Penanganan dua tersangka kasus penyalahgunaan kredit Bank Mandiri sebesar Rp 51,542 miliar, menggantung di kejaksaan sejak Agustus 2006.
Berkas dua tersangka itu, hingÂga kemarin belum dikirim keÂjaksaan ke pengadilan. PadaÂhal, berkas mereka sudah dinaikÂkan ke tahap penuntutan pada Agustus 2006. Kedua tersangka itu adalah Cornelis Andri HarÂyanto dan Hartanto Setiadi yang meÂrupakan Direksi PT ArÂthaÂbama/Artharimustika Textindo.
“Pokoknya, berkas itu nanti kami tindaklanjuti ke persidaÂngan. Pak Jaksa Agung sudah meÂmerintahkan agar ini ditunÂtasÂkan,†kata Jaksa Agung Muda PiÂdana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto seusai sholat Jumat di Masjid Baitul Adli, Kompleks KeÂjaksaan Agung, kemarin.
Menurut Andhi, Kejaksaan Agung juga menelusuri semua jaksa dan pejabat kejaksaan yang diduga membiarkan berkas perÂkarÂa pada tahap penuntutan itu tiÂdak sampai ke pengadilan. “MesÂki para jaksa yang waktu itu meÂnaÂngani perkara ini sudah pindah, tetap akan kami cek,†katanya.
Sembari melakukan pengeÂceÂkan itu, Andhi berjanji, pihaknya akan mengupayakan agar dua tersangka tersebut segera masuk ke tahap persidangan. “Segera diÂlimpahkan,†ujarnya.
Menurut Direktur Penyidikan KeÂjaksaan Agung Arnold AngÂkouw, berkas penuntutan yang semÂpat dikabarkan hilang itu suÂdah ditelusuri. Berkas kedua terÂsangka itu, katanya, kini sudah di tangan jaksa penuntut di KeÂjaÂgung. “Berkasnya sudah ditemuÂkan, dan sekarang sudah di peÂnuntutan. Sudah di Direktur PeÂnuntutan,†katanya pada Rabu, 1 Agustus lalu.
Arnold beralasan, dalam proses penuntutan waktu itu, terjadi perÂpÂindahan sejumlah pejabat dan jaksa, sehingga berkas itu terÂtingÂgal. “Karena berkaitan dengan masalah pergantian pejabat, dari peÂjabat lama dan pejabat baru wakÂtu itu. Mungkin di situ berkasÂnya tidak dirapikan,†alasannya.
Bekas Kepala Kejaksaan TingÂgi Sulawesi Utara ini meÂnamÂbahÂkan, Bagian Penyidikan sudah memÂroses perkara tersebut dan suÂdah mengirimnya ke Bagian PeÂnunÂtutan. “Sekarang sedang diproses. Tinggal dilimpahkan,†katanya.
Mungkin, menurut Arnold, jakÂsa penuntut masih ingin memasÂtiÂkan, apakah perlu tambahan-tambahan dalam pengajuan berÂkas dua tersangka itu ke pengaÂdiÂlan. “Tidak terlalu mengubah berÂkas. Tapi, perlu persiapan meÂngantisipasi persidangan nanti. Itu mungkin yang masih dilÂaÂkuÂkan,†ujarnya.
Arnold mengaku, pihaknya sama sekali tidak berniat untuk mempetieskan perkara ini. “MeÂmang tersangkanya tidak ditahan, tapi tidak ada niat untuk membuat lama atau mempetieskan,†katanya.
Direktur Penuntutan KejakÂsaan Agung Jonny Ginting memÂÂbeÂÂÂnarÂkan, berkas kedua tersangka suÂdah ada di Bagian Penuntutan. “Saat ini masih kami teliti berÂkasÂnya,†ujarnya saat dikonÂfirÂmasi Rakyat Merdeka, kemarin. Kata Jonny, begitu penelitian berÂkas seÂÂleÂsai, kedua tersangka itu seÂgeÂra diÂlimpahkan ke peÂngaÂdilan. “Kami mau berkas ini sÂeÂgeÂra ke perÂsiÂdaÂngan. Tunggu saja,†ucapnya.
Menurut Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy, semua jaksa yang memang ada bukti mempermainkan perkara ini sehingga tak kunjung naik ke persidangan sejak 2006, akan diÂperiksa. “Menurut Dirdik berÂkasÂnya sudah ada dan sedang diÂproÂses lagi. Kami masih menunggu itu. Kalau itu semua sudah beres, baru nanti kami akan lihat apa yang harus kami lakukan,†ujarnya.
Bekas Jaksa Agung Muda PiÂdana Khusus ini mengakui, perÂkara itu memang aneh karena tak sampai ke pengadilan selama berÂtahun-tahun. “Waktu saya jadi JamÂÂpidsus tahun 2008, sudah diÂproÂses juga agar segera naik ke peÂngadilan, eh begitu saya tidak di sana lagi, malah tak naik,†ujarnya.
Lantaran itu, Marwan berjanji akan menindaklanjuti kemungÂkinan ada jaksa yang bermain daÂlam kasus ini. Sebelumnya, ArÂnold Angkouw mengatakan, seÂjak 3 Agustus 2006, berkas kedua tersangka itu sudah dinyatakan lengkap (P21) oleh Bagian PeÂnyiÂdikan Kejaksaan Agung.
“Rencana penuntutannya wakÂtu itu di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan,†katanya. Arnold keÂmuÂdian menelepon Kepala KejakÂsaÂan Negeri Jakarta Selatan MasyÂhudi untuk mempertanyakan naÂsib penanganan kasus ini. NaÂmun, saat itu Masyhudi mengaku belum mengetahui perkemÂbaÂnganÂnya. “Tolong dicek perkemÂbangannya dan beritahu kepada saya,†pinta Arnold kepada Kajari Jaksel melalui telepon.
Masyhudi pun berjanji akan menelusuri berkas perkara kedua tersangka yang tak kunjung diÂsiÂdang selama enam tahun itu. “Kami masih menelusurinya,†ujar Masyhudi saat itu.
Reka Ulang
Dua Orang Mandiri Kena 5 Tahun Penjara
Sejak tahun 2006, dua orang pihak swasta ditetapkan sebagai tersangka kasus penyalahgunaan kredit sebesar Rp 51,542 miliar di Bank Mandiri. Tapi, dua terÂsangka itu tak kunjung dibawa keÂjaksaan ke pengadilan.
Kedua tersangka yang berasal dari Direksi PT Arthabama/Artharimustika Textindo itu pun berkasnya sudah masuk ke tahap penuntutan pada waktu itu. NaÂmun, setelah enam tahun berlalu, dua tersangka itu tidak kunjung disidang. Alias kasusnya masih ngeÂndon di kejaksaan. Kedua terÂsangka itu adalah Cornelis Andri Haryanto (CAH) dan Hartanto Setiadi (HS).
Padahal, dua tersangka lainnya, yakni bekas Group Head CorÂpoÂrate Relationship Bank Mandiri Fachrudin Yasin dan bekas Group Head Corporate Credit Approval Roy Ahmad Ilham terbukti berÂsalah dalam penggelontoran kreÂdit kepada PT Arthabama/ArthaÂrimustika Textindo tanpa melalui proÂsedur dan syarat-syarat yang ditentukan bank. Dua tersangka dari pihak Bank Mandiri itu, peÂninjauan kembalinya (PK) sudah ditolak Mahkamah Agung, dan tetap divonis lima tahun penjara.
Perkara Nomor 31 PK/Pid.Sus/2012 ini diputus Ketua Majelis HaÂkim Artidjo Alkostar dan haÂkim anggota, antara lain ZahÂaÂruddin Utama. Perkara ini masuk ke MA pada 24 Januari 2012 dan diketok pada 14 Juni lalu.
Sekadar mengingatkan, FachÂruÂdin dituntut lima tahun penjara dalam sidang di Pengadilan NeÂgeri Jakarta Selatan.
Fachrudin dan Roy didakwa menggelontorkan kredit kepada PT Arthabama Textindo dan PT Artharismutika Textindo secara melawan hukum. Yaitu, tanpa melalui prosedur dan syarat-syarat yang ditentukan bank.
Perbuatan para terdakwa itu dilakukan bersama-sama Dirut PT Arthabama/Artharimustika Textindo, Cornelis Andrie HarÂÂyanto pada kurun 2001-2002. Akibatnya negara dirugiÂkan Rp 51,542 miliar.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 20 Januari 2010 memutus bebas Fachrudin dan Roy. Majelis hakim PN Jaksel memutus, keduanya tidak berÂsalah. Tidak terima, jaksa meÂngajukan kasasi atas putusan bebas tersebut.
Pada 29 November 2010, MA meÂnerima kasasi jaksa dengan menghukum kedua terdakwa itu sesuai tuntutan, yaitu 5 tahun penÂjara. Kasasi diputus tiga haÂkim agung, yaitu Djoko Sarwoko, Komariah E Sapardjaja dan SurÂya Jaya. “Perbuatan terdakwa diÂlakukan belum lama setelah krisis moneter terjadi. Para terdakwa teÂlah menguntungkan para debitur nakal,†ujar Djoko dalam salinan putusan kasasi.
Tidak puas, Fachrudin dan Roy mengajukan peninjauan kembali (PK). Tapi, Mahkamah Agung menolak PK tersebut.
KPK Berhak Ambil Alih Kasus Mandeg
Chairul Huda, Dosen Muhammadiyah Jakarta
Dosen hukum pidana UniverÂsitas Muhammadiyah Jakarta Chairul Huda menyampaikan, bila ada perkara korupsi yang mandeg penanganannya di Kejaksaan Agung, maka KPK berwenang mengambil alihnya.
Soalnya, Komisi PembeÂraÂnÂtasan Korupsi adalah lembaga superbody dalam hal penÂangaÂnan kasus-kasus korupsi. “KaÂlau menurut undang undang, kaÂsus seperti ini seharusnya diambilalih KPK,†ujarnya, kemarin.
Menurut Chairul, dalam proÂses penyidikan hingga peÂnunÂtutan, jaksa tidak akan berani mengendapkan sebuah kasus korupsi, sebab kejaksaan meÂruÂpakan organisasi dengan sistem hirarki atau komando yang ketat. “Bisa jadi, kasus itu manÂdeg karena atasan para jaksa terÂsebut memberi perintah unÂtuk mengendapkannya,†katanya.
Lantaran itu, kata dia, banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengingatkan kejaksaan agar tidak bermain-main dengan perÂkara yang diusutnya. “Jika memang demikian, perlu diperÂsoalkan ke Komisi Kejaksaan,†katanya.
Apabila masih belum ada peÂrubahan dan masih kerap terjadi penanganan perkara yang manÂdeg, lanjut Chairul, maka DPR perlu didesak agar bertindak juga. “Kemudian, laporkan ke Jaksa Agung. Jika tidak ada resÂpon, bisa ditekan dengan meÂngaÂdukannya kepada Presiden sebagai pejabat yang berweÂnang atas jabatan Jaksa Agung,†ujarnya.
Masyarakat Semakin Kritis
Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Desmon J Mahesa mengajukan protes terhadap penanganan kasus-kasus korupsi yang manÂdeg di Kejaksaan Agung.
Politisi Gerindra itu meÂnyamÂpaikan, bila Kejaksaan Agung tidak serius membenahi institusinya, maka Komisi PemÂberantasan Korupsi harus segera melakukan fungsi superÂvisinya atas lembaga yang diÂpimpin Basrief Arief itu.
“Sudah terlalu banyak keÂluÂhan masyarakat terhadap kiÂnerÂja kejaksaan yang mandeg meÂngusut perkara korupsi. DiÂmana reformasi kejakÂsaÂanÂnya? Kalau begini, KPK harus meÂngefektifkan supervisinya, dan jangan salahkan bila KPK meÂngambil alih perkara-perkara itu,†kata Desmon, kemarin.
Lebih jauh, aktivis maÂhaÂsiswa 1998 itu menyampaikan, penyelesaian perkara di KeÂjakÂsaan Agung harus benar-benar terjadi. Sebab, masyarakat kian kritis menilai kinerja Korps Adhyaksa.
Sebenarnya, lanjut Desmon, Kejaksaan Agung bisa meÂlaÂkukan pemberantasan korupsi lebih hebat dari yang dilakukan KPK. Namun,
jika masih memberi celah pelanggaran, maka kejaksaan akan selalu menjadi bulan-buÂlanan. “Harus diusut sampai tunÂtas. Buktikan bahwa mereka bisa memberikan keadilan huÂkum,†katanya.
Pembenahan institusi hukum seperti kejaksaan, lanjut DesÂmon, harus segera dilakukan. Semua perkara yang mandeg pun harus dituntaskan. “Kasus kredit Bank Mandiri ini, hanya salah satu perkara dari sekian banyak perkara yang mandeg di kejaksaan. Basrief Arief sebagai Jaksa Agung harus berani memÂbenahi itu semua.â€
Lantaran kejaksaan memiliki sumber daya, lanjut Desmon, maka sangat disayangkan bila terus menerus dikeluhkan maÂsyaÂrakat karena banyak kasus yang tidak tuntas, padahal sudah ditangani bertahun-tahun.
Dia juga menyarankan lemÂbaga-lembaga penegak hukum untuk bekerjasama dalam pemberantasan korupsi. “JaÂngan sampai KPK, kejaksaan dan kepolisian hanya menjadi lembaga hukum yang saling meÂngintip, saling mencari-cari kesalahan untuk kemudian seÂrang menyerang. Rakyat tak buÂtuh yang begitu,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: