RMOL. Presiden SBY meminta polisi tidak perlu berlebihan menangani kasus sejumlah mahasiswa yang menginjak fotonya di DPR terkait rencana kenaikan harga BBM.
“Hukum tidak boleh menjadi keras dan galak hanya karena foto Presiden SBY diinjak. Tidak perlu berlebihan. Proporsional saja,’’ kata Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik, Daniel Sparingga, kepada Rakyat MerÂdeka, Jumat (16/3).
“Ada banyak hal penting lain yang harus dikerjakan polisi. Mahasiswa juga semestinya belajar menyelesaikan studinya,’’ tambah Daniel.
Seperti diketahui, Rabu (14/3), sejumlah mahasiswa yang tidak puas audiensi dengan pimpinan DPR terkait rencana pemerintah menaikkan harga BBM melakuÂkan aksi penurunan foto SBY dan membantingnya, sehingga bingÂkai foto SBY pecah. Enam maÂhasiswa ditahan.
Daniel Sparingga selanjutnya mengatakan, Presiden percaya, hukum memiliki logika dan keÂbijaksanaannya sendiri yang tiÂdak dapat dikurangkan wibawaÂnya oleh kekuasaan.
“Hukum membuat ketertiban agar kehidupan bersama dapat dijalankan. Semua orang, tanpa terkecuali, memiliki kewajiban yang sama di depan hukum,’’ paparnya.
Berikut kutipan selengÂkapnya:
Kejadian itu bukan hal beÂsar. Serangan dalam bentuk aksi semacam itu juga bukan yang pertama. Dalam beberapa aksi proÂtes, biasaÂnya diÂlakukan anarÂÂkis, seÂring poÂtret diri Presiden SBY diÂrobek, diinjak, dan dibakar.
Beberapa kelompok pengunjuk rasa kadang juga membuat aksi teatrikal yang bisa saÂngat negatif, peÂnuh hinaan, bahkan horror, dan brutal.
Mereka tidak seÂtuju dengan renÂcaÂna kenaikan harÂÂga BBM, buÂkanÂkah itu aspiÂrasi masyaÂrakat?
Saya pikir, tidak ada yang mudah bagi siapa saja yang diperlakukan seÂperti itu. PresiÂden SBY tidak senÂdiriÂan di negeri ini. Banyak peÂjabat publik di republik ini juga memÂperoleh perlakuan semacam itu.
Maksud Anda, aksi seperti itu ada kepentingan kelompok tertentu?
Ada banyak hal yang terliÂbat. Mulai dari soal etika, nilai-nilai hingga soal yang sangat instrumental. Misalnya, apakah aksi itu memiliki pesan publik atau sekadar pesanan kelompok kepentingan tertentu. Kadang pertanyaannya bisa sesepele ini, apakah ini soal pendapat atau pendapatan.
Bagaimana sikap Presiden?
Sangat penting untuk mengeÂtahui perasaan banyak orang tenÂtang aksi-aksi anarkis dan brutal dalam setiap unjuk rasa. Nurani saya mengatakan, pastilah kita punya ukuran yang hampir serupa tentang apa yang pantas, apa yang patut, dan apa yang tidak senonoh.
Kita juga punya rasa yang sama tenÂtang apa yang adil dan tidak adil bagi diri sendiri dan orang lain. Presiden SBY pasti punya siÂkap dan pandangan tentang hal-hal seÂmaÂcam itu.
Mengambil hikÂmah dari setiap keÂjadian adalah hal biÂjak yang sering diÂÂkatakan pada kami, para pemÂbanÂtu terÂdekatnya. Presiden juga percaya, dalam setiap kejaÂdian selalu ada cerita lain yang tidak terceritakan.
Maksudnya?
Presiden tidak membuat peÂnilaian atas sebuah kejadian speÂsifik berdasarkan perasaan priÂbadinya. Presiden juga meÂnyimÂpan perasaannya sendiri dan tidak menjadikannya sebagai konsumsi publik.
Presiden percaya, semua orang mempunyai hak untuk menilai setiap kejadian berdasarkan dunia yang dialami sendiri. Penilaian orang juga berkembang.
Dalam hal itu, barangkali SBY adalah seorang demokrat tulen yang mendahului zamannya, menÂdahului kebanyakan dari kita. Itu pula yang kadang meÂnimÂbulkan penilaian yang meÂrugikan dirinya, seperti tidak tegas atau lamban. Yang saya lihat, SBY tidak mengangkangi pandangan orang lain.
Apa Anda setuju dengan peÂnilaian itu?
Itu penilaian orang. Presiden selalu memberi ruang bagi orang lain dan pandangannya untuk berproses bersama dalam dialog yang memperluas perspektif baru.
Cepat atau lambat, orang akan lebih mengerti tentang dirinya, tentang pendiriannya, tentang pandangan dan posisinya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: