Sore harinya, Kepala Biro HuÂmas Komisi Pemberantasan KoÂrupsi Johan Budi Sapto Prabowo meÂnyatakan, penyidik memÂpelÂaÂjari kemungkinan keterlibatan warga asing lain dalam kasus ini. Diduga, tindakan Andrew Scott Malcom, warga Amerika Serikat memberi uang Rp 104 juta kÂeÂpada Wahono bukan untuk keÂpentingan pribadi.
Hal itu dilakukan untuk meÂwaÂkili kepentingan PT TD WilliamÂson mengeluarkan kontainer yang tertahan di Bandara SoeÂkarÂno Hatta. Isi kontainer berbentuk perabotan kantor. “Kontainer miÂlik PT TD Williamson itu sudah terÂtahan tujuh bulan,†katanya.
Dikonfirmasi dasar penahanan kontainer ini, Johan tidak meÂnyeÂbut apa alasan Bea Cukai secara detil. Kemungkinan, katanya, diÂlatari tidak lengkapnya dokumen.
Hal itu diamini sumber RM di lingkungan Bea Cukai. Menurut dia, selama ini dokumen impor peÂrusahaan yang bermarkas di Cilandak berisi material pipa. Barang-barang itu dikirim untuk kepentingan perusahaan pengeÂlola minyak dan gas di wilayah Nusantara.
Ketaklengkapan dokumen pabean impor tersebut, membuat Bea Cukai menahan perabotan rumah tangga yang tujuh bulan lalu dikirim bersamaan dengan pipa. “Dokumen impor barangÂnya tidak sah. Dokumen tak meÂnyebut isi kontainer berupa furÂnitur. Maka kontainer itu diÂtahan,†jelasnya.
Untuk kepentingan pengamÂbiÂlan barang, Bea Cukai juga sudah meminta PT Williamson meÂlengÂkapi dokumen impor. Tapi keÂnyaÂtaannya, Andrew selaku salah satu pemilik perusahaan tak kuÂnjung melengkapi dokumen. IroÂnisnya, ia justru nekat meÂngamÂbil barang melalui cara illegal.
Menurut Johan, modus AnÂdrew memberi uang kepada WaÂhono diduga atas iming-iming terÂsangka Aan. Kepada Andrew, Aan mengaku kenal dekat WaÂhono, Kepala Sub Seksi Kargo Direktorat Jenderal Bea Cukai (KaÂsubsi Kargo Ditjen Bea CuÂkai) Bandara Soekarno Hatta. Dia pun menjanjikan dapat meÂnguÂrusi masalah penahanan konÂtainer tersebut.
Kepada Andrew, Aan minta uang Rp 150 juta. Uang itu renÂcaÂnanya diserahkan kepada WaÂhono untuk melancarkan peÂnguÂrusan barang. Andrew meÂnyangÂgupi dengan syarat, dilibatkan saat penyerahan uang.
Namun, Johan belum bisa meÂmastikan, apakah nominal uang disepakati berdasarkan perÂminÂtaan Wahono atau inisiatif AnÂdrew dan Aan saja. “Motifnya maÂsih dikembangkan penyidik. Apakah memenuhi unsur peÂnyuaÂpan atau pemerasan,†katanya.
Yang jelas, penangkapan dilaÂkuÂkan berdasarkan pengemÂbaÂngan atas informasi yang masuk ke KPK. Lebih jauh, pasca peÂnangkapan, KPK pun beÂrÂkoorÂdinasi dengan pihak terkait lain. Karena ada tersangka warga AmeÂrika, KPK pun memÂberitaÂhuÂkan hal itu kepada Kedutaan Besar AS di Jakarta.
Sementara itu, merujuk UnÂdang Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, Wakil Ketua KPK Bambang Widjayanto mengÂisyaratkan, KPK kemungÂkinan akan melimpahkan peÂnguÂsutan kasus ini ke kepolisian atau keÂjaksaan. Pasalnya, sesuai keÂtentuan UU tersebut, KPK hanya bisa menangani kasus pidana koÂrupsi yang melibatkan penyeÂlengÂgara negara dan mengaÂkiÂbatkan kerugian negara minimal Rp 1 milliar. “‘Keputusan meÂnyeÂrahkan pengusutan perkara akan ditentukan dalam pleno,†kataÂnya, kemarin sore.
Menurut Bambang, peluang KPK menindaklanjuti kasus ini tipis. Sekalipun begitu, bekas penÂtolan Yayasan Lembaga BanÂtuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini tidak mempersoalkan siapa lembaga penegak hukum yang akan menangani perkara ini. Yang paling penting, penanganannya optimal.
Malam harinya, pimpinan KPK memutuskan, berkas perÂkara penangkapan petugas Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta dilimÂpahÂkan ke Bareskrim Polri. “Kami baru saja menyelesaikan proses pemeriksaan. KPK memuÂtuskan menyerahkan kasus ini ke kepoÂlisian,†kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di kantornya.
Bambang mengatakan, KPK melimpahkan kasus itu karena tidak ada unsur penyelenggara neÂgara dari Kasubsi Kargo BanÂdara Wahono. “Sulit ditemukan unsur penyelenggara negara daÂlam kasus Bea Cukai itu,†papar Bambang.
Pihak Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan berterima kasih atas penangkapan pegawainya ini. “Kami berterima kasih kepada KPK dalam rangka Ditjen Bea Cukai melakukan reformasi untuk membersihkan tinÂdakan tercela,†kata Humas Bea Cukai Martediansyah.
Reka Ulang
Kronologi Penangkapan Itu...
Rabu/20/6/2012
- Pukul 09.30 WIB
Tim KPK mendapatkan inforÂmasi akan ada penyerahan uang Rp 150 juta. Tim kemudian berÂgerak dari kantor KPK di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan ke Bandara Soekarno Hatta. SelebihÂnya tim menunggu di sana.
- Pukul 17.00 WIB
Warga Negara Amerika Serikat Andrew yang mewakili peruÂsaÂhaanÂnya, TD Williamson datang bersama tiga orang yang meruÂpaÂkan perantara. Tiga orang itu berÂnama Edi, Aan dan Roy.
- Pukul 18.00 WIB
Edi menyerahkan uang Rp 104 juta kepada Wahono. Edi diteÂmani Aan. Begitu melihat uang dalam tras kresek sudah diseÂrahÂkan ke Wahono, Andrew yang mengaÂmaÂti dari jauh bergegas meÂningÂgalÂkan lokasi, ditemani Roy. Tim KPK menangkap WaÂhoÂno, Edi dan Aan. Bersama keÂtiganya tim juga memÂbawa seÂcuÂrity bagian kargo karena meÂruÂpaÂkan saksi mata.
- Pukul 18.30 WIB
Tim KPK mendeteksi Andrew bergegas meninggalkan bandara via tol, tim pun berpencar untuk melaÂkukan pengejaran. Di rest area Km 13 Jakarta-Merak, AndÂrew dan Roy diÂtangkap KPK. BerÂÂsama keduaÂnya, tim turut membawa sopir Andrew.
- Pukul 19.00-19.30 WIB
Rombongan tim KPK yang membawa lima orang itu sampai di kantor KPK di kawasan KuniÂngan. Mereka diperiksa hingga kemarin petang.
- Pukul 19.30 WIB
Dalam pemeriksaan, selain meÂnÂemukan uang Rp 104 juta yang diterima Wahono, penyidik meÂneÂmukan uang Rp 6 juta di kanÂtong Edi. Dari Roy, penyidik juga meÂnemukan sejumlah uang.
KPK Tidak Boleh Sebatas Limpahkan Kasus Ke Bareskrim
Iwan Gunawan, Sekjen PMHI
Sekretaris Jenderal PerÂhimÂpunan Magister Hukum InÂdonesia Iwan Gunawan meÂniÂlai, penangkapan pegawai DiÂrektorat Jenderal Bea Cukai KeÂmenterian Keuangan berikut warga asing oleh KPK, bisa menÂjadi sok terapi.
Lantaran itu, menurutnya, penangkapan ini tidak perlu ditanggapi secara sinis, meski nominal barang bukti dalam kasus ini relatif kecil. “Kita bisa melihat peristiwa itu sebagai upaya mencegah terjadinya koÂrupsi yang lebih besar,†kataÂnya, kemarin.
Iwan menyatakan, terÂbongÂkarÂnya keterlibatan orang asing dalam kasus ini menjadi catatan penting, bahwa penegak hukum di sini tidak tunduk pada interÂvensi negara lain. Terlebih, orang asing di sini berasal dari neÂgara yang disebut-sebut suÂper power dalam segala hal.
Disebutkan, independendsi penegak hukum menjadi hal mutÂlak dalam menegakkan wiÂbaÂwa hukum di Tanah Air. “Agar ke depan, kita tidak muÂdah diÂinÂtervensi negara lain,†tegasnya.
Dia berharap, pengusutan kasus ini dilanjutkan kepolisian secara profesional. Sebab dari situ, kemungkinan adanya keÂterÂlibatan warga asing lain dapat terungkap secara gamblang.
Akan tetapi, lanjut Iwan, KPK tidak boleh melepas beÂgitu saja kasus ini. KPK mesti meÂlakuÂkan pengawasan. ApaÂlagi, yang menangkap para terÂsangka kasus ini adalah KPK.
Fungsi pengawasan atau supervisi KPK, ingat Iwan, henÂdaknya tetap dijalankan. Fungsi itu vital guna mengantisipasi keÂlemahan kepolisian dan keÂjaksaan dalam menuntaskan kaÂsus ini. Dengan begitu, penegak hukum lainnya tidak bisa main-main saat menangani kasus tersebut.
Dorong KPK Tangani Kasus Yang Lebih Besar
Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR NuÂdirman Munir menghargai upaya KPK menangkap pegaÂwai Direktorat Jenderal Bea CuÂkai Kementerian Keuangan yang terlibat kasus ini. Tapi, NuÂdirman mendorong KPK meÂngÂintensifkan pengusutan kasus lain di Bea Cukai yang meÂrugiÂkan negara dalam jumÂlah fantastis.
Selain itu, menurutnya, peÂnangÂkapan ini menjadi perinÂgaÂtan bagi semua pegawai dan peÂjabat Ditjen Bea Cukai agar tiÂdak melakukan hal serupa. “Ini menjadi peringatan bagi Bea Cukai untuk mengintensifkan pengawan internal mereka,†kata anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini.
Apalagi, kata Nudirman, masih banyak keluhan maÂsyaÂrakat terkait kinerja lembaga di bawah Kementrian Keuangan tersebut.
Dia juga menghormati kepÂuÂtuÂsan pimpinan Komisi PemÂbeÂranÂtasan Korupsi yang mengaÂlihÂkan penanganan kasus ini keÂpolisian. Keraguan bahwa kaÂsus ini akan mandek jika diÂlimÂpahkan kepolisian atau keÂjakÂsaan nantinya, menurut NuÂdirÂman, tidak beralasan.
Sekalipun hanya menerima pelimpahan perkara, nilainya, kepolisian dan kejaksaan juga mempunyai komitmen menÂyeÂleÂsaikan perkara korupsi seperti KPK. Tapi, integritas kepolisian dan kejaksaan pasti terganggu apabila gagal mengusut perkara secara obyektif. Hal itu, samÂbungnya, akan berimplikasi terÂhadap berkuÂrangnya keÂperÂcaÂyaÂan maÂsyaÂrakat. “Bisa berÂdamÂpak buruk bagi lembaga,†tandasnya.
Apalagi, dia yakin, penguÂsuÂtan kasus ini di kepolisian atau kejaksaan nanti, bakal diawasi KPK. “Pastinya akan dikawal ketat KPK. Soalnya, KPK tak akan rela bila kasus yang diÂungÂkapnya justru dijadikan celah oknum penegak hukum lain untuk mendapatkan keuntungan pribadi,†tandasnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: