Nih, Alasan Pimpinan KPK Tak Ikut Umumkan Tersangka

Abraham Cuma Ditemani Johan Saat Beberkan Status Miranda

Senin, 30 Januari 2012, 11:09 WIB
Nih, Alasan Pimpinan KPK Tak Ikut Umumkan Tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi (kpk)

RMOL. Absennya empat pimpinan KPK saat pengumuman Miranda Swaray Goeltom sebagai tersangka kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGSBI), mengundang tanda tanya. Apalagi, anggota DPR Akbar Faisal melontarkan info tentang perpecahan pimpinan KPK.

Wakil Ketua KPK Zulkarnaen beralasan, saat Ketua KPK Ab­raham Samad mengumumkan pe­netapan Miranda sebagai ter­sangka, dirinya sedang menger­ja­kan tugas di luar kantor. “Ba­nyak tugas yang saya kerjakan, ja­ngan terlalu berlebihan me­nang­gapi ketidakhadiran saya,” katanya saat dihubungi Rakyat Merdeka.

Saat diumumkan status Mi­ran­da, Zulkarnaen me­ngaku sedang memberikan pen­jelasan kepada tim KPK untuk pe­nyempurnaan road map tugas-tugas pada tahun 2012 di sebuah hotel di kawasan Kemang, Ja­karta Selatan.

“Saya memberikan penjelasan dan masukan untuk peningkatan kinerja KPK, ter­ma­suk menyam­paikan rencana dan strategi  KPK,” alasan pensiunan jaksa ini.

Menurut Zulkarnaen, tidak ada per­pecahan pimpinan KPK, ken­dati Abraham hanya didampingi Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo saat me­ngu­mumkan status Miranda sebagai tersangka. “Pemikiran yang ber­beda tentu ada, tapi itu bukan per­pecahan,” katanya.

Perbedaan pendapat lima pim­pinan KPK, lanjut Zulkarnaen, cu­kup sering terjadi. Kendati be­gitu, lagi-lagi dia menyatakan, per­bedaan tersebut bukan perpe­cahan. “Itu dinamika pekerjaan saja. Jangankan berlima, berdua saja kadang berbeda pendapat. Perbedaan persepsi merupakan hal yang biasa,” ujarnya.

Zulkarnaen menambahkan, se­mua pimpinan KPK menjalankan pekerjaannya masing-masing sesuai pembagian tugas. “Kalau ada pimpinan KPK yang tidak hadir saat mengumumkan peneta­pan seorang tersangka, itu bukan suatu masalah. Kami tetap solid kok,” tuturnya.

Bahkan, lanjut dia, pe­ngu­muman penetapan tersangka se­perti Miranda Goeltom bisa saja hanya disampaikan Biro Humas. “Para pimpinan KPK bisa tetap mengerjakan tugasnya masing-masing, supaya kerja kami mak­simal,” kata Zulkarnaen.

Sebelumnya, anggota DPR Ak­bar Faisal menerima kabar me­ngenai perdebatan hebat antara Abraham dengan kubu Busyro Muqoddas-Bambang Widjojanto mengenai penetapan tersangka. Tapi, bukan menyangkut kasus suap pemilihan DGSBI, me­lain­kan kasus suap pembangunan Wisma Atlet Jakabaring, Palem­bang, Sumatera Selatan.

Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo juga mengaku tidak ada perpecahan pimpinan KPK. Soalnya, alasan dia, biasanya pengumuman pe­ne­tapan tersangka hanya dilakukan humas tanpa didampingi Ketua atau pimpinan KPK lainnya.

“Mengumumkan seorang ter­sangka itu tidak selalu bersama pimpinan, biasanya hanya saya yang menyampaikan,” katanya saat dihubungi.

Johan pun menjelaskan, ke­na­pa hanya Ketua KPK yang me­ngu­mumkan Miranda sebagai tersangka. “Pak Ketua sudah janji ingin mengumumkannya se­cara langsung. Waktu pulang dari Is­tana Negara, beliau juga berjanji akan mengumumkan hal yang me­narik kepada warta­wan,” katanya.

Johan bercerita, dirinya dihu­bu­ngi Abraham pada pagi hari untuk menyiapkan ruangan jum­pa pers. “Saat saya datang ke KPK, hanya ada Pak Abraham dan memang rencananya, pene­tapan tersangka itu tidak di­umum­kan bersama pimpinan lainnya,” ujar dia.

Selain itu, menurut Johan, di KPK tidak ada tradisi mengu­mum­kan seorang tersangka se­cara keroyokan, tapi diserahkan kepada humas. “Ini karena janji pak Abraham saja untuk me­nyam­paikannya secara langsung kepada wartawan. Jadi, tidak ada masalah Pak Ketua menyam­pai­kan penetapan tersangka itu h­a­nya didampingi saya.”

REKA ULANG

Busyro Dan Bambang Nonton Film

Ketika Ketua KPK Abraham Sa­mad mengumumkan pene­ta­pan status tersangka Miranda Goeltom, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas dan Bambang Widjojanto sedang menghadiri pemutaran film mengenai pem­be­rantasan korupsi di sebuah bios­kop di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat.

“Sepengetahuan saya, saat itu Pak Busyro dan Pak Bambang se­dang menonton film anti korupsi garapan KPK,” ujarnya.

Johan menuturkan, setelah me­nyaksikan film, Busyro dan Bam­bang kembali ke kantor. Sekitar pukul satu siang, Bambang pergi lagi menemui jurnalis asia pa­si­fik. “Saya ada di situ menemani Pak Bambang,” katanya.

Sedangkan Wakil Ketua Ko­misi Pemberantasan Korupsi Ad­nan Pandu Praja, kata Johan, ke­tika itu sedang menjalankan tugas keluar kota. Yang pasti, Miranda Swaray Goeltom sudah diting­kat­kan statusnya menjadi tersangka. Inilah kejutan yang dijanjikan Ke­tua KPK Abraham Samad itu.

Pada 26 Januari 2012, Ab­ra­ham mengumumkan penetapan tersangka itu. Dia menyebutkan, kasus cek pelawat ditingkatkan ke penyidikan terhadap tersangka inisial MSG. “Ditingkatkan sta­tusnya, dari saksi menjadi te­r­sangka,” kata dia.

Absennya empat pimpinan KPK mengundang tanda tanya. Apalagi, anggota DPR Akbar Fai­sal melontarkan info, terjadi per­pecahan pimpinan KPK. Kabar yang diterima Akbar, ada per­de­batan hebat antara Abraham de­ngan kubu Busyro-Bambang Wid­jojanto menyangkut pene­ta­pan tersangka. Tapi, bukan me­nyangkut kasus cek pelawat, me­lainkan kasus Wisma Atlet.

Menjawab hal tersebut, Johan Budi spontan berkata, “Astagh­firullah.” Sementara Abraham menyatakan, di antara pimpinan sudah terjalin ikatan saudara. “Kita bukan sahabat lagi. Sudah seperti perangko,” ujar dia.

Saat Ketua KPK Abraham Sa­mad mengumumkan Miranda sebagai tersangka kasus pemi­lihan DGSBI, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas dan Bambang Widjonarko menghadiri pemuta­ran perdana film Kita versus Ko­rupsi (K vs K) di sebuah bioskop.

Film yang disaksikan Busyro dan Bambang merupakan kum­pulan empat film pendek yang di­buat sebagai bentuk kampanye an­tikorupsi melalui media populer.

Film yang menceritakan kehi­du­­pan sehari-hari masyarakat In­donesia ini, merupakan besutan sutradara muda Chairun Nissa, Emil Heradi, Lasja F Susanto dan Ine Febriyanti. Film ini dibuat se­simpel mungkin agar mudah di­pahami masyarakat.

Menurut Busyro, film pendek ada­lah media yang pas dalam meng­kampanyekan antikorupsi kepada masyarakat. “Setelah me­la­ku­kan refleksi, kontemplasi, kami berpikir media apa yang bisa digunakan untuk menyam­paikan kampanye antikorupsi. Nah, film menjadi pilihan karena secara kultural dekat dengan masyarakat,” kata Busyro seusai menyaksikan pemutaran film tersebut.

Kasus Miranda Terlalu Lambat

Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago menya­yang­kan jika memang ada per­pe­cahan pimpinan Komisi Pem­be­rantasan Korupsi. “Tapi, ka­lau ada  perbedaan pendapat da­lam suatu organisasi, itu hal yang wajar,” katanya.

Menurut Taslim, yang men­jadi kekhawatiran DPR adalah ketika perbedaan pendapat di­da­sari ke­pentingan pribadi atau kelompok. “Saya berharap, per­­­bedan pen­dapat yang mun­cul bukan karena kepentingan, tapi murni karena perbedaan me­man­dang suatu per­m­as­a­la­han,” tuturnya.

Taslim berharap, meski ter­jadi perbedaan, yang terpenting saat ini KPK harus bekerja se­cara pro­fesional dan tidak ter­pe­nga­ruh siapa pun. “Jika ada ke­­pen­tingan yang dibawa ke dalam KPK, perlu di­per­ta­nya­kan dan ditelusuri siapa orang­nya,” kata ang­gota DPR dari PAN ini.

Dia menambahkan, pene­tapan tersangka di KPK melalui proses pengambilan keputusan kepe­mim­pinan kolegial. Nah, jika su­dah menjadi keputusan hen­dak­nya tidak ada per­pe­ca­han. “Mau tidak mau mereka ha­rus bekerja sama. Kalau ada yang tidak mau be­kerja sama, perlu diselidiki siapa yang me­nen­tang dan kenapa dia menen­tang keputusan tersebut,” ujarnya.

Dia pun mengingatkan, kerja KPK menangani kasus-kasus korupsi mesti jalan terus. Lan­taran itu, Komisi Pemberan­ta­san Korupsi tidak boleh ber­ku­tat mengurusi masalah internal.

Taslim menambahkan, proses yang dijalankan KPK dalam kasus Miranda ini sudah terlalu lambat. “KPK jangan me­ngu­lur-ulur waktu lagi dan tak bo­leh menjadikan kasus ini se­ba­gai mainan untuk memba­ngun citra,” tandasnya.

Dia menginginkan, tersangka kasus ini, Nunun Nurbaetie dan Miranda segera dibawa ke pe­nga­dilan, agar perkara tersebut bisa berkembang seperti kasus Nazaruddin. “Dalam kasus Na­za­ruddin yang menghadirkan Yulianis dan Rosa, banyak fakta yang terbongkar dan sudah mu­lai kelihatan progresnya.”

Ingatkan KPK Tak Cepat Puas

Edi Humaidi, Ketua LSM KMI

Ketua LSM Kaukus Muda Indonesia (KMI) Edi Humaidi mengapresiasi kinerja Abraham Samad Cs dalam menetapkan Miranda Swaray Goeltom se­ba­gai tersangka kasus suap pe­mi­lihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGSBI).

“Ini langkah yang bagus, tapi ja­ngan puas pada penetapan ter­sangka Miranda. Soalnya, masih banyak kasus besar lain yang be­lum dituntaskan KPK,” kata dia.

Apalagi, Abraham Samad dalam uji kepatutan dan kelaya­kan di DPR telah berjanji untuk menyelesaikan beberapa kasus besar dalam setahun. “Ini ada­lah langkah awal yang bagus, tapi masih harus dibuktikan dengan penuntasan kasus besar lainnya,” ujar dia.

Kendati begitu, Edi menilai, kinerja KPK di bawah ko­man­do Abraham Samad secara umum belum memuaskan. “Se­harusnya pimpinan KPK be­ker­ja sama atau tidak sendiri-sen­diri dalam menyelesaikan se­buah kasus,” katanya.

Dia menambahkan, wajar tim­bul persepsi bahwa pimpi­nan KPK pecah setelah ma­sya­rakat melihat Abraham hanya didampingi Kepala Humas KPK Johan Budi Sapto Pra­bo­wo saat mengumumkan Miran­da sebagai tersangka. “Jangan sa­lahkan masyarakat, justru yang harus dilakukan adalah me­nghilangkan politisasi pem­berantasan korupsi,” tandasnya.

Edi mengingatkan, Abraham tidak bisa bekerja sendiri dalam menunaikan janjinya kepada DPR dan rakyat Indonesia. Sa­ngat fatal ketika Abraham be­kerja sendirian. “KPK harus solid,” ucapnya.

Menurutnya, kekompakan pim­pinan KPK sangat dibu­tuh­kan, mengingat kasus kakap lain­nya masih menunggu untuk segera digarap dan dituntaskan. “Kasus kakap antara lain per­kara Bank Century dan BLBI. Kalau pim­pinannya tidak solid, maka kinerja KPK jilid III akan jauh dari harapan masyarakat,” katanya.

Kasus cek pelawat, lanjut Edi, merupakan contoh bagi KPK jilid III untuk bisa mem­bongkar kasus kakap lainnya. Selain itu, yang dibutuhkan KPK adalah keberanian dan du­kungan untuk bisa me­nye­le­sai­kannya. “Untuk melawan ke­kua­tan besar di balik kasus ka­kap, hendaknya DPR dan pe­merintah memberikan duku­ngan penuh kepada KPK agar keberanian itu bisa muncul.”

Edi berharap, setelah kasus cek pelawat ini dituntaskan KPK, ka­sus Bank Century bisa me­nyu­sul dituntaskan. “Banyak yang ber­harap kasus Bank Cen­tury se­lesai dan pelaku-pela­ku­nya dise­ret ke pengadilan,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA