RMOL. Ketua MPR Taufik Kiemas tidak mau menanggapi pernyataan Sukmawati Soekarnoputri bahwa perjuangan politisi perempuan menumbangkan rezim Orde Baru (Orba) tahun 1998 bukan hanya didominasi Megawati Soekarnoputri.
“Ah, kamu senang saja melihat kalau saudara ribut. Saya tidak mau menanggapi masalah itu lebih jauh,’’ kata Taufik Kiemas kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Sebelumnya diberitakan, KeÂtua Umum PNI Marhaenisme, Sukmawati Soekarnoputri meÂngaÂtakan, bukan hanya MegaÂwati tokoh perempuan yang menjaÂtuhkan rezim Orba. Tapi ada Ketua Umum PNI, Supeni, dan dirinya.
“Saya pelaku sejarah yang meÂnentang Soeharto hingga lengÂser. Mega saja tidak ada di DPR tahun 1998. Saya mau meÂluÂrusÂkan koÂmentar Taufik Kiemas yang peÂnuh kebohongan di buku MegaÂwati Anak Putra Sang Fajar,†ungkap Sukmawati.
Dalam buku Megawati Anak Putra Sang Fajar, Taufik Kiemas mengungkapkan, Megawati adaÂlah satu-satunya politisi peremÂpuan yang menentang rezim Soeharto.
Komentar tersebut menimbulÂkan pro dan kontra, khususnya dari kalangan politisi perempuan saat menumbangkan rezim Soeharto.
“Pernyataan Taufik Kiemas berÂlebihan. Bahasa gaulnya leÂbay,†kata Sukmawati (Rakyat Merdeka, 20/2).
Taufik Kiemas selanjutnya meÂÂngatakan, di daÂlam buku itu tidak menyeÂbutkan seperti itu. “Kan tulisan saya di dalam buku itu tidak ada menyebutkan seperti itu,’’ kataÂnya.
Berikut kutipan seÂlengkapÂnya:
Saya memperÂtaÂnyakan urgensi renÂcana kebijakan terÂsebut. Mengingat keÂÂnaikan harga BBM itu pasti meÂnimbulkan resiko, terutama rakyat baÂwah.
Jangan hanya meÂliÂhat kenaikan harga BBM itu saja. Tapi damÂpakÂnya pasti kemana-mana. ArtiÂnya, harga kebutuÂhan pokok dan transporÂtasi pasti naik. Ini yang saya makÂsud pasti ada resikonya.
Saya juga mempertanyakan, bila kenaikan harga BBM itu jadi dilakukan, uang subsidi yang ada selama ini dialokasikan keÂmana. Apakah digunakan untuk keÂperÂluan rakyat yang kurang mampu, atau untuk mengemÂbangkan infrastruktur.
Bagaimana sikap MPR terÂkait kebijakan itu?
Kebijakan ini kan harus rasioÂnal. Kalau naik bagaimana. KaÂlau tidak naik bagaimana. MiÂsalÂnya bila harga BBM naik, bagaiÂmana caranya agar tidak menyuÂsahkan rakyat. Kita harus menÂdorong hal itu, agar kebijaÂkan ini pro rakyat.
Makanya saya berharap agar DPR harus mengontrol apabila kebijakan ini jadi dilaksanakan.
Apa ada usul dari Anda terÂkait rencana kebijakan itu?
Saya tidak punya usul yang muluk-muluk. Namun sebaiknya kenaikan atau tiÂdak ada kenaikan, keÂbijakan itu harus bisa menoÂlong orang-orang susah.
O ya, Anda perÂnah menguÂsulÂkan Sri Mulyani menÂjadi Capres 2014, apa alasannya?
Saya pada prinÂsipnya siapapun boleh mencalonÂkan diri jadi preÂsiÂÂden. Masa kita meÂlarang orang untuk menÂcalonÂkan diri. itu kan sama artinya menyalahi sistem demokrasi yang kami anut. Siapapun boleh maju.
Apakah PDI Perjuangan meÂngeÂlus Sri Mulyani?
Kan itu dua tahun lagi, masa kita bicarakan sekarang.
Tadi (kemarin, red) Anda berÂtemu dengan delegasi MILF, apa yang dibicarakan?
MILF (Moro Islamic LiberaÂtion Front) pada hakikatnya ingin berdamai dengan pemerinÂtah Filipina dengan tetap tinggal di Filipina. Ini kan masalah pemÂbagian rejeki yang dianggap tiÂdak sesuai oleh masyarakat Moro. Sebab, mereka punya miÂnyak dan mineral.
Apa Anda senang dengan perÂtemuan itu?
Ya. Intinya saya senang sekali dengan MILF. Mereka tetap berusaha mengedepankan cara-cara damai.
Saya menyarankan agar proÂses damai dikedepankan, walauÂpun itu proses yg panjang. DaÂmai leÂbih baik daripada berpeÂrang. SeÂbab, kalau berperang yang paling rugi bangsa Moro sendiri.
Kalau masalah kekayaan, peÂmeÂrintah pusat Filipina tidak mau mengalah. Lebih baik daÂmai, itu lebih penting untuk meÂnyelesaiÂkan masalah di bagian selatan Filipina. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: