“Dengan cara ini diharapkan menÂdapatkan calon terbaik,’’ kata Ketua Pansel Anggota Komnas HAM, Jimly Asshiddiqie, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Menurut bekas Ketua MK itu, ada lima tahapan dalam menyeÂleksi calon anggota Komnas HAM. Pertama, seleksi adminisÂtrasi. Kedua, profil dan masukan dari masyarakat. Ketiga, uji keÂsehatan dan makalah. Keempat, psikotes dan wawancara. Kelima, ada tes politik.
Yang diseleksi 376 orang dari berbagai latar belakang. Ada purÂnawirawan tentara, polisi, hingga bekas pejabat. Ada yang bergeÂlar dokter dan profesor.
Berikut kutipan selengkapnya:
Bagaimana hasil seleksi taÂhap pertama dan kedua?
Yang lulus tahap pertama 276 peserta. Sedangkan yang lulus taÂhap kedua sebanyak 120 peserta.
Kapan seleksi tahap ketiga?
Sedang dipersiapkan. Untuk tahap ketiga dipilih 60 orang. SeÂlanÂjutnya diambil 30 orang untuk diajukan ke DPR. Kemudian DPR memilih maksimum 15 orang.
Kenapa pakai kata maksiÂmum?
Memang, meski dalam UnÂdang-Undang, anggota Komnas HAM 35 orang. Tapi selama ini diÂpahami tidak harus seÂbanyak itu.
Periode sekarang, jumlah koÂmisionernya 11 orang. Untuk peÂriode 2012-2017, kita mengusulÂkan komisioner Komnas HAM sebanyak 15 orang.
Kenapa ditambah?
Soalnya semakin banyak masaÂlah HAM di negeri ini. Nanti DPR yang menentukan. Yang jeÂlas tidak bisa lebih dari 15 orang.
Selama ini Komnas HAM diÂnilai kurang berperan, komenÂtar Anda?
Makanya institusi penegak HAM ini harus diperbaiki dan diperkuat.
Apa dari peserta itu ada yang mampu memperbaikinya?
Tokoh-tokoh yang kita pilih harus lebih baik untuk memeÂnuhi kebutuhan di era sekarang ini. Kualitasnya harus kuat, terÂmasuk jaringan yang dimilikinya cukup memenuhi syarat dan kuat. KeÂmuÂdian memiliki indeÂpendensi keÂberanian sebagai pejuang HAM.
Bisa disebutkan siapa orangÂnya dari peserta itu?
Kami belum tahu. Sebab, maÂsih dalam seleksi. Tapi Komnas HAM sekarang ini saya rasa kurang berani. Makanya kami mencari pejuang HAM yang beÂrani melawan penguasa bila mengabaikan HAM rakyatnya. Begitu juga kelompok mayoritas mengabaikan HAM kaum miÂnoritas.
Bagaimana pandangan Anda terhadap pelanggaran HAM yang terjadi saat ini?
Pelanggaran HAM di era demoÂkrasi menjadi sesuatu yang wajar. Semakin bebas ruang puÂblik, semakin bebas kehidupan yang diciptakan demokrasi. Maka semakin terbuka kemungÂkinan terjadinya pelanggaran HAM yang pelakunya semakin bervariasi.
Dalam demokrasi pluralisme di Indonesia, potensi pelanggaran HAM tidak lagi didominasi oleh aparat negara.
Maksudnya?
Dulu sebelum era demokrasi, TNI sering berhubungan dengan rakyat. Sekarang ini, polisi yang paÂling sering berhubungan langÂsung dengan rakyat. Aktornya bergeser.
Kemudian pelanggaran HAM bukan lagi hanya dalam konteks hubungan state and society. Tapi bisa juga sesama society yaitu kelompok mayoritas terÂhadap kelompok minoritas. KeÂlompok dominan terhadap keÂlomÂpok marginal, itu biasa saja terjadi.
Kelompok mana saja itu?
Siapa saja yang berada dalam posisi dominan atau mayoritas bisa melanggar hak orang yang berada di posisi marginal atau miÂÂnoritas. Dalam demokrasi yang bebas ini, banyak terjadi kasus pelanggaran HAM mengÂingat dimensi pelanggaran HAM seÂkarang bergeser peÂlakunya.
Maksud saya, pelakunya semaÂkin banyak dan kompleks serta kasusnya pun semakin bervariasi dan rumit.
Jika hukum tidak tegas dan sisÂtem hukum tidak bekerja dengan baik, maka potensi kasus peÂlanggaran HAM banyak terjadi.
Siapa yang salah?
Kalau kita melihat fenomena terjadinya pelanggaran HAM di era demokrasi yang bebas ini, kita tidak bisa melihatnya kesaÂlahan si A atau si B. Tetapi komÂplekÂsitas masalahnya lebih ruÂmit, sehingga kemungkinan munÂculnya variasi-variasi kasus yang beraneka maÂcam.
Tidak benar juga kalau dikataÂkan sesudah reformasi pelanggaÂran HAM berkurang, justru seÂmakin banyak dan semakin komÂpleks. Tidak semata-mata kesaÂlahan negara. Kita harus lebih luas melihat persoalan pelanggaÂran HAM ini.
Apa yang harus dilakukan?
Kita harus akui, dulu ada maÂsalah di dalam sistem penegakan keadilan dan sistem penegakan HAM. Sistem yang berjalan tidak bekerja dengan baik, sehingga kebebasan tidak diimbangi keÂteraturan.
Akibatnya, banyak tontonan sehari-hari mengenai kejahatan dan kekacauan hukum yang terÂjadi di mana-mana. Ini fenomena serius yang harus dihadapi berÂsama. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: