Kepala Pusat Penerangan HuÂkum Kejaksaan Agung Adi ToeÂgarisman beralasan, DW belum bisa dilimpahkan ke penuntutan. Soalnya, pegawai negeri sipil (PNS) golongan 3 C di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian KÂeÂuangan itu, perlu diperiksa lagi. HaÂsil penyidikan yang sudah ada pun masih dianalisa.
“Saksi-saksi juga masih ada yang belum diperiksa. Sekarang saja penyidik masih periksa satu orang saksi,†ujar Adi pada Selasa (15/5). Saksi yang dipanggil itu adalah Direktur PT Wika Realty Wijanarko Yuwono.
Sehari sebelumnya, Senin, 14 Mei, penyidik pidana khusus KeÂjakÂsaan Agung juga memanggil dan memeriksa saksi-saksi bagi tersangka DW. Para saksi itu yakÂni Ardiansyah, Zulkifli dan Suharto.
Sedangkan untuk tersangka Herly Isdiharsono (HI), diperiksa seorang saksi, yakni pimpinan seÂbuah bank bernama Binner S. “PeÂnyidik juga memeriksa terÂsangka DW,†kata bekas Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau ini.
Menurut Adi, penyidik juga maÂsih perlu melakukan pemerikÂsaan lanjutan terhadap sejumlah saksi untuk melengkapi dan memperkuat bukti-bukti pada peÂnyusunan berkas yang akan diÂlimÂpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
“Tentunya karena ada fakta-fakta baru dari hasil pemeriksaan saksi-saksi sebelumnya, mungkin ada hal yang perlu dipertanyakan kepada DW selaku tersangka. TerÂsangka HI juga diperiksa, tapi sebagai saksi bagi tersangka DW,†kata Adi.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi NirÂwanto menyampaikan, proses pemÂberkasan tersangka DW diÂupayakan cepat selesai agar seÂgera naik ke penuntutan. “Kami seÂÂdang upayakan, agar ada perceÂpatan, sehingga kalau bisa dalam bulan ini sudah ke penuntutan,†ujar Andhi di GeÂdung Bundar, KeÂjaksaan Agung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan.
Di tempat yang sama, Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Arnold Angkouw menyatakan jajarannya tengah mengevaluasi hasil penyidikan terhadap DW. “DW ini harus secepatnya ke peÂngadilan. Berikut tersangka lainÂnya, Herly, Firman, Jonny Basuki dan Salman yang ke penuntutan,†ujarnya.
Kejagung sudah menetapkan lima tersangka kasus ini, yakni DW, Firman (atasan DW di DitÂjen Pajak), Herli Isdiharsono (teÂman bisnis dan rekan DW di DitÂjen Pajak), Johnny Basuki (wajib pajak) dan Salman Maghfiroh (beÂkas pegawai Ditjen Pajak).
DW ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang KejakÂsaan Agung. Herli ditahan di RuÂtan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. SeÂdangÂkan Firman, Johnny dan Salman ditahan di Rutan Cipinang, JaÂkarta Timur.
Firman disangka memiliki peÂran signifikan dalam kasus ini, seÂwaktu anak buahnya, DW berÂtuÂgas di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pancoran, Jakarta. SeÂhingga, Firman dijerat dengan PaÂsal 12 g Undang Undang TinÂdak Pidana Korupsi (Tipikor). Pada 2006, DW adalah Ketua Tim Pemeriksa Pajak yang meÂmeriksa wajib pajak PT Kornet Trans Utama (KTU). Firman adalah Supervisor DW waktu itu. Sedangkan Salman bertindak sebagai anggota.
Firman saat ini bekerja di KPP Gambir, Jakarta. Sedangkan SalÂman sudah tidak lagi bekerja seÂbagai pegawai Ditjen Pajak. SalÂman saat ini menjabat sebagai DiÂrektur PT Asri Pratama Mandiri (PT APM). Perusahaan itu diduga sebagai penampung korupsi peÂnanganan pajak.
“Sementara ini haÂsilnya, PT terÂsebut tempat menampung tinÂdak pidana korupsi, makanya terÂsangka dikenai pasal pencucian uang juga,†kata Kapuspenkum KeÂjagung.
Reka Ulang
Gayus Jadi Saksi Di Cipinang
Penyidik Kejaksaan Agung juga mendalami apakah Dhana Widyatmika (DW) terkait dengan bekas pegawai Ditjen Pajak GaÂyus Tambunan. Penyidik meÂmeÂriksa Gayus sebagai saksi bagi terÂsangka DW di Lembaga PeÂmaÂsyarakatan Cipinang, Jakarta TiÂmÂur pada Jumat, 4 Mei.
Menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arnold Angkouw, peÂnyiÂdik menemukan ada perusahaan yang pajaknya diperiksa Dhana, juga masuk daftar 149 peÂruÂsaÂhaÂan yang pernah ditangani Gayus. Selain itu, diduga ada enam peÂruÂsahaan yang mengalirkan uang kepada Dhana.
Istri Dhana, Dian Anggraini juga pernah bekerja di Direktorat Keberatan dan Banding Ditjen Pajak seperti Gayus.
Kepala Pusat Penerangan HuÂkum Kejaksaan Agung Adi ToeÂgarisman mengingatkan, Gayus dan DW sama-sama pernah berÂtugas sebagai pegawai Ditjen PaÂjak. Gayus sebagai Peneliti pada Unit Banding dan Keberatan. DW sebagai pegawai pemeriksa di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pancoran, Jakarta.
Dugaan persinggungan meÂreÂka, menurut Adi, yakni pada peÂnanganan pajak dan keberatan paÂjak PT Kornet Trans Utama (KTU). “PT KTU banding. Pada perÂjaÂlaÂnannya, banding PT KTU itu diÂmeÂnangkan,†jelasnya.
Penyidik, menurut Adi, meÂngenÂdus dugaan kejanggalan proÂses banding PT KTU yang diÂtaÂngani Gayus, dan pemeriksaan paÂjaknya ditangani DW. “Ada apa? Kenapa dimenangkan? Nah, itu yang sedang ditelusuri, makaÂnya penyidik merasa perlu meÂmeÂriksa Gayus,†ucapnya.
Beberapa hari setelah pemeÂrikÂsaan Gayus sebagai saksi, empat tersangka kasus korupsi pajak dan pencucian uang yang diduga terkait DW, masa penahanannya diperpanjang Kejaksaan Agung.
Tersangka Salman Maghfiroh yang merupakan bekas pegawai Ditjen Pajak, diperpanjang masa penahanannya dari tanggal 9 Mei hingga 17 Juni 2012. Tersangka Johnny Basuki yang merupakan wajib pajak, diperpanjang masa penahannya dari tanggal 8 Mei sampai 16 Juni.
Tersangka Herly Isdiharsono, pegawai Ditjen Pajak yang juga rekan bisnis DW, diperpanjang masa penahanannya dari tanggal 8 Mei sampai 16 Juni. Tersangka Firman yang merupakan bekas atasan DW, diperpanjang masa penahanannya dari 9 Mei hingga 17 Juni.
Sebelum empat tersangka itu menÂjalani masa perpanjangan peÂnahanan yang pertama, DW telah menjalani masa perpanjangan penahanan yang kedua. “Masa peÂnahanan DW sudah memasuki masa perpanjangan kedua, yakni dari tanggal 1 Mei hingga 30 Mei,†katanya.
Kejaksaan Agung Mesti Terus Diawasi Masyarakat
Achmad Basarah, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Achmad Basarah mengingatÂkan Kejaksaan Agung agar tiÂdak mengulur-ulur waktu dalam meÂlengkapi berkas perÂkara terÂsangka Dhana WidyatÂmika (DW).
Dia pun berharap, kejaksaan tidak menunda-nunda proses penuntutan jika berkas terÂsangka DW sudah lengkap atau P21. “Jika kejaksaan mengulur-ulur waktu penuntutan tanpa alasan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan, maka akan muncul kecurigaan pubÂlik,†ujar Basarah.
Jika dalam kasus ini diÂteÂmukan fakta baru, lanjut BaÂsaÂrah, maka penyidik tidak perlu begitu repot menunda penunÂtutan. “Kalau alasan ditemukan bukti-bukti baru, maka sesÂungÂguhnya bukti-bukti baru itu bisa diÂkembangkan dalam perÂsiÂdaÂngan,†sarannya.
Apabila persidangan masih berlangsung dan terdakwa serta obyek dakwaannya masih sama, katanya, maka tidak perlu dibuatkan berkas baru. Basarah menambahkan, dalam proses peÂnyidikan dan penuntutan seÂbuah perkara, ada banyak faktor yang kerap memperlambat penuntutan.
“Multi faktor, antara lain ada ruang dan waktu untuk melaÂkuÂkan penyimpangan. Jika aspek waktu antara penyidikan ke peÂnuntutan tidak kita awasi, maka itu sangat mungkin terÂjadi,†ujar dia.
Nah, tegas Basarah, potensi abuse of power, rentang waktu penyidikan ke penuntutan yang cukup longgar adalah aspek-aspek yang dapat meÂnyeÂbabkan kelambanan peÂnunÂtaÂsan kasus ini. “Itu harus terus diÂawasi,†kata anggota DPR dari PDIP ini.
Tak Ada Celah Kecuali Berani Main Mata
Yenti Garnasih, Pengamat Hukum
Pengamat hukum Yenti Garnasih menyampaikan, kecil kemungkinan penyidik memÂperlambat proses penuntutan apaÂbila tersangka sudah ditaÂhan. Walau demikian, ada saja celah untuk bermain mata.
“Kalau tersangkanya ditahan, tidak mungkin molor peÂnunÂtuÂtannya, karena ada batas wakÂtuÂnya. Jika diperlama dan diÂulur-ulur, berarti ada masalah,†ujar Yenti.
Jika berlama-lama diproses, ujar pengajar Universitas TriÂsakti ini, justru kian meÂnimÂbulÂkan tanya di masyarakat. “SeÂharusnya tidak bisa mundur. Apa ada skenario supaya meÂnguap begitu saja? Kalau samÂpai mereka main-main, nama Kejaksaan Agung diperÂtaruhÂkan,†ucapnya.
Yenti berkeyakinan, penunÂtutan kasus DW akan segera dilaksanakan bila sesuai mÂeÂkaÂnisme normal. “Tidak ada ceÂlah, kecuali berani main mata,†ucapnya. Dia mengingatkan, kaÂsus ini jangan sampai meÂnguap. “Apakah ini tanda-tanda bahwa perkara ini akan meÂnguap?†tanya Yenti.
Ia mengingatkan, banyak perÂkara korupsi yang masih meÂnyiÂsakan tanda tanya bagi publik. Seperti kasus Bahasyim, Gayus Tambunan, jaksa Cirus, kasus Ayin. “Semua itu kan membuat kita khawatir dengan instansi terÂsebut,†ucapnya.
Makanya, Yenti berharap kaÂsus DW tuntas secara utuh. SeÂgera, kata dia, kasus ini diÂlanÂjutÂkan ke tahap penuntutan. “KaÂlaupun ada temuan baru, buÂkan terus boleh menunggu seÂmaunya, kan ada batasnya,†ujar dia. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: