RMOL. Jaksa bernama Jufrizal ditangkap polisi pada Rabu malam (1/2) karena diduga memeras pelaksana proyek di Dinas Pekerjaan Umum Kota Batam. Petugas Polda Kepulauan Riau mengamankan barang bukti berupa uang dalam kardus.
Penangkapan tersebut diduÂga sudah dirancang. Soalnya, saÂlah seorang konsultan perencaÂnaÂan di Batam, Ali Akbar merasa diÂperas Jufrizal. Senjata Jufrizal unÂÂtuk memeras adalah proyek yang seÂdang digarap Ali. Proyek itu diÂduga merugikan keuangan negara.
Jufrizal lalu menawarkan langÂÂÂkah damai agar proyek itu tetap bisa dilaksanakan. CaraÂnya, Ali mesti menyediakan uang Rp 200 juta untuk Jufrizal. Kalau tidak, Jufrizal mengancam akan memÂbawa proyek itu ke jalur hukum. Ali pun terancam menjadi tersangka.
Ali yang tidak terima dengan tuduhan dan ancaman itu, meÂmilih untuk menjebak Jufrizal. Ali pura-pura menyanggupi perÂmintaan Jufrizal. Dia kemudian janjian bertemu dengan Jufrizal di suatu tempat untuk meÂnyeÂrahÂkan uang yang diminta itu. SingÂkat cerita, uang dalam kardus itu berÂpindah tangan ke Jufrizal. KeÂmuÂdian, polisi menangkap Jufrizal.
Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Edwin Pamimpin SiÂtumorang membenarkan ada jaksa dari Kejaksaan Negeri BaÂtam yang diduga melakukan peÂmerasan. Akan tetapi, kataÂnya, dugaan tersebut belum tentu beÂnar.
“Kami sudah mendapat inÂformasi dari Kejari Batam. Ini maÂsih terlalu dini diduga melaÂkuÂkan pemerasan,†ujar Edwin keÂpada Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut Edwin, pemerasan yang diduga dilakukan Jufrizal masih perlu diperiksa kebenaÂranÂnya. “Ada dua hal, pertama, dia sedang melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi pembaÂnguÂnan jalan di Batam. Kedua, langÂsung muncul dugaan pemerasan tersebut. Nah, dugaan ini masih ditelusuri kebenarannya,†kata dia.
Lantaran itu, lanjut Edwin, KeÂpala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau sudah memerintahkan KeÂjaksaan Negeri Batam agar meÂmeriksa Jufrizal. “Kalau benar ada pemerasan, maka tidak ada ampun. Itu sudah menjadi kebiÂjakan Jaksa Agung, akan diproses dan diberikan sanksi berat sampai pada pemecatan. Kita tunggu hasil pemeriksaannya dahulu,†ujar dia.
Jufrizal sempat diamankan PolÂda Kepulauan Riau atas duÂgaan pemerasan tersebut. Namun, dia sudah dilepaskan untuk menÂjalani pemeriksaan di Kejaksaan Negeri Batam.
Jaksa Agung Muda PengaÂwaÂsan (Jamwas) Marwan Effendy berjanji akan mengusut dugaan peÂmerasan ini. “Saya sudah meÂminta laporan tertulisnya secara lengkap. Apa benar dia memeÂras atau ada pihak lain yang seÂngaja menjebaknya,†ujar MarÂwan keÂpada Rakyat Merdeka, tadi malam.
Marwan sudah meminta Kajati Kepri segera memberikan lapoÂran perkembangannya. Sebab, kata Marwan, informasinya masih simpang siur. “Makanya kami menunggu laporan dari Kajati dulu biar jelas permaÂsalahannya,†ucap dia.
Bila Jufrizal terbukti memeras, lanjut Marwan, maka dirinya sebagai Jamwas tak segan-segan memberikan hukuman berat. “Jika terbukti, jelas akan diberÂhenÂtikan dan proses hukumnya tetap jalan,†ujarnya.
Akibat Sanksi Lemah
Andi Rio, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Andi Rio Idris Padjalangi meÂngaku sudah sering mendengar jaksa melakukan pemerasan. NaÂmun, katanya, hingga kini tidak ada tindakan yang efektif untuk membersihkan kejaksaan dari jaksa-jaksa pemeras. “Selain pemÂberian sanksi yang lemah, pola pengawasan terhadap jaksa oleh kejaksaan pun masih lemah,†tegas Andi, kemarin.
Sejumlah kasus pemerasan oleh jaksa yang terekspos, meÂnurut Andi, menunjukkan bahÂwa institusi kejaksaan belum bersih dari perilaku jaksa korup. Belum lagi pemerasan yang tidak terÂekspos.
“Jaksa pemeras banyak terjadi di lapangan, hampir di semua kabupaten ada kejadian itu. Tapi, jarang terekspos. Saya sering menemukannya. Tapi, maÂsyarakat kita masih tertutup dan belum begitu massif melaporkan jaksa nakal seperti itu,†katanya.
Menurut Andi, seharusnya seÂtiap jaksa yang sudah ketahuan bermasalah segera dipecat untuk menimbulkan efek jera. Jika tiÂdak, kejaksaan akan terus diÂrunÂdung masalah seperti ini.
“Ini suÂdah persoalan moral. Tidak peÂduli apakah dia memeras hanya satu juta atau ratusan juta, segera pecat. Masih banyak orang yang bisa menjadi jaksa bersih,†tandasnya.
Kata Andi, pemberian sanksi berupa penurunan pangkat, muÂtasi, penundaan kenaikan pangkat dan sejumlah sanksi lembek lainÂnya, tidak akan membuat keÂjaksaan dipercaya masyarakat. Efek jeranya pun tidak ada. “TiÂdak ada efeknya sanksi begitu,†tegas dia.
REKA ULANG
Berawal Dari Tugas Untuk Intel
Dugaan pemerasan ini, berÂmula dari laporan masyaÂrakat berinisial SFA mengenai indiÂkasi korupsi dalam Program Pembangunan Peningkatan JaÂlan dan Jembatan di Batam ke KeÂjaksaan Negeri Batam.
Atas laporan itu, menurut KeÂÂpala Seksi Penerangan HuÂkum (Kasipenkum) Kejaksaan TingÂgi Kepulauan Riau, BamÂbang PanÂca, intelijen KejakÂsaan NeÂgeri Batam melakukan penelaahan.
Dari hasil penelaahan itu, papar Bambang, Plt Kepala KeÂjaksaan Negeri Batam IstaÂwari mengeluarkan surat peÂrinÂtah kepada intelijen untuk meÂngumÂpulkan bahan keteraÂngan dan data terkait dugaan penyeÂlewengan dalam proyek terseÂbut.
“Surat perintah untuk peÂngumpulan bahan keterangan itu dikeluarkan pada 24 Januari 2012,†kata Bambang.
Dalam surat itu, ditetapkan empat jaksa yang menjadi satu tim untuk melakukan penyeÂliÂdikan. Keempat jaksa itu adaÂlah, Filfan, Rizky Fachrul Rozy, Jufrizal dan Arif Suhartono.
Dalam proses selanjutnya, jakÂsa-jaksa itu melakukan peÂnyelidikan lapangan dan memÂbuat dokumentasi. “Rupanya upaÂya ini terdengar oleh SuÂratno. Suratno adalah Pejabat Pembuat Komitmen di Dinas Pekerjaan Umum, yang meÂngerÂjakan proyek tersebut,†kata Bambang.
Suratno, menurut Bambang, tanpa diundang mendatangi kantor Kejari Batam. “Mereka mengobrol, soal upaya peÂnyeÂlidikan yang dilakukan tim jakÂsa. Saat itu Suratno tidak memÂbawa sejumlah dokumen yang bisa membuktikan bahwa proÂyek itu tak bermasalah. Tim akhirnya meminta Suratno daÂtang lagi dengan membawa doÂkumen-dokumen,†ujarnya.
Kata Bambang, Suratno meÂminta agar dokumen itu diberiÂkan di tempat yang diinginÂkannya. “Alasannya, dia malu keÂÂtahuan wartawan kalau memÂbawa dokumen itu ke kanÂtor KeÂÂjari lagi,†ceritanya.
Nah, lanjut Bambang, pada Rabu 1 Februari 2012, sekitar puÂkul 19.30 WIB, Suratno meÂnunggu di sekitar Mega Mall, Batam. Tujuannya semula henÂdak menyerahkan dokumen.
“Jufrizal pergi sendiri, tentu dengan sepengetahuan anggota tim lainnya, sebab memang tuÂjuannya mengumpulkan data,†kata Bambang.
Setibanya di TKP, menurut Bambang, ada sejumlah orang yang keluar dari sebuah mobil dan meneriaki Jufrizal sebagai maling. “Spontan Jufrizal lari. Dia dikejar, ketangkap dan diÂpukuli, selanjutnya dibawa polisi,†ujarnya.
Bambang mengklaim, tak ada transaksi atau penerimaan uang dalam tas sejumlah Rp 200 juta. Pihaknya juga masih meneÂluÂsuri siapa saja yang berada di daÂlam mobil tersebut. “KeÂmungkinan, ada rencana menÂjebak Jufrizal,†katanya.
Yang jelas, lanjut Bambang, pengusutan dugaan korupsi Program Pembangunan PeningÂkaÂtan Jalan dan Jembatan di BaÂtam itu akan dilanjutkan keÂjaksaan. “Nilai proyeknya seÂkitar Rp 900 juta. Kami tetap melanjutkan pengusutannya,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: