“Itu hak setiap organisasi dan setiap warga negara untuk mengajukan gugatan kalau ada Undang-Undang yang merugikan hak konstitusional mereka,†kata Mahfud MD kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Seperti diketahui partai non parlemen secara resmi mengajuÂkan judicial review terhadap PaÂsal 8 Ayat 1 dan Pasal 208 UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi.
Mereka menilai, kedua pasal tersebut bertentangan dengan konsÂtitusi dan UUD 1945. Mereka juga berharap MK sebaÂgai benteng terakhir konstitusi dapat membatalkan dua pasal itu.
Mafud MD selanjutnya mengaÂtakan, pihaknya akan menilai apaÂkah benar UU yang dipersoalÂkan itu melanggar konstitusi atau tidak. “Ukurannya tetap pada konstitusi,†ujarnya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Kira-kira gugatan mereka diÂkabulkan?
Itu tergantung. MK itu bisa mengambulkan permohonan atau gugatan itu kalau benar-benar melanggar konstitusi. Tetapi MK juga bisa menolak gugatan itu kalau UU yang digugat ternyata sudah tidak melanggar konstitusi.
Tidak melanggar konstitusi ini sering kali karena pilihan politik yang tidak menyenangkan orang. Tapi tidak melanggar konstitusi. Ada juga yang seperti itu, seÂhingga di dalam hukum itu ada istilah open legal policy.
Maksudnya?
Artinya pilihan politik hukum yang terbuka yang kalau diatur dengan cara apapun, ya konstiÂtuÂsional. Misalnya, pemilihan keÂpada daerah yang dipilih secara demokratis. Artinya, bisa pemiliÂhan langsung atau melalui DPRD. Itulah pilihan politik yang terbuka dan itu boleh dilakukan.
Contoh lainnya, jika jumlah kursi di DPR sebanyak 560 kursi yang diperebutkan dalam pemilu, itu nggak bisa digugat ke MK. Karena jumlah seÂbanyak 560 kursi atau 600 itu terserah DPR dan pemeÂrinÂtah. JumÂlahnya beÂrapa, itu tidak meÂlanggar konsÂtitusi.
Hal semacam itu akan diÂjadiÂkan ukuÂran MK?
Ya, kami akan menguÂkur itu. Apakah yang diperÂsoalÂkan itu benar ada pelanggaran konstituÂsioÂnal atau berupa pilihan politik terbuka. Itu akan menenÂtukan permohonannya diÂkabulÂkan atau tidak. Pada dasarÂnya kami tunggu saja gugatan itu.
Bukannya MK sudah meneÂrima gugatan dari 22 Parpol meÂngenai UU Pemilu itu?
Secara resmi kami belum meÂnerima. Kan Undang-Undangnya harus ditandatangani Presiden dulu. Kalau Undang-Undangnya sudah resmi, baru diajukan. SeÂtelah itu kami menyidangkannya.
Mereka sudah mendaftar perÂmohonan uji materi itu ke MK, apa itu bukan gugatan?
Kami terima sebagai informasi tetapi bukan sebagai gugatan. Kan harus dilampirkan Undang-Undang yang digugat itu.
Sementara ini, kan masih pengumuman saja. Tetapi hal seÂmacam itu tidak apa-apa, subsÂtanÂsinya kita tunggu saja.
Berapa lama MK akan meÂnguji?
Tergantung kasusnya. Kalau kasusnya berat bisa 1-2 tahun. Misalnya pihak yang bersangÂkutan minta sidang terus, untuk mengajukan saksi atau ahli, ya kita turuti saja.
Tapi ada kasus yag hanya diÂtangani dua minggu sudah seleÂsai. Ini tergantung isinya juga. Ada juga yang sidangnya hingga 15 kali, karena permintaan yang berperkara. Nanti tergantung dari yang berperkara saja.
Bagaimana MK menilai paÂsal yang dipersoalkan oleh 22 parpol itu?
Saya nggak tahu. Isinya seperti apa kan belum tahu. Saya kan nggak boleh menilai mengenai masalah apa yg dipersoalkan orang sebelum hal itu benar-beÂnar dipersoalkan.
Tapi pedomannya, judicial reÂview itu bisa ditolak atau dikabulÂkan jika Undang-Undang yang dipersoalkan itu betul-betul meÂlanggar konstitusi.
Masa sih Anda belum tahu maÂterinya seperti apa?
Kita lihat perkembangnnya saja. Saya belum tahu materinya secara pasti. Saya tahunya dari koran. Itu pun hanya sekilas.
Para penggugat ini merasa yaÂkin tuntutan nereka dikabulÂkan MK, komentar Anda?
Memang setiap orang yang mengajukan gugatan harus yakin akan menang sehingga harus membuat dalil dan argumen yang kuat. Tapi saya juga yakin bahwa semua hakim MK akan menilai fakta hukum dan memutus sesuai dengan konstitusi secara indepenÂden. Nanti fakta hukum yang meÂnentukan. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: