RMOL. Terorisme di Tanah Air belum mati total. Buktinya, Detasemen Khusus Antiteror atau Densus 88 kembali menangkap orang-orang yang diduga sebagai teroris. Minggu (18/3), polisi menembak mati lima anggota yang diduga jaringan teroris di Bali. Kepolisian mengamankan barang bukti senjata api jenis FN dari lokasi kejadian.
5 Pria terduga jaringan teroris yang tewas ditembak di Bali diÂtengarai hendak melakukan peÂramÂpokan di PT Bali Money Changer Jl Sriwijaya Kuta dan Toko emas Jl Uluwatu Jimbaran. Para pelaku adalah kelompok gabungan terkait DPO CIMB Medan. 5 Pelaku yang tewas yakni HN (32) asal Bandung yang merupakan buron peramÂpokan CIMB Medan, AG (30) warga Jimbaran. Keduanya diserÂgap di kawasan Gunung Soputan sementara 3 Orang lainnya yakni UH alias Kapten, Dd (27) asal Bandung, dan M alias Abu Hanif (30) asal Makasar mereka diÂsergap di kawasan Jl Danau Poso.
Kemarin, Densus 88 juga mengamankan seorang terduga teroris berinisial C (43). Terduga teroris itu diamankan dari sebuah toko pulsa dan handphone di kaÂwasan di Jl Raya Angkrek, KeÂlurahan Situ, Kecamatan SumeÂdang Utara, Kabupaten SumeÂdang, Jawa Barat.
Aoakah dua kejadian ini memÂbuktikan teroris di Tanah Air masih akan terus hidup dan memÂbangun jaringan kuat? Pengamat teroris Mardigu Wowiek PraÂsantyo meprediksi, pada tahun 2014 saat pemimpin negara ini sudah diganti, tidak akan ada lagi aksi teroris di negeri ini.
“Saya yakin ngga ada lagi saat presidennya baru pada tahun 2014. Saya mengetahui rumusÂnya, tapi saya tidak menjelaskan sekarang. Nanti saja saya jelasÂkannya, tidak sekarang,†katanya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, tertembak lima orang yang diduga teroris di Bali beberapa waktu lalu yang dilaÂkukan oleh pihak kepolisian hanya untuk pencitraan saja. MeÂnurutnya, pencitraan pemerintah atas tertembaknya lima teroris ini tidaklah tepat.
Selain itu, lanjut dia, penyeÂrangan terhadap kelompok yang diduga teroris di Bali, kuat terinÂdikasi sebagai upaya pengalihan isu. Karena waktunya berdekatan dengan rencana pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) atau yang lainÂnya. Sehingga, terkesan buru-buru, tanpa ada rencana matang.
Saya rasa harus dilihat dari pengalaman sebelumnya. MisalÂnya saja saat penyergapan teroris di Pondok Kopi April tahun lalu, Densus 88 sudah merencanaÂkanÂnya dengan matang. Karena pengintaiannya pun hingga bebeÂrapa bulan.
Nah, kalau yang kemarin baru dapat info, Densus 88 langsung bergerak dan menyergap. Jadi tidak seperti biasanya kan. Alasan yang dikemukakan polisi tidak kuat untuk menjustifikasi urgensi penyergapan tersebut.
Polisi bilang, lima orang yang tertembak ini akan melakukan perampokan...
Memang polisi bilang bahwa mereka akan merampok. Tetapi kan itu memang standard operaÂtion procedure teroris dalam menÂcari dana. Seharusnya ada yang ditangkap hidup-hidup, sehingga bisa digunakan untuk mengemÂbangkan penyelidikan.
Sebenarnya ada berapa dafÂtar pencarian orang terkait teroris?
Tidak terlalu banyak, hanya sekitar 30 sampai 50 DPO saja. Semua DPO itu memang tergoÂlong teroris karena memiliki sejaÂrah yakni pernah ikut dengan Abu Thalut (terpidana teroris yang diduga berperan sebagai pencari dana kelompok Aceh) atau Abdullah Sunata.
Anda bilang tidak akan ada lagi teroris pada tahun 2014, tapi bagaimana dengan 30-50 teroris yang Anda sebutkan tadi?
Kalau mengenai 2014 sudah tidak ada lagi teroris, saya yakin. Saya juga megakui, para teroris ini bisa menyusun kekuatan lagi meskipun masih terbilang junior, karena usianya sekitar 25 tahun.
Kenapa bisa seperti itu?
Ya, karena mereka yang junior ini memiliki mentor-mentor tangguh seperti Abu Thalut atau Abdullah Sunata. Inilah yang menÂÂjadi kekuatan mereka dan tinggal inilah yang disebut teroris.
Sebenarnya yang tergolong teroris itu seperti apa?
Yang dikatakan teroris ini adaÂlah mereka yang berakar dari internasional atau ada hubunganÂnya dengan Al-Qaeda atau jaÂmaah islamiyah atau juga ada kaitannya dengan Abu Bakar Ba’syir.
Jika di luar itu, saya rasa hanya gerakan pengacau keamanan saja. Misalnya kejadian bom sepeda onthel di Bekasi. Kalau itu dibilang teroris, saya bilang itu terlalu lebay.
Apa yang diinginkan teroris itu?
Jadi begini. Perjuangan mereka ini untuk jangka panjang dengan menegakkan islam kaffah ala Timur Tengah. Jadi kalau ada teroris yang tidak ada hubunganÂnya dengan Timur Tengah, saya tidak menganggapnya teroris.
Jadi, 50 DPO inilah yang mengÂhalalkan darah atau dengan cara kekerasan. Mereka juga selalu menyangkal jika disebut telah didoktrin. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.