“Tentu sangat berbeda dengan kementerian yang mengurusi tuÂgasnya sangat sedikit, jumlah peÂgawainya sedikit dengan keÂmenÂterian yang jumlah pegawainya riÂbuan,†kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, keÂmarin.
Seperti diketahui, Menteri PenÂdaÂyagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Azwar AbuÂbakar mengatakan, ada sepuluh keÂmenterian/lembaga yang beÂlanja pegawainya dinilai tinggi. Salah saunya kemendikbud seÂbesar Rp 9,1 trilun.
M Nuh selanjutnya mengaÂtaÂkan, pihaknya belum mengetahui analisis di Kemenpan-RB.
“Ini bagian dari reformasi, penÂting untuk kami melakukan evaÂluasi. Tapi perlu diketahui jumÂlah pegawai Kemendikbud seÂkitar 8.000 orang,†paparnya.
Berikut kutipan selengkapnya;
Ah, masa sih pegawai KeÂmenÂÂdikbud sebanyak itu?
Ya. Setelah masuknya kebuÂdaÂyaan, maka pegawai KeÂmenÂdibud bertambah sekitar 4.000 orang. Wajar kalau anggarannya bertamÂbah. Bukan boros namaÂnya. Nah, bisa jadi kementerian lain jumlah pegawainya 1.000 orang saÂja. Tentu berbeda biaya angÂgarÂannya.
Apa 8.000 pegawai itu sudah termasuk PNS di Perguruan Tinggi?
Belum. Kalau dikaitkan deÂngan jumlah PNS yang ada di perÂguruan tinggi, bisa lebih banyak lagi. Tentu harus dilihat beÂrapa jumlah pegawainya dan beÂrapa jumlah beban yang harus ditanggung.
Apakah Kemendikbud melaÂkuÂkan penghematan?
Ya. Tentunya kami terus melaÂkuÂkan efisiensi untuk belanja peÂgawai. Makanya tidak menambah pegawai baru, kecuali untuk guru dan dosen. Hal ini agar tidak terÂlalu banyak beban yang diÂusung deÂngan cara meningkatkan komÂpetensi pegawai.
Caranya bagaimana?
Misalnya sebelumnya satu peÂkerjaan dikeroyok tiga orang, kini dikerjakan dua atau bahkan satu orang. Tapi pegawai yang sudah ada ini tidak dipensiunkan.
Makanya secara bertahap haÂrus dilakukan efisiensi, baik dari perspektif jumlah pegawai, sisÂtem kerja, maupun efisiensi dari sisi struktur. Tiga itulah yang haÂrus kami lakukan.
Apakah struktur organisasi di Kemendikbud ini terlalu geÂmuk?
Struktur organisasi kami buat seramping mungkin. Jumlah peÂgawai harus pas dan sistem keÂjaÂÂnya harus mencerminkan efiÂsienÂÂsi. Ini reformasi birokrasi yang sudah kami lakukan.
Mana struktur yang sudah dirampingkan?
Contohnya waktu kebudayaan masih di Kementerian Budaya dan Pariwisata, eselon satu diisi dua orang. Tetapi setelah masuk di Kemendikbud, eselon satu yang tadinya dua orang itu, kami komÂpres menjadi satu orang saja.
Dengan demikian, secara strukÂtural kami sudah melakukan efisiensi. Sebab, jika Direktorat Jenderal dengan dua dirjen tentu biaya dikeluarkan berbeda deÂngan satu dirjen. Itu yang sudah kami lakukan.
Apa lagi yang dilakukan KeÂmenÂdikbud?
Hingga kini kami menyetop peÂnerimaan pegawai baru. Kalau pun terima tentunya yang berÂkuaÂlitas bagus dan tidak banyak.
Apakah itu efektif?
Lumayan bisa mengurangi. Bisa menambah tingkat keseÂhatÂan organisasi.
Tapi belanja pegawai KeÂmenÂdikbud masih dinilai boÂros, gimana tuh?
Nggak apa-apa. Ini sebagai masukan bagi kementerian. Perlu diketahui, sebelum saya masuk atau sebelum saya menjadi MenÂdikbud, pegawai KemenÂdikbud baÂnyak sekali.
Apakah benar belanja peÂgaÂwai Kemendikbud Rp 9,1 triÂliun?
Terus terang secara angka saya tidak hafal, harus saya cek dulu. Tapi prinsipnya tidak boleh naik. Namun ada kenaikan gaji pegaÂwai 10 persen per tahun.
Kenapa naik 10 persen?
Mau nggak mau harus naik 10 persen. Karena kebijakannya gaji peÂgawai negeri itu naik 10 persen.
Berarti belanja pegawai naik?
Belanja pegawai itu komÂpoÂnenÂÂnya pegawai negeri yang meÂlekat. Selain itu adanya tunÂjaÂngan-tunjangan. Itu yang bisa diÂlakukan untuk memÂperÂkecil atau mengeÂfiÂsiensikan jumÂlah peÂgaÂwai. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: