Ahli Hukum Pidana Andi Hamzah menyatakan pada wartawan bahwa upaya melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan tetap melakukan kasasi atas kasus yang diputus dibebas murni oleh pengadilan tingkat pertama telah melanggar Pasal 244 KUHAP.
"Entah karena ada alasan tertentu, ada main atau apapun alasannya, tidak bisa diajukan kasasi terhadap sebuah putusan bebas. KUHAP sangat jelas mengaturnya," tegas Hamzah dalam penjelasan pers yang diterima redaksi (Rabu, 29/2).
Kasus yang menjerat Direktur Utama PT Satui Bara Tama (SBT) Parlin Riduansyah adalah dugaan illegal mining atas eksplorasi lahan tambang batubara di kawasan hutan di Kecamatan Serui, Kabupaten Tanah Bumbu, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pengadilan Negeri Banjarmasin pada 19 April 2010 telah memutuskan vonis bebas murni Parlin. Kubu Jaksa bersikeras mengajukan kasasi atas putusan tersebut.
"Beberapa kali kejaksaan mengajukan kasasi atas putusan bebas. Kalau KUHAP saja diabaikan, saya tidak tahu pedoman apa yang merega gunakan untuk menegakkan hukum," bebernya.
Hamzah lantas memberikan contoh, ketika dirinya masih seorang jaksa di tahun 50-60 an, tidak ada satupun upaya kasasi dilakukan terhadap putusan bebas.
Wakil Jaksa Agung Darmono menyatakan jaksa dimungkinkan untuk mengajukan kasasi atas putusan bebas murni sepanjang jaksa itu bisa mempertanggungjawabkannya. Menurut Darmono, kasasi yang akan diajukan jaksa tidak melanggar pasal 244 KUHAP.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Satui Bara Tama (SBT) Parlin Riduansyah menduga ada praktik mafia hukum dalam kasus yang menjerat dirinya. PN Banjarmasin menyatakan dia tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kesatu primair kesatu subsidair atau dakwaan kedua.
Kasus yang menjerat Parlin Riduansyah terkait eksploitasi lahan kawasan hutan di Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Banjarmasin, Kalimantan Selatan tanpa izin dari Menteri Kehutanan.
Mahkamah Agung (MA) dalam putusan kasasinya tertanggal 8 Oktober 2011 lalu memutuskan Parlin bersalah dan menjatuhkan hukuman vonis tiga tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Tak terima dengan putusan kasasi tersebut, Parlin lantas mengajukan upaya hukum Peninjuan Kembali (PK). Oleh MA, PK yang diajukan Parlin ditolak, namun dalam amar putusanya, MA tak memerintahkan eksekusi terhadap Parlin.
Namun, kubu Jaksa melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) pada 25 Januari 2012 menginstruksikan kepada Kepala Kejati (Kajati) Kalsel untuk tetap melakukan eksekusi penahanan terhadap terdakwa. Instruksi ini kemudian ditindaklanjuti oleh Kajati Kalsel dengan mengirimkan surat pada 10 Februari 2012, yakni permohonan fatwa eksekusi terhadap perkaratersebut kepada Mahkamah Agung RI.
[ald]
BERITA TERKAIT: