"Di zaman ini, hampir semua negara alami hal serupa karena presiden jadi sentral," kata peneliti politik CSIS, Philips Vermonte, saat mengisi diskusi Sindo Radio bertajuk "Parpol Menuju Titik Nadir" di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (25/2).
Fenomena kedua di era ini adalah kebebasan media massa dan jumlah media massa yang berjubel. Sehingga mungkin juga individu yang mencalonkan diri sebagai anggota Dewan ataupun pasangan Presiden dan Wapres, lebih mementingkan pencitraan media massa daripada kerja politik yang panjang.
Menurut kalangan politisi yang demikian, pencitraan lewat media lebih tepat sasaran dan jauh menjangkau konstituen.
"Jadi mekanisme serba instan dan lebih penting dicitrakan baik. Jadi pengetahuan pemilih relatif terbatas, apa yang disampaikan media massa itu paling cepat diserap," terangnya.
Hal serupa menimpa Partai Demokrat belakangan ini dimana media massa yang bebas membeberkan betapa banyak kasus korupsi di tubuh Demokrat. Dan hal itu juga dialami parpol lainnya.
"Seperti Partai Demokrat dan lainnya, jadi penurunan citra parpol itu lebih karena media," terangnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: