RMOL. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) M Nuh membentuk tim untuk menelusuri buku Lembar Kerja Siswa (LKS) yang beredar di Sekolah Dasar Angkasa kelas 2, Halim Perdanakusumah, Jakarta Timur.
Dalam LKS di SD Angkasa kelas 2, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur terdapat kisah ‘Bang Maman dari Kali Pasir’ yang di dalamnya terdapat kisah istri simpanan.
Buku ini banyak menuai kritik dan dinilai mengganggu psikoÂlogis anak.
“LKS bukan tergolong buku teks dari Kemendikbud yang suÂdah terdaftar secara resmi,†ujar M Nuh kepada Rakyat Merdeka, Jumat (13/4).
Berikut kutipan selengkapnya;
Buku LKS tidak ada yang menÂsertifikasi, mengevaluasi atau mereview. LKS itu ibaratnya proÂduk makanan.
Produk makanan ada yang terÂdapat stempel dari Badan PengaÂwasan Obat dan Makanan (BPOM) dan terdaftar nomor dari Kementerian Kesehatan, namun ada juga yang tidak.
Dengan adanya daftar dari BPOM dan terdaftar di KementeÂrian Kesehatan, ada garansinya bahÂwa barang yang sudah dijual di pasar sudah memenuhi standar.
Bukankah sebelum beredar, buku wajib diteliti?
Buku teks selalu ada yang mengÂgaransi dan suÂdah diteliti oleh Pusat Kurikulum dan PerÂbukuan BalitÂbang Kemendikbud sebelumnya, sehingga layak diÂkonsumsi siswa. Berbeda dengan dengan buku LKS yang tidak diteliti sebelum beredar.
Kenapa buku LKS tidak diÂteliti sebeÂlum beredar?
Buku LKS ini ibaratnya produk makanan yang tidak ada stempel POM-nya banyak diedarÂkan, sehingga kita susah mengenÂdaliÂkannya.
Kenapa buku LKS tidak diÂsertiÂfikasi?
Karena memang buku LKS ini bebas. Tetapi Kemendikbud itu hanya meneliti buku-buku teks saja. Karena itulah, pihak seÂkolah atau guru yang ingin membeli barang, beliÂlah baÂrang yang suÂdah terdaftar. Kalau kita mau beli produk maÂkanan, jangan memÂbeli produk makanan eceran yang tidak ada stempel BPOM-nya.
Tegasnya buku LKS ini tidak diteliti atau dikoreksi dulu sebeÂlum beredar. Itu kan ibaratnya barang asongan dijual secara geÂlap. Kami ini terbatas untuk meÂnyeleksi. Kalau kepala sekolah atau guru mau membeli buku LKS, harus diseleksi dulu.
Kalau buku LKS tidak wajib, kenapa tidak dilarang saja?
Buku LKS bukanlah buku waÂjib dan memang boleh dicetak oleh siapa saja. Itu di luar tangÂgung jawab kementerian. Tetapi bukan berarti kami biarkan ada buku LKS yang berisi seperti itu.
Apa yang dilakukan KemenÂdikbud?
Sekarang ini sedang ditangani oleh Dinas Pendidikan DKI JaÂkarta. Perlu diketahui, isi buku LKS tidaklah sama di seÂluruh Indonesia. SeÂdangÂÂkan buku teks, semuanya sama diseluruh IndoÂnesia.
Dinas PenÂdidiÂkan Provinsi DKI sedang menyeliÂdiki untuk meneÂmukan siapa yang membeli, pengaÂrang buku LKS tersebut, dan siapa yang menerbitkan. Mereka harus tangÂgung jawab.
Apakah akan dikenakan sanksi?
Kalau bersalah, pasti ada sanksi. Tapi biarkanlah yang memÂÂberikan sanksi itu Dinas Pendidikan DKI Jakarta saja. Bukan berarti Kemendikbud ini lepas tangan begitu saja.
Kami memberikan instruksi agar segera ditangani langsung. Kemendikbud juga menurunkan tim untuk melakukan investigasi.
Bagaimana dengan buku LKS yang sudah beredar di SD Angkas kelas 2 itu?
Harus dimusnahkan. Para siswa yang sudah terlanjur memÂbeli jangan sampai dibebani. Duitnya pun harus dikembalikan.
Apakah ke depan akan ada aturan mengenai pengadaan buku LKS?
Sebenarnya buku pelajaran itu sudah ada. Buku latihan pun sudah ada dari Kemendikbud. Memenag ada saja pihak yang menambahi buku-buku yang kemudian beredar di sekolah-sekolah itu.
Anda menyesalkan kejadian itu?
Kami tidak ingin dunia penÂdidikan kita ‘diracuni’ pemikiran yang tidak pada tempatnya. MakÂsudnya, belum sesuai diÂkenalÂkan dengan urusan rumah tangga seperti itu.
LKS itu biasanya diserahkan pada kepala sekolah masing-masing. Jadi kalau terbukti berÂsalah, pihak-pihak terkait harus bertanggung jawab. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: