Lagi, Jaksa Ditangkap Karena Diduga Memeras

Jamintel Sudah Dapat Informasinya

Jumat, 03 Februari 2012, 10:04 WIB
Lagi, Jaksa Ditangkap Karena Diduga Memeras
ilustrasi

RMOL. Jaksa bernama Jufrizal ditangkap polisi pada Rabu malam (1/2) karena diduga memeras pelaksana proyek di Dinas Pekerjaan Umum Kota Batam. Petugas  Polda Kepulauan Riau mengamankan barang bukti berupa uang dalam kardus.

Penangkapan tersebut didu­ga sudah dirancang. Soalnya, sa­lah seorang konsultan perenca­na­an di Batam, Ali Akbar merasa di­peras Jufrizal. Senjata Jufrizal un­­tuk memeras adalah proyek yang se­dang digarap Ali. Proyek itu  di­duga merugikan keuangan negara.

Jufrizal lalu menawarkan lang­­­kah damai agar proyek itu tetap bisa dilaksanakan. Cara­nya, Ali mesti menyediakan uang Rp 200 juta untuk Jufrizal. Kalau tidak, Jufrizal mengancam akan mem­bawa proyek itu ke jalur hukum. Ali pun terancam menjadi tersangka.

Ali yang tidak terima dengan tuduhan dan ancaman itu, me­milih untuk menjebak Jufrizal. Ali pura-pura menyanggupi per­mintaan Jufrizal. Dia kemudian janjian bertemu dengan Jufrizal di suatu tempat untuk me­nye­rah­kan uang yang diminta itu. Sing­kat cerita, uang dalam kardus itu ber­pindah tangan ke Jufrizal. Ke­mu­dian, polisi menangkap Jufrizal.

Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Edwin Pamimpin Si­tumorang membenarkan ada jaksa dari Kejaksaan Negeri Ba­tam yang diduga melakukan pe­merasan. Akan tetapi, kata­nya, dugaan tersebut belum tentu be­nar.

“Kami sudah mendapat in­formasi dari Kejari Batam. Ini ma­sih terlalu dini diduga mela­ku­kan pemerasan,” ujar Edwin ke­pada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurut Edwin, pemerasan yang diduga dilakukan Jufrizal masih perlu diperiksa kebena­ran­nya. “Ada dua hal, pertama, dia sedang melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi pemba­ngu­nan jalan di Batam. Kedua, lang­sung muncul dugaan pemerasan tersebut. Nah, dugaan ini masih ditelusuri kebenarannya,” kata dia.

Lantaran itu, lanjut Edwin, Ke­pala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau sudah memerintahkan Ke­jaksaan Negeri Batam agar me­meriksa Jufrizal. “Kalau benar ada pemerasan, maka tidak ada ampun. Itu sudah menjadi kebi­jakan Jaksa Agung, akan diproses dan diberikan sanksi berat sampai pada pemecatan. Kita tunggu hasil pemeriksaannya dahulu,” ujar dia.

Jufrizal sempat diamankan Pol­da Kepulauan Riau atas du­gaan pemerasan tersebut. Namun, dia sudah dilepaskan untuk men­jalani pemeriksaan di Kejaksaan Negeri Batam.

Jaksa Agung Muda Penga­wa­san (Jamwas) Marwan Effendy berjanji akan mengusut dugaan pe­merasan ini. “Saya sudah me­minta laporan tertulisnya secara lengkap. Apa benar dia meme­ras atau ada pihak lain yang se­ngaja menjebaknya,” ujar Mar­wan ke­pada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Marwan sudah meminta Kajati Kepri segera memberikan lapo­ran perkembangannya. Sebab, kata Marwan, informasinya masih simpang siur. “Makanya kami menunggu laporan dari Kajati dulu biar jelas perma­salahannya,” ucap dia.

Bila Jufrizal terbukti memeras, lanjut Marwan, maka dirinya sebagai Jamwas tak segan-segan memberikan hukuman berat. “Jika terbukti, jelas akan diber­hen­tikan dan proses hukumnya tetap jalan,” ujarnya.

Akibat Sanksi Lemah

Andi Rio, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Andi Rio Idris Padjalangi me­ngaku sudah sering mendengar jaksa melakukan pemerasan. Na­mun, katanya, hingga kini tidak ada tindakan yang efektif untuk membersihkan kejaksaan dari jaksa-jaksa pemeras. “Selain pem­berian sanksi yang lemah, pola pengawasan terhadap jaksa oleh kejaksaan pun masih lemah,” tegas Andi, kemarin.

Sejumlah kasus pemerasan oleh jaksa yang terekspos, me­nurut Andi, menunjukkan bah­wa institusi kejaksaan belum bersih dari perilaku jaksa korup. Belum lagi pemerasan yang tidak ter­ekspos.

“Jaksa pemeras banyak terjadi di lapangan, hampir di semua kabupaten ada kejadian itu. Tapi, jarang terekspos. Saya sering menemukannya. Tapi, ma­syarakat kita masih tertutup dan belum begitu massif melaporkan jaksa nakal seperti itu,” katanya.

Menurut Andi, seharusnya se­tiap jaksa yang sudah ketahuan bermasalah segera dipecat untuk menimbulkan efek jera. Jika ti­dak, kejaksaan akan terus di­run­dung masalah seperti ini.

“Ini su­dah persoalan moral. Tidak pe­duli apakah dia memeras hanya satu juta atau ratusan juta, segera pecat. Masih banyak orang yang bisa menjadi jaksa bersih,” tandasnya.

Kata Andi, pemberian sanksi berupa penurunan pangkat, mu­tasi, penundaan kenaikan pangkat dan sejumlah sanksi lembek lain­nya, tidak akan membuat ke­jaksaan dipercaya masyarakat. Efek jeranya pun tidak ada. “Ti­dak ada efeknya sanksi begitu,” tegas dia.

REKA ULANG

Berawal Dari Tugas Untuk Intel

Dugaan pemerasan ini, ber­mula dari laporan masya­rakat berinisial SFA mengenai indi­kasi korupsi dalam Program Pembangunan Peningkatan Ja­lan dan Jembatan di Batam ke Ke­jaksaan Negeri Batam.

Atas laporan itu, menurut Ke­­pala Seksi Penerangan Hu­kum (Kasipenkum) Kejaksaan Ting­gi Kepulauan Riau, Bam­bang Pan­ca, intelijen Kejak­saan Ne­geri Batam melakukan penelaahan.

Dari hasil penelaahan itu, papar Bambang, Plt Kepala Ke­jaksaan Negeri Batam Ista­wari mengeluarkan surat pe­rin­tah kepada intelijen untuk me­ngum­pulkan bahan ketera­ngan dan data terkait dugaan penye­lewengan dalam proyek terse­but.

“Surat perintah untuk pe­ngumpulan bahan keterangan itu dikeluarkan pada 24 Januari 2012,” kata Bambang.

Dalam surat itu, ditetapkan empat jaksa yang menjadi satu tim untuk melakukan penye­li­dikan. Keempat jaksa itu ada­lah, Filfan, Rizky Fachrul Rozy, Jufrizal dan Arif Suhartono.

Dalam proses selanjutnya, jak­sa-jaksa itu melakukan pe­nyelidikan lapangan dan mem­buat dokumentasi. “Rupanya upa­ya ini terdengar oleh Su­ratno. Suratno adalah Pejabat Pembuat Komitmen di Dinas Pekerjaan Umum, yang me­nger­jakan proyek tersebut,” kata Bambang.

Suratno, menurut Bambang, tanpa diundang mendatangi kantor Kejari Batam. “Mereka mengobrol, soal upaya pe­nye­lidikan yang dilakukan tim jak­sa. Saat itu Suratno tidak mem­bawa sejumlah dokumen yang bisa membuktikan bahwa pro­yek itu tak bermasalah. Tim akhirnya meminta Suratno da­tang lagi dengan membawa do­kumen-dokumen,” ujarnya.

Kata Bambang, Suratno me­minta agar dokumen itu diberi­kan di tempat yang diingin­kannya. “Alasannya, dia malu ke­­tahuan wartawan kalau mem­bawa dokumen itu ke kan­tor Ke­­jari lagi,” ceritanya.

Nah, lanjut Bambang, pada Rabu 1 Februari 2012, sekitar pu­kul 19.30 WIB, Suratno me­nunggu di sekitar Mega Mall, Batam. Tujuannya semula hen­dak menyerahkan dokumen.

“Jufrizal pergi sendiri, tentu dengan sepengetahuan anggota tim lainnya, sebab memang tu­juannya mengumpulkan data,” kata Bambang.

Setibanya di TKP, menurut Bambang, ada sejumlah orang yang keluar dari sebuah mobil dan meneriaki Jufrizal sebagai maling. “Spontan Jufrizal lari. Dia dikejar, ketangkap dan di­pukuli, selanjutnya dibawa polisi,” ujarnya.

Bambang mengklaim, tak ada transaksi atau penerimaan uang dalam tas sejumlah Rp 200 juta. Pihaknya juga masih mene­lu­suri siapa saja yang berada di da­lam mobil tersebut.  “Ke­mungkinan, ada rencana men­jebak Jufrizal,” katanya.

Yang jelas, lanjut Bambang, pengusutan dugaan korupsi Program Pembangunan Pening­ka­tan Jalan dan Jembatan di Ba­tam itu akan dilanjutkan ke­jaksaan. “Nilai proyeknya se­kitar Rp 900 juta. Kami tetap melanjutkan pengusutannya,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA