"Sebetulnya yang kita hadapi bukan komoditas kedelai yang sebenarnya tidur nyenyak. Yang jadi momok itu adalah kartel-kartel," tegas Wakil Ketua Komisi IV DPR, Firman Soebagyo, di Warung Daun Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (28/7).
Firman mengaku pernah melakukan penelitian lapangan dengan mencoba melakukan impor kedelai bersama BUMN dan koperasi. Faktanya, kartel yang mengendalikan harga pasar.
"Kerugian yang mereka tanggung sudah terpenuhi setelah mereka kuasai pasar satu kali," jelasnya.
Politisi Golkar itu justru mempertanyakan nasionalisme para pejabat pembuat kebijakan, karena merekalah yang bertanggungjawab akan krisis kedelai yang hari ini terjadi.
"Hati nurani mereka apakah betul merah putih? Aplikasi di lapangan tak pernah dipikirkan. Penghapusan bea masuk bisa merugikan negara Rp 400 miliar dan kalau kebijakan itu tetap, kita terseret arus liberalisasi perdagangan," tegasnya.
Dia berharap ke depan ada kebijakan terintegrasi yang memihak bangsa sendiri di sektor pertanian dan pangan.
"Mumpung sekarang RAPBN ini belum dipidatokan oleh Presiden SBY, sekali lagi saya mohon degan hormat kepada Presiden untuk cukupi anggaran untuk swasembada ini," ungkapnya.
Beberapa waktu lalu, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Industri, Bambang Soesatyo, pangan rakyat tidak terproteksi karena pemerintahan SBY tidak militan mengejar target revitalisasi sektor pertanian dan tanaman pangan.
"SBY sudah terperangkap oleh kebijakan instan impor bahan pangan. Akibatnya, ketergantungan pada bahan pangan impor sudah sampai pada tahap sangat mencemaskan," tegasnya dalam penjelasan pers, Kamis (26/7).
Produksi kedelai di dalam negeri tidak pernah bisa mencukupi kebutuhan. Permintaan kedelai di dalam negeri per tahun 1,5 juta ton, sementara produksi dalam negeri maksimal 960.000 ton per tahun. Sisanya harus diimpor dari AS.
Anggota DPR itu menegaskan, seperti halnya beras, pemerintah semestinya memberikan proteksi maksimal atas stok komoditi kacang kedelai. Pengamanan stok kacang kedelai seharusnya tidak diserahkan ke pasar bebas, melainkan harus berada dalam kendali pemerintah. Sebab, pemerintahlah yang mengelola dan mengendalikan kebijakan politik ekonomi.
[ald]
BERITA TERKAIT: