RMOL. Kejaksaan Tinggi Bengkulu belum memasukkan Gubernur Bengkulu nonaktif Agusrin Maryono Najamudin ke lembaga pemasyarakatan. Padahal, hukuman empat tahun penjara bagi gubernur asal Partai Demokrat itu, sudah diputus majelis hakim MA hampir sebulan lalu.
Menurut hakim agung Kresna Harahap, pihaknya sudah mengiÂrimkan salinan putusan tersebut ke kejaksaan tak lama setelah majelis kasasi menjatuhkan vonis untuk Agusrin. “Saya kira langÂsung dikirimkan begitu putuÂsanÂnya selesai,†katanya saat dihuÂbuÂngi Rakyat Merdeka pada JuÂmat malam (3/2).
Lantaran itu, Kresna akan meÂngecek, apakah salinan putuÂsan kasasi tersebut sudah sampai di keÂjaksaan atau belum. “Sudah seÂbulan prosesnya sejak putusan kaÂsasi keluar. Masak belum diÂkirim. Nanti Senin akan saya cek,†kata anggota majelis kasasi perkara ini.
Namun, Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu Pudji Basuki SuÂgijono mengaku, pihaknya beÂlum menerima salinan putusan tersebut. “Sampai saat ini kami belum menerima putusan itu,†katanya saat dikonfirmasi Rakyat Merdeka pada Sabtu (4/2).
Gara-gara belum menerima saÂlinan putusan tersebut secara resÂmi, alasan Pudji, pihaknya belum bisa mengeksekusi atau menÂjaÂlanÂkan putusan majelis hakim MA tersebut. Selanjutnya, dia meÂngaku sudah memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri BengÂkuÂlu untuk menyurati Makamah Agung agar segera mengirimkan kutipan putusan kasasi tersebut.
“Kami bekerja profesional. SeÂminggu lalu, kami sudah meÂnyuÂrati Makamah Agung melalui Kajari Bengkulu agar diberikan putusan itu, sehingga bisa diÂeksekusi,†ucapnya.
Wakil Jaksa Agung Darmono menyatakan belum menerima laporan, apakah Kejaksaan TingÂgi Bengkulu sudah menerima saÂlinan putusan itu atau belum. “KaÂlau sudah terima putusan, pasÂti kami proses,†kata bekas anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum ini.
Sedangkan Kepala Pusat PeÂneÂrangan Hukum Kejaksaan Agung Noor Rochmad mengaku, keÂjakÂsaan sama sekali belum mÂeÂneÂriÂma putusan kasasi itu. “Sampai hari ini belum kami terima putuÂsan kasasinya,†kata dia saat diÂkonÂfirmasi pada Sabtu kemarin.
Majelis Hakim Mahkamah Agung pada Selasa (10/1) telah mengabulkan permohonan kasasi jaksa penuntut umum (JPU) dan menghukum Gubernur nonaktif Bengkulu Agusrin Maryono Najamudin dengan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan.
Majelis kasasi yang menangani perkara Agusrin ini, terdiri dari hakim agung Artidjo Alkostar, Kresna Harahap dan Agung Abdul Latif.
Menurut majelis, Agusrin seÂcara sah dan meyakinkan meÂlanggar Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Soalnya, dengan sepengetahuan Agusrin, Kepala Dinas Pendapatan Provonsi BengÂkulu Khaerudin telah memÂbuka rekening tambahan untuk menampung dana bagi hasil paÂjak bumi dan bangunan serta bea penerimaan hak atas tanah dan baÂngunan Bengkulu (PBB-BPHTB) tahun 2006-2007, seÂhingga negara dirugikan sekitar Rp 20 miliar. Putusan majelis kaÂsaÂsi lebih ringan enam bulan keÂtimÂbang tuntutan JPU agar AgusÂrin dihukum 4,5 tahun penjara.
Dalam putusan, majelis kasasi menyebutkan bahwa Agusrin terbukti mengetahui peÂnyimÂpangan uang pajak bumi dan baÂnguÂnan yang dilakukan SekÂreÂtaÂris Daerah.
Putusan majelis haÂkim MA itu membalikkan puÂtuÂsan majelis hakim Pengadilan NeÂgeri Jakarta Pusat yang dikeÂtuai Syarifuddin, yakni memÂbeÂbasÂkan Agusrin dari tuntutan.
Hakim Syarifudin kini menjadi terdakwa kasus suap di PengaÂdiÂlan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Dia dakwa meÂnerima suap dari kurator Puguh Wiryawan terkait kasus pailit PT SCI.
REKA ULANG
Kemendagri Belum Proses Pemberhentian Agusrin
Kepala Pusat Penerangan KeÂmenterian Dalam Negeri ReyÂdonÂnyzar Moenek pun mengaku, Kemendagri belum menerima salinan putusan kasasi perkara dugaan korupsi Gubenur BengÂkulu nonaktif Agusrin Maryono Najamudin.
“Menteri Dalam Negeri belum bisa memproses pemberhentian Agusrin, sampai salinan putusan kaÂsasi dari MA itu ada pada kami,†ujar pria berpanggilan Dony ini.
Dalam Pasal 129 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005, lanjut Dony, usul perganÂtiÂan kepala daerah kepada PreÂsiden harus dilengkapi putusan hukum tetap.
“Mendagri mengusulkan pemÂberhentian kepada Presiden seteÂlah menerima keputusan hukum tetap. Nah, sampai sekarang beÂlum bisa melakukan proses pemÂberhentian, lantaran putusannya belum kami terima,†ujarnya.
Menurut Dony, Kementerian DaÂlam Negeri sudah dua kali meÂngirim surat ke Makamah Agung agar diberikan salinan putusan kasasi itu. “Tiga minggu lalu, kami mengirim surat ke MA. SuÂrat itu ditandatangani Dirjen Otonomi Daerah. Seminggu yang lalu, Kemendagri mengirim lagi surat meminta putusan itu. SamÂpai sekarang belum kami terima salinan putusannya,†cerita dia.
Selain pihak Kemendagri, kata Dony, Pelaksana tugas Gubernur Bengkulu Junaidi Hamsyah juga sudah mengirim surat ke MA meminta salinan putusan kasasi itu. Tapi, Junaidi juga belum daÂpat putusannya. “Sampai keÂpuÂtusan itu diterima, barulah bisa diproses pemberhentian AgusÂrin,†katanya.
Menurut jaksa penuntut umum (JPU), Agusrin telah menyetujui dan memerintahkan pembukaan rekening di luar kas umum daerah dan menyetujui pemindahan dana PBB serta penerimaan lainnya.
Agusrin, menurut JPU, meÂmeÂrinÂtahkan anak buahnya agar haÂsil pemindahan dari rekening itu diÂgunakan tidak sesuai dengan peruntukan dan tanpa perseÂtujuan DPRD Provinsi BengÂkulu, seÂhingga negara dirugikan Rp 20,162 miliar.
Kasus korupsi ini terungkap setelah Badan Pemeriksa KeÂuangan (BPK) mengaudit APBD Provinsi Bengkulu tahun 2006. Dari pemeriksaan itu ditemukan dana bagi hasil pajak tidak diÂmaÂsukkan ke kas daerah, melainkan ke penampungan sementara guna mempermudah pengamÂbilan dana itu dan tidak perlu izin DPRD.
Temuan BPK itu ditindakÂlanÂjuti Kejaksaan Tinggi Bengkulu. Kejati Bengkulu kemudian meÂnetapkan Kepala Dispenda ChaiÂruddin sebagai tersangka. Dalam persidangan di PN Bengkulu, ChaiÂruddin mengaku bahwa seluÂruh pengeluaran uang yang dilaÂkuÂkannya atas sepengetahuan Agusrin.
Sedangkan Agusrin meÂrasa tidak korupsi, dengan alasan, tak ada uang negara yang hilang dalÂam pemindahan rekening itu.
Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, majelis hakim kasus ini menÂjatuhkan vonis bebas terhaÂdap Agusrin. JPU kemudian meÂngaÂÂjukan kasasi. Selanjutnya, AguÂsrin divonis bersalah oleh majeÂlis hakim MA, dan dijatuhi hukuman empat tahun penjara.
Timbulkan Rasa Tidak Adil
Erna Ratna Ningsih, Peneliti KRHN
Lambannya eksekusi terhaÂdap putusan kasasi perkara koÂrupsi dengan terdakwa GuberÂnur Bengkulu nonaktif Agusrin Maryono Najamudin, menimÂbulkan ketidakpastian hukum dan menimbulkan kecurigaan masyarakat.
Selain ada kesan penegak huÂkum mengulur-ulur waktu suÂpaÂya Agusrin tidak segera diÂpenÂjara, proses eksekusi yang lama ini menimbulkan rasa tiÂdak adil bagi masyarakat. ApaÂlagi, jika masyarakat melihat rakyat kecil yang menjadi terÂdakwa suatu kasus, begitu cepat dieksekusi.
“Apa karena putusan itu berÂkaitan dengan jabatan publik, gubernur, sehingga eksekusinya lambat. Apakah ada yang seÂngaja mengulur-ulur waktu unÂtuk memberikan ruang berÂmain. Ini harus segera diseÂleÂsaiÂkan demi kepastian hukum,†kata peneliti senior Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) Erna Ratna Ningsih.
Menurut Erna, meskipun ada upaya menempuh peninjauan kembali (PK), terdakwa perkara korupsi tidak bisa seenaknya meÂngulur-ulur waktu. “Untuk meÂmÂbuat PK tidak sembaÂraÂngan, ada sejumlah unsur yang harus dipenuhi. Itu tidak muÂdah, sebab harus ada novum atau bukti baru. Jangan jadikan kesempatan itu untuk tidak menjalani hukuman penjara,†ucap bekas Ketua Badan PeÂnguÂrus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Idonesia (YLBHI) ini.
Erna pun mengingatkan keÂjakÂsaan agar tidak berpangku taÂngan dengan menunggu-nungÂgu putusan kasasi saja. KeÂjakÂsaan bisa segera berkoordinasi dengan MA untuk meminta saÂlinan putusannya secara resmi.
“Sebab, apabila majelis haÂkim MA sudah memutus suatu perkara, biasanya urusan adÂministrasinya segera dilakukan. Putusan itu pasti segera dikirim kepada pihak-pihak terkait,†ujarnya.
Dia menegaskan, perlu upaya cepat dan serius mengeksekusi seÂbuah putusan yang sudah meÂmiÂliki kekuatan hukum tetap, seperti pada putusan kasasi terÂhadap Agusrin Najamudin itu.
“Kalau ada keterlambatan, seÂgeralah cek. Apakah admiÂnisÂtrasinya yang mandeg atau saÂliÂnan putusan itu nyangkut. KeÂjaksaan segeralah berkoordinasi dengan MA,†sarannya.
Kecewa Karena Prosesnya Lambat
Nasir Jamil, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR NaÂsir Jamil menilai, ada keÂjangÂÂgalan dalam proses ekÂseÂkusi terhadap Gubernur BengÂkulu nonaktif Agusrin Maryono Najamudin. Soalnya, pada zaÂman canggih ini, aneh jika saÂlinan putusan majelis hakim MA tak sampai di kejaksaan dalam waktu hampir satu bulan.
Lantaran itu, Nasir meminta para pimpinan Kejaksaan Agung mengecek kinerja anak buah mereka di Bengkulu. “Saya sangat kecewa pada lambatnya eksekusi putusan kasasi ini. Kejaksaan Agung mesti segera mengecek ke Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri BengÂkulu, apa kendalanya sehingga sampai sekarang belum diÂekÂsekusi,†ujarnya.
Dia pun mengingatkan, lamÂbatnya eksekusi putusan peÂngaÂdilan kerap jadi sarana bermain uang. Lantaran itu, Nasir meÂnekankan perlunya sanksi tegas bagi aparat hukum yang sengaja memainkan peran memÂperÂlambat eksekusi putuÂsan. “Jika keterlambatan meÂmang ada unsur kesengajaan, pimÂpinan KeÂjagung harus memÂberikan tindakan tegas terÂhadap aparat di bawah mereka. KeterÂlamÂbaÂtan ini akan menimbulkan perÂtaÂnyaan di tengah publik, apaÂkah karena ada faktor uang seÂhingÂga eksekusi terhadap NaÂjaÂmudin lambat?†tanyanya.
Nasir pun menegaskan, pihak kejaksaan tidak cukup hanya menunggu sampai salinan putuÂsan tersebut tiba di tangan meÂreka. “Menurut saya, jaksanya juga harus proaktif,†ujarnya.
Apalagi, menurut Nasir, meÂkaÂnisme pengumuman dan peÂngiriman putusan kasasi dari MA sudah lebih transaparan dan canggih. Walau demikian, dia juga mengingatkan pimpinan MA agar meningkatkan kinerja mereka, terutama untuk pengiÂriÂman putusan seperti itu.
“Itu juga harus diawasi hakim agung bidang pengawasan. BiaÂsanya administrasi di MA cepat, tapi kadang ada oknum-oknum yang menahan surat keputusan ekÂsekusi,†ucapnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: