Bright Smile of Children and Bright Future
Bright Smile of Children and Bright Future
Dimensy Mobile
Farah.ID
Dimensy
Farah.ID

Pengamanan Presiden Telan Biaya Rp 31,6 Miliar

Dilansir FITRA, Dinilai Wajar Letkol Edmil Nurjamil

Sabtu, 02 Juni 2012, 08:20 WIB
Pengamanan Presiden Telan Biaya Rp 31,6 Miliar
ilustrasi, Paspampres
RMOL.Di banding tahun-tahun sebelumnya, pengamanan Presiden dan Wakil Presiden tahun ini mengalami kenaikan.

Dalam Rencana Kerja Ang­ga­ran Kementerian/Lembaga 2011 memang dituliskan ang­ga­ran un­tuk Pasukan Pengaman Pre­siden (Paspampres) sebesar Rp 50,2 miliar. Sedangkan, tahun 2012 hanya Rp 34,4 miliar.

Sekilas kalau perhitungannya seperti itu memang sepertinya ter­­­lihat turun. Namun bila dirinci se­­­betulnya anggaran penga­ma­nan Presiden dan Wapres itu mengalami kenaikan.

Tahun lalu anggaran Rp 50,2 miliar itu digunakan untuk mem­bangun sarana prasarana Paspam­pres. Total besarannya mencapai Rp 18,6 miliar.

“Anggaran bersih pengamanan Presiden dan Wapres tahun 2011 se­­besar Rp 31,6 miliar. Tahun 2012 menjadi Rp 34,4 miliar. De­ngan demikian ada kenaikan Rp 2,8 miliar,” kata Koordinator In­ves­­tigasi dan Advokasi Forum Na­­sional Untuk Transparansi Ang­garan (FITRA) Uchok Sky Kha­dafi kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, belum lama ini.

Dia merinci, anggaran duku­ng­an logistik Paspampres tahun 2011 sebesar Rp 21,8 miliar se­dangkan tahun 2012 menjadi Rp 22,5 miliar. Anggaran pembi­na­an personil Paspampres tahun 2011 nilainya Rp 7,8 miliar, se­dangkan tahun 2012 menjadi Rp 9 miliar.

Lalu pengawasan internal Pas­pampres tahun 2011 sebesar Rp 150 juta melonjak menjadi Rp 218 juta pada 2012.  “Untuk ope­­ra­sional dan latihan Pas­pampres naiknya dua kali lipat. Ta­hun lalu hanya Rp 859 ju­ta, se­­karang naik menjadi Rp 1,8 miliar,” jelasnya.

Namun, ada juga anggaran yang turun. Misalnya, anggaran In­telijen Paspampres tahun 2011 se­­besar Rp 574 juta turun men­jadi Rp 528 juta.

“Anggaran pengamanan Pre­siden seharusnya tidak naik, dan di­alihkan untuk mengentaskan ke­­­­miskinan. Presiden harusnya me­­mahami, mengamankan rak­yat dari ancaman kemiskinan itu sangat penting,” tukasnya.

Asisten Intelijen Paspam­pres, (Letkol) Edmil Nurjamil me­­­nilai, anggaran Paspampres se­­­besar Rp 34,4 miliar adalah wa­­jar. Meng­ingat kebutuhan Pas­­pampres da­lam men­ja­lan­kan tu­gas terus me­nyesuaikan de­ngan kondisi.

“Kami bekerja selalu dinamis, khususnya untuk kebutuhan alut­sista. Semakin modern anca­man maka akan semakin tinggi bia­ya alat teknologinya,” kata­nya.

Dia mencontohkan salah satu ancaman yang dapat menge­luar­kan anggaran besar yaitu anca­man bom yang semakin canggih dengan jarak jauh dapat mele­dak. Dengan kondisi demikian, maka pihaknya membutuhkan tek­nolo­gi yang canggih pula untuk me­nangkalnya.

Selama ini pihaknya sudah me­lakukan pengamanan secara mak­simal kepada simbol-simbol ne­gara seperti Presiden, Wakil Pre­­siden maupun tamu negara se­­ting­kat Presiden yang datang ber­kun­jung ke Indonesia. “Kita ber­­tugas selalu maksimal dan profe­sional,” katanya.

Terkait besarnya anggaran un­tuk pembinaan dan pelatihan bagi para anggota Paspampres, Edmil menjelaskan, hal tersebut me­mang dibutuhkan.

“Setingkat pro­­fe­sional ada fungsi opera­sio­nal, pembinaan dan pelatihan. Be­tul ang­garan itu sangat dibu­tuh­kan untuk men­dukung agar bekerja da­pat pro­fesional selama 24 jam,” tu­tupnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Beberapa Kali Selamatkan Presiden

Dari Percobaan Pembunuhan

Pasukan Pengamanan Presi­den (PASPAMPRES) lahir spon­tan bersama dengan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia sama halnya dengan kelahiran TNI dan Polri. Ketika kemer­de­ka­­an Republik Indonesia dipro­klamasikan, terlihat adanya para pemuda pejuang yang berperan mengamankan Presiden. Para pe­muda yang berasal dari kesatuan to­­komu kosaku tai berperan se­ba­gai pengawal pribadi, dan para pe­muda ex Peta (Pembela Tanah Air) berperan sebagai pengawal Istana.

Situasi keamanan pada awal kemerdekaan Republik Indonesia sangat memprihatinkan, dan di beberapa daerah terjadi pertem­puran sebagai respon atas keingi­nan penjajah Belanda untuk men­duduki kembali Negara Kesatuan Re­publik Indonesia. Ketika ke­sel­amatan Presiden mulai teran­cam dengan didudukinya Jakarta oleh Belanda, maka pada tanggal 3 Januari 1946 diputuskan untuk menyelamatkan Presiden Repu­blik Indonesia ke Yogyakarta.

Dalam pelaksanaan operasi pe­nye­lamatan saat itu telah ter­jadi ker­­­ja sama antara kelom­pok penga­manan yang terdiri dari un­sur TNI dan Polri. Untuk menge­nang ke­ber­­hasilan menyelamat­kan Presi­den Re­publik Indonesia yang baru per­tama kalinya dilak­sanakan ter­se­but, maka tanggal 3 Januari 1946 dipilih sebagai Hari Bhakti Pas­pampres.

Meskipun pada masa itu para pengawal Presiden tidak dalam satu komando, mereka telah mam­pu mengatasi berbagai per­cobaan pembunuhan terhadap Pre­siden Republik Indonesia. Menyikapi banyaknya percobaan pembunu­han tersebut, pada tang­gal 6 Juni 1962 dibentuk Satuan Pengama­nan Presiden yang di­beri nama Re­simen Cakra Bira­wa. Setelah ti­ga tahun bertugas kesa­tuan ini di­likuidasi karena proses sejarah.

Pada tahun 1966 berdasarkan surat perintah Menteri/Panglima ABRI Nomor Sprin/75/III/1966 tanggal 23 Maret 1966 dibentuk Satgas Pomad Para dengan dua Batalyon Pomad Para sebagai inti dibantu Denkav, Korsik dari Ko­dam Jaya, Batalyon II PGT, Ba­talyon Brimob serta Batalyon In­fanteri 531/Para Raider dengan tu­gas mengawal Kepala Negara Republik Indonesia dan Istana Ne­­gara serta melaksanakan tu­gas-tugas Protokoler Kenegaraan.

Satgas Pomad berkedudukan dibawah Direktorat Polisi Militer dengan unsur-unsurnya antara lain terdiri dari dua Batalyon Po­mad, satu Batalyon Infantri Para Raiders serta satu Detasemen Kavaleri Panser.

Batalyon I Pomad para berke­du­dukan di jalan Tanah Abang II Ja­karta, dengan tugas pokok me­lak­sanakan pengawalan terhadap Pre­siden dan Wakil Presiden be­serta keluarganya serta tamu ne­gara asing setingkat Kepala Ne­gara, dan melaksanakan penga­wa­lan Istana Merdeka Utara, Is­tana Mer­deka Selatan serta ke­diaman res­mi Presiden dan Wakil Presiden.

Batalyon II Pomad Para ber­ke­­du­­dukan di Ciluer Bogor de­ngan tu­gas melaksanakan penga­walan is­tana Bogor, Istana Cipa­nas serta membantu Batalyon I Pomad Para dalam melaksanakan tugas pokoknya.

Detaseman Kavaleri Kodam Jaya tetap di BP kan ke satgas Po­mad sedangkan Yonif 531 Para Raiders ditarik kembali untuk ber­tugas di lingkungan Angkatan Da­rat sesuai dengan perkem­bang­an Organisasi di lingkungan TNI Angkatan Darat, Batalyon II Pomad Para akhirnya dilikuidasi.

Dan pada tahun 1976 berdasar­kan Surat perintah Menhankam/Pangab Nomor Sprin 54/I/1976 tang­­gal 13 januari 1976 satgas Po­mad di BP kan kepada Pom ABRI dengan tugas sebagai Pa­sukan Pengawal Presiden dengan sebu­tan Paswalpres. Selanjutnya sesuai dengan Keputusan Pangab Nomor Kep/02/II/1988 tanggal 16 Pe­bruari 1988 Paswalpres masuk da­lam Struktur organisasi Bais TNI. Dalam perkembangan se­lanjutnya sesuai dengan tun­tutan tugas se­bagai Pa­sukan Penga­wal Presiden berubah men­jadi Pasukan Penga­manan Pre­si­den dengan titik berat tugas penga­manan disamping juga tugas pengawalan.

Berdasarkan keputusan Pangab Nomor Kep /04/VI/1993 tanggal 17 Juni 1993 Paspampres tidak lagi dibawah Badan Intelejen ABRI, akan tetapi berkedudukan di­bawah Pangab dengan tugas pokok melaksanakan pengama­nan fisik langsung jarak dekat ter­hadap Presiden, Wakil Presiden Republik Indonesia serta Tamu Negara setingkat Kepala Negara, Ke­pala Pemerintahan dan keluar­ganya termasuk undangan pribadi ser­ta tugas Protokoler khusus pa­da upacara Kenegaraan yang di­lakukan baik dilingkungan Istana Kepresidenan maupun diluar.

Pada saat itu anggota Paspam­pres terdiri dari tiga angkatan dan Polri, namun dengan dikeluar­kan­­nya Instruksi Presiden Re­pu­blik Indonesia Nomor 2 tahun 1999 tentang langkah-langkah kebija­kan dalam rangka pemi­sa­han Ke­polisian Negara Repu­blik Indo­ne­sia dari Angkatan Ber­senjata Re­publik Indonesia, maka sejak tahun 2000 personel Polri yang terdapat dalam Pas­pampres ditarik kembali ke induk sa­tuannya.

Tahun Depan Bisa Naik Lagi

Dipo Alam, Sekretaris Kabinet Indonesia Bersatu II

Keliru jika Istana dituding ti­dak melakukan penghematan, te­rutama anggaran untuk penga­manan presiden dan wapres.

Bila tahun 2011 anggaran Pas­pampres mencapai Rp 45 miliar, pada tahun 2012 ini anggaran lembaga pengamanan Presiden itu hanya Rp 34 miliar. Jadi, ada penurunan anggaran.

Penurunan itu terjadi lan­taran pada 2011 ada anggaran lebih untuk pembangunan ge­dung. Menurutnya, sekalipun biaya operasional Paspampres di anggaran 2012 naik Rp 2 mi­liar, kenaikan itu masih dalam batas yang wajar.

Kenaikan itu semata-mata ka­rena mempertimbangkan situasional tugas yang memang sedang membutuhkan.

Harus dipahami, misi Pas­pam­pres bukan cuma menga­man­kan Presiden dan Wapres, me­lainkan mengamankan Ke­pala Negara/Kepala Pemerin­tahan yang datang ke Indonesia. Dengan demikian, frekuensi ke­hadiran tamu negara juga ber­pengaruh pada naik/turun anggaran Paspampres.

Saya memperkirakan ang­garan operasional Paspampres untuk 2013 akan naik lagi, ka­rena pada tahun 2013 akan da­tang 15 Kepala Negara, di an­ta­ranya Presiden AS Barack Obama dan sebagainya, untuk menghadiri forum pertemuan ne­gara-negara penghasil minyak (APEC) di Bali.

Jadi itu wajar-wajar saja ka­rena yang diamankan ini bukan hanya republik kecil seperti di Republik San Marino, Italia yang pemilihan presidennya biasa dilaksanakan setiap 6 bu­lan sekali.

Ini kan 240 juta rakyat Indo­nesia, menjaga Presiden kita yang konstitusional, dan ini wa­jar saja. Ini bukan hanya di In­do­nesia, di Amerika, di Eropa, pengamanan daripada presiden itu sangat penting.

Yang Mesti Dipantau Kualitasnya

Poempida Hidayatullah, Anggota DPR/Penggiat Keamanan

Anggaran Rp 34,4 miliar untuk pengamanan presiden dan wakil presiden bisa dikata­kan wajar sepanjang kualitas ke­amanan yang dihasilkan me­mang bagus.

Dalam konteks pengamanan presiden dan wakil presiden me­mang bukanlah suatu hal yang bisa dianggap sepele. Pre­siden dan wapres adalah simbol resmi keberadaan pemerinta­han Republik Indonesia.

Keamanan dan kedaulatan republik secara alami direpre­sen­tasikan keberadaan presiden dan wapres. Ancaman bagi ke­duanya adalah ancaman bagi re­publik. Oleh karena itu, penga­manan keduanya adalah sangat penting.

Namun demikian, yang harus di­pantau adalah kualitas penga­manan yang dihasilkan dengan anggaran seperti itu. Apakah memang cukup untuk memenu­hi target pengamanan?

Pemantauan pengeluaran se­perti itupun harus mencakup su­dut penyalahgunaan juga. Penye­lewengan anggaran ke­amanan akan berdampak sangat fatal bagi kepentingan nasional.

Tambah Kualitas Keamanan VVIP

Mayjen TNI Agus Sutomo, Komandan Paspampres

Pasukan Pengamanan Pre­si­den (Paspampres) memiliki Stan­dar Operating Procedure da­­­­lam menjaga keamanan VVIP. Namun, belakangan pe­nga­ma­nan ditingkatkan lantaran ada­nya ancaman kepada Presiden.

Paspampres meningkatkan sistem pengamanan VVIP baik secara kuantitas maupun kua­litas. Paspampres secara intens koordinasi dengan aparat penga­manan wilayah untuk penga­manan Presiden.

Yang tidak kalah penting, ang­­gota paspampres juga di­minta meningkatkan kualitas da­lam mengawal Presiden, Wakil Presiden, dan tamu-tamu negara lainnya. Hal itu mutlak dilakukan untuk menjamin ke­a­manan para pejabat negara. Sebab, tugas Paspampres ke de­pannya akan semakin berat.

Beberapa hal yang harus men­jadi prioritas untuk diting­katkan, adalah bagaimana para prajurit mengasah naluri inte­li­jen mereka, serta bagaimana ke­­pekaan prajurit apabila me­li­hat sesuatu hal yang tidak pa­da tempatnya dan mendesak un­­tuk segera diamankan.

Seluruh yang ada di VVIP ada­lah ancaman, baik pasif mau­pun aktif. Maka seluruh ja­jaran harus tahu betul makna­nya. Paspam­pres perlu mencu­rigai semua yang ada di ling­ku­ngan, sehingga dapat mela­kukan langkah-lang­kah preven­tif dan proaktif. Da­lam situasi apapun kita berbuat se­maksi­mal mungkin, sehingga anca­man menjadi zero. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA