RMOL. 19 wakil menteri (Wamen) yang direkrut SBY di kabinet Indonesia Bersatu Jilid II bisa saja harap-harap cemas. KaÂrena, Mahkamah Konstitusi (MK) sedang menghitung hari untuk memutuskan gugatan keabsahan jabatan tersebut.
Jabatan Wamen digugat ke MK sejak Desember 2011 oleh keÂlompok masyarakat yang menaÂmaÂkan diri, Gerakan Nasional PemÂberantasan Tindak Pidana KoÂrupsi (GN-PK). Mereka meÂnilai, pasal 10 UU Nomor 39 TaÂhun 2008 tentang Kementerian Negara bertentangan dengan UUD 1945. Konstitusi, kata mereka, tidak mengenal adanya jabatan Wakil Menteri. Mereka menilai, keputusan Presiden mengangkat Wamen inkonstituÂsional.
Belakangan, gugatan ini diÂdukung bekas Menteri HuÂkum dan HAM Yusril Ihza MaÂhendra. Ada dugaan, dukungan Yusril sebagai kelanjutan ‘perÂtemÂpuran’ dengan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny IndraÂyana, yang sebelumnya berseteru soal moratorium remisi bagi koruptor.
MK tak melihat konflik Yusril Vs Denny dalam memutuskan gugatan tersebut. Ketua MK, Mahfud MD memastikan tetap akan objektif dan prosedural mengeluarkan keputusan.
“Semua sesuai prosedur pemÂbuktian. Mengenai cenderung mengabulkan itu tidak ada,†kata Mahfud menepis anggapan MK bakal mengabulkan gugatan tersebut. Mahfud tak bisa meÂmastiÂkan kapan gugatan ini diÂketok.
Mengapa Yusril mendukung gugatan ini, dan bagaimana perasaan para wakil menteri, berikut penuturan Yusril dan Wakil Menteri ESDM WidjaÂjono Partowidagdo.
Jabatan Wamen dalam struktur pemerintahan tidak diatur dalam UUD 1945. Untuk itu, MK harus memÂbatalÂkannya.
Anda yakin keputusan itu bakal dikabulkan MK?
Kita tunggu sajalah keputusannya.
Kenapa Anda bersikukuh agar jaÂbaÂtan Wamen dihapus?
Seperti sudah saya kemukakan daÂlam sidang MK, sebagai ahli yang dipanggil untuk menerangkan masaÂlah ini, saya berpendapat bahwa jabaÂtan itu tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Satu-satunya jaÂbatan wakil yang disebut dalam Undang-Undang Dasar 45 hanya jabatan wakil presiden, nggak ada diÂsebut wakil menteri. Bahkan wakil gubernur, wakil bupati dan wakil wali kota juga nggak ada. Nah dalam prakÂteknya wakil gubernur, wakil bupati dan wakil wali kota juga nggak baÂnyak manfaatnya.
Apakah keputusan presiden tidak cukup menjadi dasar adanya jabaÂtan wamen?
Yang akan diputuskan ini kan bukan mengenai keÂputusan presiden, ini kan mengenai Undang-UnÂdang KementeÂrian NeÂgara. Undang-undang KemenÂterian Negara mengatur tentang wakil menteri, jadi yang diuji di MK itu UnÂdang-unÂdang terÂhadap Undang-UnÂdang Dasar, UnÂdang-Undang Dasar meÂngatakan haÂnya ada menÂteri, tapi UnÂdang-unÂdang KeÂmenÂÂÂteÂrian mengaÂtaÂkan ada waÂÂkil meÂnÂÂÂteri. Jadi norÂma unÂdang-undang itu diuji dengan norma Undang-Undang Dasar. Dan MK berÂwenang untuk memÂbatalkan itu.
Jika peraturan ini dibatalkan, apaÂkah ada kemungkinan dibuat kemÂbali peraturan untuk menyiasati adaÂnya jabatan wamen?
Enggak bisa. Kalau MK sudah memÂbatalkan pasal itu, otomatis tidak berlaku, kalau tidak berlaku kan otoÂmatis akan dicabut dari Undang-Undang Kementerian Negara. Kalau itu dimasukin lagi oleh SBY, kan aneh, nggak mungkin lah itu, itu namanya melawan MK.
Ada anggapan, pemilihan wamen adalah hak prerogatif presiden?
Enggak ada prerogatif presiden, sumpah presiden kan presiden akan taat kepada Undang-Udang Dasar dan segala perturan-peraturan selurus-lurusnya dan seadil-adilnya, jadi kalau itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar bagaimana itu bisa dibilang hak prerogatif presiden?
Apa sih yang menyebabkan jabaÂtan wamen muncul?
Sebenarnya pertanyaan itu bukan maÂsalah hukum, itu masalah politik dan administrasi negara. Tapi kalau tanya pada saya sebagai orang hukum tata negara, saya menyatakan itu berÂtentangan dengan Undang-Undang Dasar dan harus dibatalkan, itu saja.
Di luar masalah hukum, apakah jaÂbatan ini berguna untuk memÂbantu kinerja menteri?
Kalau menurut saya, tidak ada gunaÂnya, dan dalam sejarah republik IndoÂnesia jabatan wakil menteri itu cuma ada dalam kabinet RI yang pertama, tanggal 5 September tahun 45 sampai tanggal 16 Oktober tahun 45, sudah itu tidak pernah ada jabatan wakil menÂteri, kecuali zamanya SBY.
Di zaman Soeharto bukannya ada menteri muda?
Ya, di jaman Soeharto pernah ada menteri muda di samping menteri tetapi dengan job yang jelas. Di zaman SBY ini, job-nya tidak jelas. Di zaman Pak Harto, menteri muda full anggota kabinet, itu pun tabrakan dengan menÂteri muda dan menteri yang bersangÂkutan. Sejak itu Pak harto nggak mau lagi ada menteri muda. Kini, SBY bikin lagi wakil menteri yang bukan anggota kabinet, tambah kacau lagi, kemudian wakil menteri itu jobnya tidak jelas, seperti Denny Indrayana, segala macam dikerjain. Kalau dianaÂlisis dari segi politik, jabatan Wamen mengacaukan birokrasi pemerintahan, tidak efisien dan menimbulkan potensi konflik di sebuah negara.
Bagaimana dengan argumen bahÂwa tugas Wamen untuk meÂringankan tugas menteri?
Mereka kan bisa bilang begitu, tapi kan jobnya mesti jelas, sekarang begini disitukan ada sekjen, nah sekjen itu harus tunduk kemana? Perintah menÂteri atau wamen? Kan menimbulkan keÂbingungan di dalam kementerian. Kewenangannya tidak jelas.
Sampai saat ini wamen dan menÂteri terlihat kompak?
Ya Anda selidiki saja, tapi wakil guÂbernur, bupati dan wali kota konflik dimana-mana, wakil presiden saja konflik, padahal dia diatur dalam undang-undang. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: