WAWANCARA

Djoko Sarwoko: Mana Ada PK Di Atas PK, Antasari Ajukan Grasi Saja

Jumat, 17 Februari 2012, 09:31 WIB
Djoko Sarwoko: Mana Ada PK Di Atas PK, Antasari Ajukan Grasi Saja
Djoko Sarwoko

RMOL. Penolakan permohonan Peninjauan Kembali (PK) kasus Antasari Azhar  murni berdasarkan putusan hukum. Tidak ada intervensi dari pihak luar.

“Putusan itu tidak ada kaitan­nya dengan politik. Itu murni putusan hukum,” ujar anggota Majelis Hakim permohonan PK Antasari Azhar, Djoko Sarwoko, kepada Rakyat Merdeka, Rabu (15/2).

MA menolak permohonan PK diajukan bekas Ketua KPK itu. Pihak keluarga Antasari men­duga, penolakan tersebut terkait dengan ketakutan beberapa pihak bila Antasari bebas. Ini kental dengan unsur politis.

Djoko Sarwoko selanjutnya mengatakan, para majelis hakim dalam sidang PK tersebut hanya mengedepankan pertimbangan yuridis.

“Kalau ada intervensi, kami pasti tidak menolaknya. Kami hanya menilai dari aspek hukum­nya saja,” kata Ketua Muda Pidana Khusus MA itu.

Berikut kutipan selengkapnya:

Apa alasan penolakan itu?

Permohonan PK itu mengaju­kan dua kelompok alasan. Per­tama, mengenai alasan kesala­han nyata putusan hakim. Ke­dua, mengenai novum atau bukti baru bahwa ada novum ini dan novum itu.

Para hakim agung membuat pertimbangan terhadap masing-masing kelompok alasan ter­sebut. Kami berlima berkesim­pulan, alasan PK itu tidak bisa diterima atau ditolak.

 

Kenapa?

Secara rinci saya lupa ya. Se­bab, banyak sekali. Pendapat saya saja ada 5-6 halaman. Inti­nya amar putusannya sudah ada, dan PK pemohon ditolak. Putu­san pengadilan sebelumnya tetap berlaku.

Tunggu saja putusan lengkap­nya. Nanti akan dimasukkan di website MA dan bisa download. Bisa dilihat pertimbangannya. Kalau mau bikin catatan dan ko­mentar, silakan saja.

 

Bagaimana dengan kete­rangan saksi ahli?

Saksi ahli itu kan menurut KUHAP pasal 187 tidak memiliki kekuatan nilai pembuktian me­ngikat. Hakim memiliki diskresi untuk menilai kesaksian ahli itu ada atau tidak ada korelasinya dengan alat bukti lain.

 

Bagaimana dengan kesak­sian saksi lainnya?

Saksi pun tidak semuanya me­miliki nilai pembuktian. Un­dang-Undang memberikan ke­we­na­ngan kepada hakim untuk menilai dan mempertimbangkan itu.

 

Bagaimana dengan bukti baru yang diajukan Antasari?

Ya, itu terkait hasil keterangan saksi ahli yang menyatakan ada beberapa novum. Justru yang penting adalah sudah ada alat bukti, ada orang meninggal karena luka tembak. Tidak rele­vansi novum yang diajukan itu.

 

Tidak mempertimbangkan adanya pelanggaran kode etik hakim?

Ya beda. Itu masuk dalam aspek non yuridis, yang berada di dalam wilayah lain. Itu kewena­ngan KY dan kewenangan MA. Itu tidak dijadikan pertimbangan bagi kami untuk memutus PK tersebut.

 

Tapi sebelum sidang, MA menghilangkan 8 kode etik ha­kim, ada yang menilai itu ter­kait putusan PK Antasari?

Itu kan kesan orang lain untuk menilai putusan MA. Pendapat seperti itu terserah mereka saja.

 

Ada  itu mempengaruhi pu­tu­san?

Tidak. Proses hukum pembuk­tian atau apa saja, ada dalam hukum acara pidana. Kita tidak masuk dalam wilayah kode etik dan lain-lain. Itu persepsi, siapa yang melihat dan siapa yang dilihat bisa berbeda-beda.

Seperti halnya persepsi hakim dengan penasihat hukum, pasti berbeda. Jaksa dengan penasihat hukum, juga berbeda. Makanya jangan dikait-kaitkan.

 

Ada rencana pihak Antasari akan mengajukan PK di atas PK, itu bagaimana?

PK adalah upaya hukum luar biasa dan terakhir. Di luar itu tidak ada lagi. Mana ada PK di atas PK. Kalau Antasari mau mengajukan grasi, ya silakan saja. Hanya itu yang bisa dilaku­kan. Sebab, permohonan PK merupakan upaya terakhir secara hukum. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA