Pak SBY ini terlalu sering mengeÂluhÂkan dirinya sendiri. Dia terlalu khawatir dengan posisinya dan keÂdudukannya.
Harusnya seperti apa?Harusnya yang mengeluh itu rakyatÂnya. Pikirkan keluhan rakyat yang sudah ketakutan luar biasa dengan mau naiknya harga BBM. Jadi, presiden itu harus mendengar keluhan rakyat buÂkan rakyat mendengar keluhan presiÂdennya. Pemimpin itu mestinya begitu.
Anda yakin pemerintah tahu bahÂwa rakyat sedang mengeluh dengan rencana kenaikan harga BBM?Seharusnya pemerintah memang melihat segala sesuatu dari kaca mata rakyatnya, jangan rakyat diminta meliÂhat dari kaca mata presidennya. Ini buÂkan pemimpin yang melayani tapi peÂmimpin yang maunya dilayani dan mauÂnya enak sendiri. Terbukti, pemeÂrintah tetap mau menaikkan harga BBM sementara rakyat jelas-jelas tak menginginkannya.
Demo-demo anki kenaikan harga BBM semakin marak, Anda menilai ini murni gerakan rakyat? Demo-demo ini kan sebenarnya diprovokasi oleh pemerintah.
Maksudnya?Saat ini rakyat seÂdang hidup suÂlit, terus meÂreka meliÂhat kemeÂwahan para pejabat, korupsi-korupsi merajarela, ditambah lagi peÂmerintah mau meÂnaikÂkan harga BBM yang berarti akan mencekik rakyat kecil, itulah provoÂkasi yang saya makÂsud. Karena itu, kini rakyat marah, mahaÂsiswa marah, buÂruh marah karana diprovokasi peÂmerintah.
Soal kenaikan harga BBM, PresiÂden menyebut, pemerintah sebelumÂnya juga sama pernah menaikkan harga BBM...Kalau dia mau menyamakan dengan yang sudah-sudah atau yang dulu-dulu, itu artinya tidak konsisten. Katanya mau ada perubahan, katanya berbeda dengan yang dulu, katanya mau transÂparan dan sebagainya, lah sekarang kok malah rujukannya yang dulu-dulu. Alur berpikirnya tidak konsisten, mau perubahan, mau transparan, tapi seÂkarang malah cuma mau niru yang dulu-dulu.
Kalau mau niru, jangan setengah-setengah, zamannya Soeharto produksi BBM sudah 1,6 juta barrel perhari, sekarang cuma 900 barrel perhari.
Tapi pemerintah mengimbangi keÂnaikan harga BBM dengan memÂberiÂkan Bantuan Langsung SemenÂtara Masyarakat (BLSM), kalau dulu disebut Bantuan Langsung TuÂnai (BLT)?Menaikan BBM dengan diikuti BLT sama dengan mencari kesempatan dalam kesempitan, karena logikanya itu nggak nyambung. Pertama, pemeÂrintah yang menaikkan BBM berarti membuat penyakit kepada masyarakat. Abis itu pemerintah pura-pura datang ke masyarakat, dengan membawa obat yang namanya balsem BLT untuk mengobati. Kan aneh, kok kayak dokÂter cabul. Ngasih penyakit ke masyaÂrakat, kemudian mau mengobati maÂsyarakat. Nggak logis lah.
BLT berati bukan solusi baik untuk rakyat?Ini tidak mendidik, selain itu, faktor lain adalah BLT banyak ditolak peÂrangkat desa. Karena itu bisa menimÂbulkan konflik horizontal di antara mereka yang menerima dan tidak meÂnerima BLT. BLT juga rawan, karena dapat membuat perangkat desa dimuÂsuhi rakyat yang tidak menerima, dan rawan untuk dikorupsi.
Apa ada bau-bau politik di balik program BLT?BLT Rawan disalahgunakan sebagai kampanye politik, seolah-olah ini kamÂpanye politiknya Partai Demokrat, tapi biaya APBN. Parpol lain juga merasa aneh, sepertinya Partai Demokrat yang sedang terpuruk mau mencoba menÂdulang sukses BLT yang lalu, tetapi menggunakan uang APBN. Dari kaca mata politik, saya melihatnya begitu.
Artinya ada kepentingan untuk Pemilu 2014?Iya, nyari simpati. Jadi itu nggak loÂgis. Ini tambah buruk lagi, sudah meÂnaikkan BBM diikuti dengan BLT, itu sudah bener-benar salah.
Bagaimana dengan alasan harga minyak dunia naik?Nggak tepat. Pertama, karena perÂhitungan subsidi itu kan tidak selalu riil, itukan perhitungan asumsi-asumsi saja. yang riilnya adalah yang ditagih oleh Pertamina kepada Kementerian Keuangan. Sedangkan yang dilaporÂkan ini perhitungan kritis asumsi. Kedua, ketika harga minyak dunia naik pemerintah kan juga dapet rejeki nomÂplok dari minyak yang dia jual keluar negeri. Yang dijual ke luar negeri ini kan tidak dikompensasikan dengan subsidi. Mestinya di-cross, di-nett-kan, dikompensasikan. Sehingga menurut saya subsidi sebenarnya tidak sebesar itu. Tapi ini rejeki nomploknya disimÂpan sendiri, dipisahkan dari peritungan harga subsidi, jadi nggak fair dan transÂparan. Kalau APBN itu tidak dikorupsi dan tidak diboroskan untuk kepenÂtingan para pejabat, rakyat mungkin bisa memahami. Tapi sepertinya peÂmerintah tidak mau mengurangi keÂpenÂtingan dirinya, langsung saja yang ditekan rakyatnya.
Kenikmatan pejabat yang Anda maksud seperti apa?Misalnya, anggarannya mewah banyak yang di mark up dan bodong. Anggaran yang nggak penting juga banyak, seperti jalan-jalan keluar negeri, rapat-rapat bodong yang nggak jelas. Giliran hal-hal begini dia tidak mau dipotong. Padahal kalau itu diÂhilangin juga tidak akan berpengaruh pada kinerja pemerintah. Tapi kenikÂmatan-kenikmatan pemerintah itu tidak mau dihilangkan SBY. [Harian Rakyat Merdeka]
BERITA TERKAIT: