Pelacakan keenam DPO ini diÂjelaskan Kepala Bidang PeÂneÂrangan Umum (Kabidpenum) Polri Kombes Boy Rafli Amar, kemarin.
Pencarian enam buronan ini, lanÂjutnya, masih dikoordinasikan Polri dengan Interpol. Enam buÂroÂnan yang dimaksud adalah kaÂkak Robert Tantular, yakni Theresia Dewi Tantular, Rafat Ali Rizvi, Hasem Al Warraq, Anton Tantular, Hendro Wiyanto dan HarÂtawan Aluwi.
Boy mengklasifikasi, keenam nama yang masuk DPO kasus Century diduga terlibat perkara tinÂdak pidana kejahatan perÂbanÂkan, pidana pencucian uang, dan tindak pidana umum. “Kami suÂdah mengirim red notice ke InterÂpol,†ucapnya.
Lebih jauh, menjawab pertaÂnyaÂan tentang informasi apa yang diperoleh kepolisian mengenai keberadaan tersangka ini, Boy meÂnolak menjelaskan secara rinÂci. Bekas Kepala Bidang Humas (Kabidhumas) Polda Metro Jaya ini hanya mengatakan, intensitas pelacakan enam buronan itu terus dikembangkan kepolisian.
Koordinasi Polri dengan InÂterÂpol, menurut dia, menunjukkan hasil signifikan. Setidaknya, inÂforÂmasi mengenai posisi para buÂroÂnan itu senantiasa bisa dikeÂtaÂhui kepolisian. “Info keberadaan mereka selalu disampaikan ke keÂpoÂlisian kita,†ucapnya.
Akan tetapi, alasan Boy, ada kenÂdala yang menyulitkan kepoÂlisian untuk membawa pulang para buronan tersebut. Kesulitan menyeret buronan Century ke Tanah Air dilatari tidak adanya perjanjian ekstradisi antara InÂdonesia dengan negara tempat perÂsembunyian para buronan.
Selain itu, terdapat kendala seÂperti masih berjalannya proses huÂkum yang melilit para buroÂnan di negara tempat perÂsemÂbuÂnyian mereka. “Kendala-kendala terseÂbut jadi tantangan kepoÂliÂsian unÂtuk menyelesaikan perÂkaÂra ini,†ucapnya.
Boy menambahkan, selain beÂkerja sama dengan Interpol, Polri juga berkoordinasi dengan KeÂjaksaan Agung, Direktorat JenÂdeÂral Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Luar Negeri untuk menyeret para buÂronan tersebut.
Informasi yang dihimpun di lingÂkungan Sekretariat NCB-InÂterpol Indonesia atau Divisi HuÂbuÂngan Internasional (Div-HuÂbinter) Polri menyebutkan, enam buronan Century itu melarikan diri pada Juli 2009.
Dalam pelariannya, Dewi TanÂtuÂlar misalnya, sempat teridenÂtiÂfiÂkasi masuk Singapura. DemiÂkian halnya lima buronan lainÂnya. Mereka sempat mampir di Singapura untuk melanjutkan peÂlaÂrian ke Hong Kong, Inggris, Australia dan India.
Informasi dari sumber di lingÂkuÂngan Sekretariat Interpol meÂnyebutkan, Dewi Tantular mauÂpun Hendro Wiyanto sampai saat ini diidentifikasi berada di SinÂgaÂpura. Sedangkan saudaranya, AnÂton Tantular, kabarnya melanÂjutkan pelarian dari Singapura ke Hong Kong.
Sedangkan dua buronan yang merupakan warga negara asing, Ravat Ali Rivzi asal Inggris dan Hesham Al Warraq Thalat asal MeÂsir, diduga berada di Inggris dan India. Untuk keperluan meÂnyeret Ravat Ali, Polri sempat berÂtÂemu dengan kepolisian IngÂgris untuk membahas hal ini.
“KaÂmi berupaya membawa buroÂnan terÂsebut kembali ke Tanah Air unÂtuk memÂperÂtangÂgungÂjaÂwabkan perÂbuatan meÂreÂka,†kata Boy.
Menanggapi hal ini, Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo menyatakan, peÂlaÂrian mereka membuat penaÂnganan kasus Century terhamÂbat. Akan tetapi, dia optimistis, upaya melacak keberadaan buroÂnan ditindaklanjuti Interpol seÂcara optimal.
“Kami sudah minta keÂpolisian untuk menindaklanjuti hal itu,†ucapnya. Akan tetapi, sejauh ini Komisi Pemberantasan Korupsui belum menerima informasi sepuÂtar perburuan tersebut.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Noor Rochmad meÂnyaÂtaÂkan, selain memburu para buÂroÂnan, kejaksaan sampai saat ini foÂkus mengeksekusi aset para terÂpidana tersebut. Namun, dia meÂngaÂku belum bisa menguraiÂkan, aset apa saja yang telah disita dari enam buronan CenÂtury tersebut.
REKA ULANG
KPK Pun Seperti Jalan Di Tempat
Penanganan kasus Bank Century di Komisi PemberanÂtaÂsan Korupsi pun seperti jalan di temÂpat. Hingga masa tugas pimÂpinan KPK jilid II berakhir pada Desember 2011, kasus Century tidak naik ke tingkat penyidikan.
Hingga terjadi pergantian pimÂpiÂnan, KPK baru sekadar meÂminta keterangan 70 orang, yang statusnya bukan saksi, bukan pula tersangka kasus Bank Century.
KPK antara lain pernah meÂminta keterangan bekas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, bekas Gubernur Bank Indonesia Boediono, pemilik Bank Century Robert Tantular, bekas Deputi GuÂbernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Gultom, Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya, bekas Direktur Bank CenÂtury Hermanus Hasan MusÂlim, bekas Menteri BUMN SofÂyan Djalil dan bekas Wakil PrÂeÂsiden Jusuf Kalla.
“Jumlah yang sudah dimintai keterangan antara 60 hingga 70 orang. Mulai dari kalangan peÂjaÂbat Bank Indonesia, Bank CenÂtury hingga Komite Stabilitas SisÂtem Keuangan,†ujar Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo menjelang pergantian pimpinan KPK itu.
Meski begitu, Komisi PemÂbeÂranÂtasan Korupsi belum bisa menetapkan tersangka kasus ini, baik dari pihak Bank Indonesia, Komite Stabilitas Sistem KeÂuangan (KSSK), Bank Century atau pihak-pihak lainnya. “Belum ada tersangka, belum ada saksi, sifatnya masih meminta keteÂraÂngan. Statusnya, meminta keÂteÂraÂngan,†ujar Johan.
Kasus yang menurut para peÂnguÂsungnya di DPR merugikan keuangan negara hingga Rp 6,7 triÂliun itu, hingga kini belum meÂneÂmui titik terang pengusutan di KPK. Kendati begitu, menurut JoÂhan, KPK sudah membentuk tim yang besar untuk bisa meÂnguÂsut perkara tersebut. Dalam kaÂsus-kaÂsus yang lain, KPK tidak meÂnuÂrunkan tim sampai 10 orang, naÂmun pada perkara CenÂtury, meÂreka mengerahkan 20 apaÂrat. “Tim yang kami turunkan itu lebih dari biasanya, ada 20 orang. Biasanya empat atau lima,†ujar Johan.
Dia menambahkan, beberapa pihak yang sudah dimintai keteÂrangan KPK, memang tidak akÂrab di telinga publik. Namun, langÂkah tersebut perlu dilakukan untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi dan bukti dari internal Bank Indonesia dan juga dari luar BI. “Kami serius melaÂkukan peÂnyeÂlidikan, mencari informasi, dari BI maupun luar BI,†katanya.
Seperti diketahui, masa jabatan pimpinan KPK periode 2007-2011 berakhir pada Desember lalu. Namun, kasus Bank Century tak kunjung naik ke tingkat peÂnyidikan. “Belum naik ke peÂnyiÂdikan,†kata Busyro Muqoddas yang saat itu menjabat Ketua KPK. Namun, lanjutnya, penguÂsuÂtan kasus Bank Century tidak berhenti. “Di KPK tidak ada istiÂlah SP3,†ujarnya.
Bukan Soal Ekstradisi Melainkan Niat
Syahganda Nainggolan, Ketua LSM Sabang Merauke Circle
Ketua LSM Sabang Merauke Circle Syahganda Nainggolan meÂnilai, political will pemeÂrinÂtah sangat menentukan suksesÂnya pemulangan para buronan dari luar negeri.
Dia mengingatkan, usaha meÂnyeret pulang para buronan dapat dilakukan lewat jalur diÂploÂmasi. “Selain jalur resmi meÂlalui Interpol, ada tata cara seÂperti lobi dan pendekatan diÂploÂmatik antar negara,†katanya.
Pendekatan diplomatik ini, dapat dilaksanakan sepanjang ada niat kuat pemerintah. KaÂrena sesungguhnya, ia opÂtiÂmisÂtis, siapa pun dan di mana pun buÂronan itu berada akan bisa diÂbawa pulang ke Tanah Air seÂlaÂma ada niat kuat tersebut. “Pada prinsipnya, seseorang menÂjadi buÂronan itu kan akibat terbukti meÂlakukan kejahaÂtan,†tandasnya.
Dengan dasar adanya tindak pidana tersebut, lanjut SyahÂganÂda, pemerintah bisa meminÂta negara lain yang jadi tempat perÂsembunyian buronan untuk mempertimbangkan hal tersebut.
Biasanya, kata dia, negara yang jadi tempat persemÂbuÂnyiÂan para buronan itu merasa geÂrah jika menjadi tempat pelarian orang-orang yang bermasalah dengan hukum. Berangkat dari hal tersebut, maka dalih-dalih belum adanya ratifikasi perÂjanÂjian ekstradisi, menurut dia, bisa dikesampingkan.
“Setidaknya, selama ada poÂlitical will pemerintah, hamÂbaÂtan-hambatan yang kerap ada, bisa diantisipasi,†tuturnya.
Minimal, lanjutnya, jika proÂses pemulangan buronan terÂhambat, langkah tersebut akan membantu proses penyitaan aset milik para buronan.
Karena itu, diperlukan straÂtegi atau langkah khusus dalam menindaklanjuti proses ini. Pendekatan diplomatik antar negara, sudah selayaknya dapat porÂsi utama pemerintah yang saat ini kerap menghadapi maÂsalah kaburnya tersangka perÂkara korupsi ke luar negeri. SeÂlain hal itu, dia juga meminta, peÂngawasan individu yang diÂduga bermasalah dengan huÂkum, diintensifkan.
Pengajuan Cegah Sering Terlambat
Andi Anzhar Cakra Wijaya, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Andi Anzhar Cakra Wijaya meÂnilai, kaburnya buronan ke luar negeri, tidak leÂpas dari konsep penyidikan yang kurang proÂfesional. KeÂtakÂproÂfesioÂnalan ini, mengÂakÂiÂbatkan pencegahan tersangka ke luar negeri seringÂkali terlambat.
“KPK, Polri dan Kejaksaan Agung mesti memperbaiki konÂsep penyidikan itu. Cegah seÂringkali terlambat, sehingga beÂgitu surat permohonan dikirim ke Ditjen Imigrasi, para pelaku keÂjahatan sudah lebih dulu kaÂbur ke luar negeri,†tandasnya.
Faktor kedua yang jadi perÂsoÂalan, menurut Andi, yakni koorÂdinasi antar lembaga. Nah, koorÂdinasi itu mesti diperbaiki. ArtiÂnya, permintaan cegah terÂhadap tersangka seyogyanya berÂjalan online. Dengan begitu, tak ada alaÂsan lagi pencegahan terlambat.
Dia menambahkan, rencana memperbaiki konsep penyidiÂkan serta memperbaiki koorÂdiÂnasi antar lembaga penegak huÂkum akan dibahas Komisi III DPR. “Kami sudah agendakan pembahasan ini dengan semua intitusi penegak hukum,†kata politisi PAN ini.
Andi berharap, implementasi hal tersebut membawa dampak positif. Selain meminimalkan angÂka pelarian para pelaku kejaÂhatan, hal ini juga bisa dijadikan standar untuk mengatasi masaÂlah penyitaan aset korupsi.
“Semua kendala seputar kaÂburnya tersangka ke luar negeri dan teknis penyitaan aset koÂrupÂtor menjadi agenda yang kami fokuskan saat ini.†Dia pun berÂharap, persoalan seperti keÂsuÂlitan menangkap buÂron kasus Bank Century dan penyitaan aset mereka, tidak teÂrus terjadi. [Harian Rakyat Merdeka]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: