Kasus Bea Cukai Dioper KPK ke Bareskrim Polri

Nilai Suapnya Cuma 104 Juta Rupiah

Jumat, 22 Juni 2012, 09:01 WIB
Kasus Bea Cukai Dioper KPK ke Bareskrim Polri
ilustrasi/ist
RMOL.Tadi malam, pimpinan KPK memutuskan untuk melimpahkan kasus suap terhadap Kasubsi Kargo Ditjen Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta, Wahono ke Bareskrim Polri.

Sore harinya, Kepala Biro Hu­mas Komisi Pemberantasan Ko­rupsi Johan Budi Sapto Prabowo me­nyatakan, penyidik mem­pel­a­jari kemungkinan keterlibatan warga asing lain dalam kasus ini. Diduga, tindakan Andrew Scott Malcom, warga Amerika Serikat memberi uang Rp 104 juta k­e­pada Wahono bukan untuk ke­pentingan pribadi.

Hal itu dilakukan untuk me­wa­kili kepentingan  PT TD William­son mengeluarkan kontainer yang tertahan di Bandara Soe­kar­no Hatta. Isi kontainer berbentuk perabotan kantor. “Kontainer mi­lik PT TD Williamson itu sudah ter­tahan tujuh bulan,” katanya.

Dikonfirmasi dasar penahanan kontainer ini, Johan tidak me­nye­but apa alasan Bea Cukai secara detil. Kemungkinan, katanya, di­latari tidak lengkapnya dokumen.

Hal itu diamini sumber RM di lingkungan Bea Cukai. Menurut dia, selama ini dokumen impor pe­rusahaan yang bermarkas di Cilandak berisi material pipa. Barang-barang itu dikirim untuk kepentingan perusahaan penge­lola minyak dan gas di wilayah Nusantara.

Ketaklengkapan dokumen pabean impor tersebut, membuat Bea Cukai menahan perabotan rumah tangga yang tujuh bulan lalu dikirim bersamaan dengan pipa. “Dokumen impor barang­nya tidak sah. Dokumen tak me­nyebut isi kontainer berupa fur­nitur. Maka kontainer itu di­tahan,” jelasnya.

Untuk kepentingan pengam­bi­lan barang, Bea Cukai juga sudah meminta PT Williamson me­leng­kapi dokumen impor. Tapi ke­nya­taannya, Andrew selaku salah satu pemilik perusahaan tak ku­njung melengkapi dokumen. Iro­nisnya, ia justru nekat me­ngam­bil barang melalui cara illegal.

Menurut Johan, modus An­drew memberi uang kepada Wa­hono diduga atas iming-iming ter­sangka Aan. Kepada Andrew, Aan mengaku kenal dekat Wa­hono, Kepala Sub Seksi Kargo Direktorat Jenderal Bea Cukai (Ka­subsi Kargo Ditjen Bea Cu­kai) Bandara Soekarno Hatta. Dia pun menjanjikan dapat me­ngu­rusi masalah penahanan kon­tainer tersebut.

Kepada Andrew, Aan minta uang Rp 150 juta. Uang itu ren­ca­nanya diserahkan kepada Wa­hono untuk melancarkan pe­ngu­rusan barang. Andrew me­nyang­gupi dengan syarat, dilibatkan saat penyerahan uang.

Namun, Johan belum bisa me­mastikan, apakah nominal uang disepakati  berdasarkan per­min­taan Wahono atau inisiatif An­drew dan Aan saja. “Motifnya ma­sih dikembangkan penyidik. Apakah memenuhi unsur pe­nyua­pan atau pemerasan,” katanya.

Yang jelas, penangkapan dila­ku­kan berdasarkan pengem­ba­ngan atas informasi yang masuk ke KPK. Lebih jauh, pasca pe­nangkapan, KPK pun be­r­koor­dinasi dengan pihak terkait lain. Karena ada tersangka warga Ame­rika, KPK pun mem­berita­hu­kan hal itu kepada Kedutaan Besar AS di Jakarta.

Sementara itu, merujuk Un­dang Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, Wakil Ketua KPK Bambang Widjayanto meng­isyaratkan, KPK kemung­kinan akan melimpahkan pe­ngu­sutan kasus ini ke kepolisian atau ke­jaksaan. Pasalnya, sesuai ke­tentuan UU tersebut, KPK hanya bisa menangani kasus pidana ko­rupsi yang melibatkan penye­leng­gara negara dan menga­ki­batkan kerugian negara minimal Rp 1 milliar. “‘Keputusan me­nye­rahkan pengusutan perkara akan ditentukan dalam pleno,” kata­nya, kemarin sore.

Menurut Bambang, peluang KPK menindaklanjuti kasus ini tipis. Sekalipun begitu, bekas pen­tolan Yayasan Lembaga Ban­tuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini tidak mempersoalkan siapa lembaga penegak hukum yang akan menangani perkara ini. Yang paling penting, penanganannya optimal.

Malam harinya, pimpinan KPK memutuskan, berkas per­kara penangkapan petugas Bea Cukai Bandara Soekarno Hatta dilim­pah­kan ke Bareskrim Polri. “Kami baru saja menyelesaikan proses pemeriksaan. KPK memu­tuskan menyerahkan kasus ini ke kepo­lisian,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di kantornya.

Bambang mengatakan, KPK melimpahkan kasus itu karena tidak ada unsur penyelenggara ne­gara dari Kasubsi Kargo Ban­dara Wahono. “Sulit ditemukan unsur penyelenggara negara da­lam kasus Bea Cukai itu,” papar Bambang.

Pihak Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan berterima kasih atas penangkapan pegawainya ini. “Kami berterima kasih kepada KPK dalam rangka Ditjen Bea Cukai melakukan reformasi untuk membersihkan tin­dakan tercela,” kata Humas Bea Cukai Martediansyah.

Reka Ulang

Kronologi Penangkapan Itu...

Rabu/20/6/2012

- Pukul 09.30 WIB

Tim KPK mendapatkan infor­masi akan ada penyerahan uang Rp 150 juta. Tim kemudian ber­gerak dari kantor KPK di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan ke Bandara Soekarno Hatta. Selebih­nya tim menunggu di sana.

- Pukul 17.00 WIB

Warga Negara Amerika Serikat Andrew yang mewakili peru­sa­haan­nya, TD Williamson datang bersama tiga orang yang meru­pa­kan perantara. Tiga orang itu ber­nama Edi, Aan dan Roy.

- Pukul 18.00 WIB

Edi menyerahkan uang Rp 104 juta kepada Wahono. Edi dite­mani Aan. Begitu melihat uang dalam tras kresek sudah dise­rah­kan ke Wahono, Andrew yang menga­ma­ti dari jauh bergegas me­ning­gal­kan lokasi, ditemani Roy. Tim KPK menangkap Wa­ho­no, Edi dan Aan. Bersama ke­tiganya tim juga mem­bawa se­cu­rity bagian kargo karena me­ru­pa­kan saksi mata.

- Pukul 18.30 WIB

Tim KPK mendeteksi Andrew bergegas meninggalkan bandara via tol, tim pun berpencar untuk mela­kukan pengejaran. Di rest area Km 13 Jakarta-Merak, And­rew dan Roy di­tangkap KPK. Ber­­sama kedua­nya, tim turut membawa sopir Andrew.

- Pukul 19.00-19.30 WIB

Rombongan tim KPK yang membawa lima orang itu sampai di kantor KPK di kawasan Kuni­ngan. Mereka diperiksa hingga kemarin petang.

- Pukul 19.30 WIB

Dalam pemeriksaan, selain me­n­emukan uang Rp 104 juta yang diterima Wahono, penyidik me­ne­mukan uang Rp 6 juta di kan­tong Edi. Dari Roy, penyidik juga me­nemukan sejumlah uang.

KPK Tidak Boleh Sebatas Limpahkan Kasus Ke Bareskrim

Iwan Gunawan, Sekjen PMHI

Sekretaris Jenderal Per­him­punan Magister Hukum In­donesia Iwan Gunawan me­ni­lai, penangkapan pegawai Di­rektorat Jenderal Bea Cukai Ke­menterian Keuangan berikut warga asing oleh KPK, bisa men­jadi sok terapi.

Lantaran itu, menurutnya, penangkapan ini tidak perlu ditanggapi secara sinis, meski nominal barang bukti dalam kasus ini relatif kecil. “Kita bisa melihat peristiwa itu sebagai upaya mencegah terjadinya ko­rupsi yang lebih besar,” kata­nya, kemarin.

Iwan menyatakan, ter­bong­kar­nya keterlibatan orang asing dalam kasus ini menjadi catatan penting, bahwa penegak hukum di sini tidak tunduk pada inter­vensi negara lain. Terlebih, orang asing di sini berasal dari ne­gara yang disebut-sebut su­per power dalam segala hal.

Disebutkan, independendsi penegak hukum menjadi hal mut­lak dalam menegakkan wi­ba­wa hukum di Tanah Air. “Agar ke depan, kita tidak mu­dah di­in­tervensi negara lain,” tegasnya.

Dia berharap, pengusutan kasus ini dilanjutkan kepolisian secara profesional. Sebab dari situ, kemungkinan adanya ke­ter­libatan warga asing lain dapat terungkap secara gamblang.

Akan tetapi, lanjut Iwan, KPK tidak boleh melepas be­gitu saja kasus ini. KPK mesti me­laku­kan pengawasan. Apa­lagi, yang menangkap para ter­sangka kasus ini adalah KPK.

Fungsi pengawasan atau supervisi KPK, ingat Iwan, hen­daknya tetap dijalankan. Fungsi itu vital guna mengantisipasi ke­lemahan kepolisian dan ke­jaksaan dalam menuntaskan ka­sus ini. Dengan begitu, penegak hukum lainnya tidak bisa main-main saat menangani kasus tersebut.

Dorong KPK Tangani Kasus Yang Lebih Besar

Nudirman Munir, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Nu­dirman Munir menghargai upaya KPK menangkap pega­wai Direktorat Jenderal Bea Cu­kai Kementerian Keuangan yang terlibat kasus ini. Tapi, Nu­dirman mendorong KPK me­ng­intensifkan pengusutan kasus lain di Bea Cukai yang me­rugi­kan negara dalam jum­lah fantastis.

Selain itu, menurutnya, pe­nang­kapan ini menjadi perin­ga­tan bagi semua pegawai dan pe­jabat Ditjen Bea Cukai agar ti­dak melakukan hal serupa. “Ini menjadi peringatan bagi Bea Cukai untuk mengintensifkan pengawan internal mereka,” kata anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar ini.

Apalagi, kata Nudirman, masih banyak keluhan ma­sya­rakat terkait kinerja lembaga di bawah Kementrian Keuangan tersebut.

Dia juga menghormati kep­u­tu­san pimpinan Komisi Pem­be­ran­tasan Korupsi yang menga­lih­kan penanganan kasus ini ke­polisian. Keraguan bahwa ka­sus ini akan mandek jika di­lim­pahkan kepolisian atau ke­jak­saan nantinya, menurut Nu­dir­man, tidak beralasan.

Sekalipun hanya menerima pelimpahan perkara, nilainya, kepolisian dan kejaksaan juga mempunyai komitmen men­ye­le­saikan perkara korupsi seperti KPK. Tapi, integritas kepolisian dan kejaksaan pasti terganggu apabila gagal mengusut perkara secara obyektif. Hal itu, sam­bungnya, akan berimplikasi ter­hadap berku­rangnya ke­per­ca­ya­an ma­sya­rakat. “Bisa ber­dam­pak buruk bagi lembaga,” tandasnya.

Apalagi,  dia yakin, pengu­su­tan kasus ini di kepolisian atau kejaksaan nanti, bakal diawasi KPK. “Pastinya akan dikawal ketat KPK. Soalnya, KPK tak akan rela bila kasus yang di­ung­kapnya justru dijadikan celah oknum penegak hukum lain untuk mendapatkan keuntungan pribadi,” tandasnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA