Siti yang hadir di Gedung KPK sekitar pukul 10 pagi kemarin, meÂÂngaku sudah enam kali dipeÂriksa penyidik. “Pemeriksaan hari ini sebagai saksi untuk Ibu Ratna Umar terkait APBNP 2007. SeÂbeÂlumnya, saya menjadi saksi bagi beliau dari kasus APBN 2006. Memang saya menterinya waktu itu, dan harus ada yang diÂterangkan,†ujar Siti setibanya di Gedung KPK.
Sekadar mengingatkan, Ratna Dewi Umar adalah bekas DirekÂtur Bina Pelayanan Medik yang menjadi tersangka kasus peÂngaÂdaan alat kesehatan (alkes) tahun 2006 dan 2007.
Siti mengaku rela memberikan penjelasan berkali-kali kepada penyidik, mengenai perkara-perÂkara korupsi yang telah menyeret sejumlah bekas anak buahnya menÂjadi tersangka itu. Bekas anak buah Siti itu berasal dari eseÂlon dua dan eselon tiga Kemenkes.
“Saya datang ke sini berkali-kali kasusnya berbeda-beda. Kira-kira tujuh kasus. Satu-satu saya harus memberikan konfirÂmasi dan klarifikasi,†ujar Siti tanpa merinci kasus apa saja itu.
Sekitar pukul 12.30 WIB, dia selesai menjalani pemeriksaan. Begitu keluar dari Gedung KPK, Siti kembali menyatakan bahwa dirinya hanya dimintai keteÂraÂngan sebagai saksi bagi tersangka Ratna Dewi Umar. Ratna menjadi tersangka dugaan korupsi peÂngadaan alat kesehatan wabah flu burung.
“Ini proyek yang terjadi pada taÂhun 2007, saya hanya dikonÂfirÂmasi apa benar ini, apa benar itu dan seterusnya. Jadi saksi untuk Ratna. Pemeriksaannya seputar itu-itu juga, seperti yang kemarin-keÂmarin,†ujar Siti yang mengÂeÂnaÂkan batik cokelat.
Mengenai detail dan nilai kasus yang sedang diusut KPK, Siti menyatakan tidak tahu persis. “Saya tidak terlalu tahu, saya haÂnya saksi. Mengenai pengadaan secara detail itu urusan eselon-eselon,†elaknya.
Pada hari yang sama, KPK juga memanggil dan memeriksa artis Cici Tegal terkait dugaan korupsi alkes di Kementerian Kesehatan tahun 2007. Dia diperiksa sebagai saksi bagi tersangka bekas KeÂpala Pusat Penanggulangan KriÂsis Departemen Kesehatan RusÂtam Syarifuddin Pakaya.
Cici yang mengenakan keruÂdung warna abu-abu itu meÂnyaÂtaÂkan, pemeriksaan atas dirinya masih sama seperti pemeriksaan terdahulu. “Kasusnya sama seÂperti yang dulu. Saya tidak tahu meÂnahu sama sekali. Tidak meÂngerti, pasrah saja. Cuma ditanya soal pertemuan,†ujar Cici.
Cici mengakui, pihaknya meÂmang menerima uang Rp 500 juta dari Departemen Kesehatan. Uang tersebut digunakan untuk membiayai konser musik religi. “Masih kasus yang lama, aku dapat sponsor dari Depkes untuk acara Kreasi Musik. Buat saksi saja karena menerima,†ucapnya.
Cici mengaku sama sekali tiÂdak mengetahui bahwa uang terÂsebut merupakan hasil tindak pidana korupsi. “Tidak Tahu. KaÂlau tahu, gila aja buat peÂngajian,†kata dia.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa NugÂraha menyampaikan, KPK masih terus menelusuri kasus-kasus di Kementerian Kesehatan. Meskipun sudah berkali-kali meÂmanggil dan memeriksa saksi dan tersangka, menurut Priharsa, KPK masih tetap memerlukan waktu melakukan pendalaman.
“Memang di Kemenkes ini ada seÂjumlah kasus yang berbeda deÂngan tersangka yang berbeda pula, dengan demikian berkasnya juga berbeda,†ujar Priharsa, kemarin.
Dugaan korupsi di KemenÂteÂrian Kesehatan yang sedang diÂtangani KPK, lanjutnya, ada emÂpat kasus, yaitu kasus penaÂngaÂnan flu burung pada 2006, peÂnanganan flu burung 2007, peÂngadaan alat kesehatan rontgen 2007 dan penanggulangan krisis pada 2007.
“Setiap satu kasus itu ada lebih dari satu tersangka. Misalnya, unÂtuk kasus flu burung 2006, Ibu Siti Fadilah diperiksa beberapa kali sebagai saksi untuk tersangka yang berbeda, karena tersangkaÂnya kan tidak hanya satu ,†ujarnya.
Meski begitu, lanjut Priharsa, KPK belum akan mengumumkan apakah ada penetapan tersangka baru dalam kasusi-kasus itu. “Belum ada tersangka baru,†ucapnya.
REKA ULANG
1,5 Tahun Jadi Tersangka, Tapi Tak Ditahan
Pada Mei 2010, KPK menetapÂkan bekas Direktur Bina PelaÂyanan Medik Kementerian KeÂseÂhatan Ratna Dewi Umar sebagai tersangka kasus pengadaan alat kesehatan penanganan wabah flu burung tahun 2006.
Ratna ditetapkan sebagai terÂsangka terkait posisinya selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat KoÂmitmen (PPK) dalam pengadaan alat keÂsehatan dan perbekalan. Namun, Ratna belum ditahan mesÂki sudah satu setengah tahun diÂtetapkan KPK sebagai tersangka.
Selain Ratna, bekas Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan Rustam Syarifuddin Pakaya juga telah ditetapkan KPK sebagai terÂsangka. Rustam yang belakangan menjabat Direktur Sumber Daya Manusia Rumah Sakit Dharmais, ditetapkan KPK sebagai terÂsangÂka pada 29 September 2011.
KPK juga telah menetapkan Sesditjen Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan Mulya A Hasyim sebagai tersangka. DaÂlam konteks kasus ini, Mulya diÂsangka bertanggungjawab meÂngeÂnai pengadaan yang anggaÂranÂnya diduga digelembungkan.
Sedangkan Sutedjo Yuwono, bekas Sekretaris Menteri KoorÂdiÂnator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie, ditahan KPK pada 7 Februari 2011 setelah diteÂtapÂkan sebagai tersangka pada 3 September 2009. Sutedjo telah diadili di Pengadilan Tipikor, JaÂkarta. Majelis hakim menÂjaÂtuhÂkan hukuman penjara tiga tahun untuk Sutedjo.
Sebelumnya, dia didakwa meÂnyeÂbabkan kerugian negara sebeÂsar Rp 32 miliar. Adapun nilai kontrak pengadaan senilai Rp 98 miliar. Modus korupsi itu dilakuÂkan dengan cara mengÂgeÂlemÂbungkan harga pembelian alat-alat kesehatan.
Selain mark up, modus korupsi juga dilakukan melalui upaya pengiriman kembali alat-alat yang sama kepada RSUD yang seÂbelumnya sudah pernah meÂneÂrima, sehingga barang-barang tersebut sudah tidak diperlukan.
Mabes Polri juga menangani perkara korupsi pengadaan alat kesehatan ini. Namun, yang Mabes Polri tangani merupakan dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan rumah sakit di 30 provinsi tahun anggaran 2009. Kejaksaan Agung pun menangani kasus serupa untuk tahun anggaran 2010.
Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto, hal itu bukanlah masalah. KataÂnya, Kejagung berkoordinasi deÂngan Mabes Polri terkait peÂnaÂngaÂnan perkara dugaan korupsi pengadaan alat pendidikan dokter di Kemenkes ini. “Penuntutan perÂkara itu digabung dengan tersangÂka yang ditangani Mabes Polri, yakni Syamsul Bahri,†ujarnya.
Andhi menambahkan, berkas peÂnuntutan digabung setelah diÂnyatakan lengkap atau P21 serta tersangka dan barang bukti diseÂrahkan ke kejaksaan. Dia juga mengatakan, Kejaksaan Agung dan Polri telah sepakat soal pengÂgabungan berkas dan peÂnuntutan ini. “Digabung terhadap yang tersangkanya sama. Di sana kan baru satu tersangka, sementara di sini sudah ada tiga tersangka, jadi kita gabung. Tidak ada masalah,†ujarnya.
Sebaiknya Fokus Satu-satu Ke Pengadilan
Sarifuddin Sudding, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding menilai, kinerja KPK dalam pengusutan sejumlah kasus korupsi di Kementerian Kesehatan terkeÂsan lamban. Padahal, KPK maÂsih memiliki sejumlah pekerÂjaan besar lainnya yang harus segera diselesaikan.
“KPK jangan berlama-lama. Kalau sudah lengkap berÂkasÂnya, segeralah dinaikkan ke peÂnuntutan. Kita berharap KPK tiÂdak mengulur-ulur waktu,†ujar anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura ini, kemarin.
Dia memahami, dalam meÂneÂmukan sejumlah bukti memang diperlukan kehati-hatian dan ketepatan, namun tidak berarti KPK bisa berlindung di balik alasan-alasan itu.
“Soal menemukan bukti-bukti itu memang harus akurat. Tapi, ini harus menjadi pertimÂbaÂngan KPK untuk memacu diri segera menuntaskan penguÂsuÂtanÂnya,†kata Sarifuddin.
Ia mengingatkan, KPK agar tidak memunggu momentum atau sengaja mengulur-ulur peÂnanganan perkara dengan alaÂsan-alasan yang justru membuat publik semakin curiga.
“Publik terus melihat dan mengawasi. Semakin cepat dan tepat pengusutannya, maka seÂmakin cepat pula untuk menunÂtaskan sejumlah perkara lainÂnya,†ucap Sarifuddin.
Jika memang ada sejumlah kasus yang saling berkaitan daÂlam perkara dugaan korupsi peÂngadaan alat kesehatan, maka sebaiknya KPK fokus satu perÂsatu dulu mengusutnya dan memÂroses ke pengadilan. “JaÂngan berÂtumpuk tapi malah jadi tak seÂleÂsai-selesai,†ucapnya.
Tersangka Setelah Tak Menjabat Lagi
Sandi Ebenezer, Anggota Majelis PBHI
Anggota Majelis PerhimÂpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sandi Ebeneser SiÂtungkir menilai, KPK dalam beberapa perkara terlihat berÂputar-putar, apalagi jika berÂkeÂnaan dengan kepentingan elit yang berkuasa.
Jika elit itu sudah tidak punya jabatan lagi, lanjut Sandi, baÂruÂlah ditetapkan KPK sebagai terÂsangka. “KPK lambat jika meÂnyangkut kepentingan lingÂkaÂran kekuasaan,†ucap Sandi.
Penyelidikan dan penyidikan sebuah perkara korupsi yang berÂputar-putar atau tidak meÂnemui kemajuan, menurutnya, bisa diartikan bahwa ada tekaÂnan maupun kepentingan yang menelusup dalam perkara terÂsebut. Bisa juga karena peÂnyiÂdikÂnya tak profesional.
Dalam pengusutan dugaan korupsi pengadaan alat keseÂhatan (alkes) flu burung, KPK terkesan berbelit-belit dan tidak fokus melakukan penyidikan. “Dalam kasus di Kemenkes ini, apabila menggunakan bukti konvensional seperti KUHAP, pasti KPK mengalami kesulitan karena tak ada bukti transfer,†ujar anggota Majelis PerÂhimÂpuÂnan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sandi Ebeneser SitungÂkir, kemarin.
Karena itu, menurut Sandi, pengusutan terhadap perkara harus memiliki pola dan strategi yang lebih maju agar penyiÂdiÂkan tidak berputar-putar tanpa hasil. KPK pun harusnya segera menaikkannya ke penuntutan agar diperiksa dan dibuktikan di muka persidangan.
“Seharusnya perkara korupsi dikawinkan dengan Undang Undang Pencucian Uang seteÂlah yang bersangkutan jadi terÂdakwa dengan pembuktian terÂbalik. Biar pengadilan yang membuktikan kekayaannya tiÂdak berasal dari korupsi di DepÂkes,†ujarnya.
Dalam pengusutan itu, jelas Sandi, menjerat pihak-pihak yang terkait di dalamnya bisa deÂngan menggunakan pembukÂtian terbalik. Hal itu perlu diÂlaÂkukan karena KPK kesulitan meÂneÂmuÂkan bukti atau keterÂliÂbatan pihak lain. Bahkan, KPK bisa dituduh sengaja mengulur-ulur penunÂtaÂsan kasus itu apaÂbila tidak segera masuk perÂsidangan.
“Untuk pembuktian pidana, sÂeharusnya KPK berani menÂdoÂrong pembuktian di pengadilan terkait dengan pencucian uang, kalau KPK agak ragu terhadap bukti yang ada,†ujar Sandi. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: