"Dia (DPR) telah meringkus kepentingan rakyat dengan lebih mengutamakan kepentingan parpolnya. Ini menurut saya sebagai oligarki politik murahan," kata budayawan, Radhar Panca Dahana, di ruang wartawan DPD Jakarta, Jumat (20/4).
Menurut Radhar, sistem baru tersebut sama saja memberangus kepentingan nasional dan mengabaikan kearifan lokal. Memang, dengan angka nasional itu berarti calon anggota DPRD provinsi dan DPRD kabupaten dan kota yang terpilih hanyalah mereka yang partainya lolos ambang batas parlemen 3,5 persen.
"Bukan tidak mungkin dampak dari PT tersebut akan menimbulkan konflik di tengah masyarakat," ujarnya.
Radhar menambahkan, demokrasi yang diadopsi dari Barat saat ini mengakibatkan rakyat tidak memiliki kedaulatan berdemokrasi melainkan diambil alih oleh elit politik.
Sambung Radhar, era reformasi yang seharusnya membenahi sistem korup Orde Baru di bawah rezim militer Soeharto. Namun, perubahan sebaliknya, Indonesia mundur.
"Zaman Pak Harto mengakomodir semua kalangan, kalangan budayawan, tokoh agama, pimpinan daerah, dan golongan. Tapi sekarang mana, sebaliknya tidak ada utusan golongan dan agama yang duduk di DPD," ujarnya.
Dia mengemukakan, demokrasi di Indonesia harus dilihat dari kearifan dan budaya lokal bukan hanya berdasarkan referensi buku atau mengadopsi nilai-nilai barat.
"Kita berikan kekuasaan kita kepada DPR dari parpol, padahal mereka tidak pernah menyurakan kepentingan rakyat. Dengan uang pajak yang kita berikan mereka korup, dan selanjutnya berkoloborasi dengan kepentingan modal," tambahnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: