Selain itu, tersangka kasus du­ga­an korupsi pengadaan alat ke­sehatan untuk penanggulangan flu burung tahun anggaran 2007 ini, belum ditahan Komisi Pem­berantasan Korupsi. “Belum P21. Tampaknya belum selesai. Masih proses,” ujar Kepala Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo.

Saat dihubungi, Ketua KPK Abraham Samad menyampaikan, Komisi Pemberantasan Korupsi sama sekali tidak berupaya meng­gantung pengusutan perkara korupsi pengadaan alkes tersebut.

Lantaran itu, Abraham berjanji segera mengecek, sudah sejauh­mana penanganan kasus tersebut di KPK. “Akan saya cek ke ba­gian penyidikan. Yang saya bisa ja­min, tidak ada kasus yang dipe­tieskan di KPK,” katanya kepada Rakyat Merdeka.

Gara-gara Kemenkes didera se­jumlah kasus korupsi, bekas Men­teri Kesehatan Siti Fadilah Su­pari mesti bolak-balik diperik­sa KPK sebagai saksi. Menurut Kepala Bagian Pemberitaan dan In­formasi KPK Priharsa Nug­raha, ada empat kasus dugaan ko­rupsi di Kementerian Kesehatan yang ditangani KPK, yaitu kasus penanganan flu burung pada 2006, penanganan flu burung 2007, pengadaan alat kesehatan rontgen 2007 dan penang­gu­la­ngan krisis pada 2007.

“Setiap satu kasus itu ada lebih dari satu tersangka. Misal­nya, un­tuk kasus flu burung 2006, Ibu Siti Fadilah diperiksa beberapa kali sebagai saksi un­tuk tersangka yang berbeda, ka­rena tersan­g­ka­nya kan tidak ha­nya satu,” ujarnya.

Sebelumnya, pada Selasa, 23 Agustus 2011, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta men­jatuhkan vonis 3 tahun penjara kepada bekas Sekretaris Menteri Koordinator Kesejahteraan Rak­yat Sutedjo Yuwono. Majelis Ha­kim memutuskan, Sutedjo ter­bukti bersalah melakukan korupsi pengadaan alkes penanggulangan flu burung di Kementerian Koor­dinator Kesejahteraan Rakyat pada 2006.

KPK juga mengembangkan kasus lain yang berkenaan de­ngan pengadaan alat kesehatan, bukan hanya perkara pengadaan alkes flu burung. “Kasus alkes itu lebih dari satu. Kalau tidak salah, ada empat kasus. Itu berbeda-beda,” ujar Kepala Biro Humas KPK Jo­han Budi Sapto Prabowo.

Jangan Berhenti Di Panitia Lelang

Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari meminta kepolisian segera menuntaskan kasus korupsi vaksin flu bu­rung. Soalnya, selain sudah lama ditangani, dugaan korupsi di Kementerian Kesehatan ini juga ada yang diusut KPK dan Kejaksaan Agung.

Untuk itu, sinergi antar ketiga lembaga penegak hukum ini perlu diintensifkan. “Sinergi an­tar lembaga penegak hukum saat ini penting. Agar tidak ter­jadi salah persepsi,” ucapnya.

Dia menyatakan, sekalipun su­dah ada tersangka dalam ka­sus vaksin flu burung, polisi ha­rus lebih intensif menggali fak­ta-fakta.  Sehingga, ditemukan peran pihak lain yang lebih signifikan.

Menurut Eva, pengusutan ka­sus ini tak boleh berhenti sam­pai level panitia lelang. Pe­ne­lu­suran perlu dilanjutkan ke pe­rusahaan pemenang lelang dan pejabat yang menjadi kuasa peng­guna anggaran. Maksud­nya, bagaimana teknis pem­ba­ha­san anggaran sampai tahap pe­laksanaan lelang dan pe­lak­sanaan proyek, semua harus di­kaji secara terperinci.

Dari situ, penyidik akan men­d­apatkan masukan atau bukti-bukti yang bisa dijadikan alat untuk menetapkan status ter­sangka lain. Dia menduga, ka­sus proyek vaksin flu burung ini melibatkan kelompok elit. Pasalnya, dugaan keterlibatan pe­rusahaan milik M Naza­rud­din sejak jauh hari sudah di­de­teksi kepolisian.

Namun anehnya, kenapa ke­po­lisian baru terlihat gencar me­nangani kasus ini belaka­ngan. Dia pun mempertanyakan sikap kepolisian yang kurang konsisten tersebut. Seharusnya, dalam kapasitas sebagai pe­ne­gak hukum, penyidik kepolisian tak boleh ewuh-pakewuh dalam menentukan arah penyidikan.

“Mereka punya kewenangan mutlak dalam  mengambil tin­dakan hukum. Hal itu dijamin konstitusi. Jadi tidak perlu ragu-ragu menentukan sikap,” tutur­nya. Apalagi, akibat kera­guan tersebut, pengusutan ka­sus ko­rupsi besar jadi te­r­beng­kalai.

Pakai Teknik Sidik Balik

Marsudhi Hanafi, Purnawirawan Polri

Brigjen (purn) Marsudhi Ha­nafi menyampaikan, penyidik Tipikor Bareskrim mengg­u­na­kan teknik sidik balik dalam me­ngungkap kasus korupsi pro­yek vaksin flu burung. Dari situ, diharapkan, keterlibatan pihak di atas panitia lelang bisa ter­bongkar secara gamblang.

“Penyidik menggunakan tek­nik sidik balik,” katanya. Me­nurut dia, teknis tersebut sah-sah saja dilakukan penyidik. Da­lam mekanisme sidik balik ini, biasanya, penyidik mene­tap­kan tersangka di tingkat midle atau sekelas panitia lelang.

Dari situ, kepolisian me­nin­daklanjuti semua rangkaian yang terkait dengan kejahatan itu ke beberapa arah. Bisa ditin­daklanjuti ke tingkat pejabat yang menjadi kuasa anggaran. Maupun, ke level swasta atau pemenang tender lelang.

Menurutnya, strategi itu cu­kup ampuh dalam mengusut perkara. Jadi, kata dia, semua pi­hak tidak perlu pesimistis de­ngan langkah yang diambil pe­nyidik. Sebab pada gilirannya nanti, penyidik juga akan me­ne­mukan keterlibatan pihak lain alias tersangka baru.

Penanganan kasus dugaan ko­rupsi proyek vaksin flu bu­rung ini, hendaknya menjadi  momentum buat kepolisian da­lam memperbaiki kinerjanya. Hal ini penting, mengingat so­rotan masyarakat pada kepo­li­sian saat ini begitu besar.

Dia menambahkan, besarnya sorotan masyarakat itu menun­ju­kan bahwa masyarakat men­cintai kepolisian. Asal, tindak-tan­duk personel kepolisian me­nunjukan sikap tanggungjawab dan integritas korps kepolisian.

“Sayang jika kecintaan m­a­sya­rakat disia-siakan begitu saja,” kata bekas Ketua Tim Pen­cari Fakta (TPF) Kasus Pem­bunuhan Munir ini. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA