6 Buron Kasus Century Tak Kunjung Dibekuk Polisi

Kabur Ke Singapura, Hong Kong, Inggris & India

Jumat, 27 Januari 2012, 10:12 WIB
6 Buron Kasus Century Tak Kunjung Dibekuk Polisi
Bank Century
RMOL. Keberadaan enam buron kasus Bank Century yang masuk daftar pencarian orang (DPO) Internasional Police (Interpol) sudah di kantong Polri. Tapi, kenapa  belum diseret ke Indonesia?

Pelacakan keenam DPO ini di­jelaskan Kepala Bidang Pe­ne­rangan Umum (Kabidpenum) Polri Kombes Boy Rafli Amar, kemarin.

Pencarian enam buronan ini, lan­jutnya, masih dikoordinasikan Polri dengan Interpol. Enam bu­ro­nan yang dimaksud adalah ka­kak Robert Tantular, yakni Theresia Dewi Tantular, Rafat Ali Rizvi, Hasem Al Warraq, Anton Tantular, Hendro Wiyanto dan Har­tawan Aluwi.

Boy mengklasifikasi, keenam nama yang masuk DPO kasus Century diduga terlibat perkara tin­dak pidana kejahatan per­ban­kan, pidana pencucian uang, dan tindak pidana umum. “Kami su­dah mengirim red notice ke Inter­pol,” ucapnya.

Lebih jauh, menjawab perta­nya­an tentang informasi apa yang diperoleh kepolisian mengenai keberadaan tersangka ini, Boy me­nolak menjelaskan secara rin­ci. Bekas Kepala Bidang Humas (Kabidhumas) Polda Metro Jaya ini hanya mengatakan, intensitas pelacakan enam buronan itu terus dikembangkan kepolisian.

Koordinasi Polri dengan In­ter­pol, menurut dia, menunjukkan hasil signifikan. Setidaknya, in­for­masi mengenai posisi para bu­ro­nan itu senantiasa bisa dike­ta­hui kepolisian. “Info keberadaan mereka selalu disampaikan ke ke­po­lisian kita,” ucapnya.

Akan tetapi, alasan Boy, ada ken­dala yang  menyulitkan kepo­lisian untuk  membawa pulang para buronan tersebut. Kesulitan menyeret buronan Century ke Tanah Air dilatari tidak adanya perjanjian ekstradisi antara In­donesia dengan negara tempat per­sembunyian para buronan.

Selain itu, terdapat kendala se­perti masih berjalannya proses hu­kum yang melilit para buro­nan di negara tempat per­sem­bu­nyian mereka. “Kendala-kendala terse­but jadi tantangan kepo­li­sian un­tuk menyelesaikan per­ka­ra ini,” ucapnya.

Boy menambahkan, selain be­kerja sama dengan Interpol, Polri juga berkoordinasi dengan Ke­jaksaan Agung, Direktorat Jen­de­ral Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Luar Negeri untuk menyeret para bu­ronan tersebut.

Informasi yang dihimpun di ling­kungan Sekretariat NCB-In­terpol Indonesia atau Divisi Hu­bu­ngan Internasional (Div-Hu­binter) Polri menyebutkan, enam buronan Century itu melarikan diri pada Juli 2009.

Dalam pelariannya, Dewi Tan­tu­lar misalnya, sempat teriden­ti­fi­kasi masuk Singapura. Demi­kian halnya lima buronan lain­nya. Mereka sempat mampir di Singapura untuk melanjutkan pe­la­rian ke  Hong Kong, Inggris, Australia dan India.

Informasi dari sumber di ling­ku­ngan Sekretariat Interpol me­nyebutkan, Dewi Tantular mau­pun Hendro Wiyanto sampai saat ini diidentifikasi berada di Sin­ga­pura. Sedangkan saudaranya, An­ton Tantular, kabarnya melan­jutkan  pelarian dari Singapura ke Hong Kong.

Sedangkan dua buronan yang merupakan warga negara asing, Ravat Ali Rivzi asal Inggris dan Hesham Al Warraq Thalat asal Me­sir, diduga berada di Inggris dan India.  Untuk keperluan me­nyeret Ravat Ali, Polri sempat ber­t­emu dengan kepolisian Ing­gris untuk membahas hal ini.

“Ka­mi berupaya membawa buro­nan ter­sebut kembali ke Tanah Air un­tuk mem­per­tang­gung­ja­wabkan per­buatan me­re­ka,” kata Boy.

Menanggapi hal ini, Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo menyatakan, pe­la­rian mereka membuat pena­nganan kasus Century terham­bat. Akan tetapi, dia optimistis, upaya melacak keberadaan buro­nan ditindaklanjuti Interpol se­cara optimal.

­“Kami sudah minta ke­polisian untuk menindaklanjuti hal itu,” ucapnya. Akan tetapi, sejauh ini Komisi Pemberantasan Korupsui belum menerima informasi sepu­tar perburuan tersebut.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Noor Rochmad me­nya­ta­kan, selain memburu para bu­ro­nan, kejaksaan sampai saat ini fo­kus mengeksekusi aset para ter­pidana tersebut. Namun, dia me­nga­ku belum bisa mengurai­kan, aset apa saja yang telah disita dari enam buronan Cen­tury tersebut.

REKA ULANG

KPK Pun Seperti Jalan Di Tempat

Penanganan kasus Bank Century di Komisi Pemberan­ta­san Korupsi pun seperti jalan di tem­pat. Hingga masa tugas pim­pinan KPK jilid II berakhir pada Desember 2011, kasus Century tidak naik ke tingkat penyidikan.

Hingga terjadi pergantian pim­pi­nan, KPK baru sekadar me­minta keterangan 70 orang, yang statusnya bukan saksi, bukan pula tersangka kasus Bank Century.

KPK antara lain pernah me­minta keterangan bekas Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, bekas Gubernur Bank Indonesia Boediono, pemilik Bank Century Robert Tantular, bekas Deputi Gu­bernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Gultom, Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya, bekas Direktur Bank Cen­tury Hermanus Hasan Mus­lim, bekas Menteri BUMN Sof­yan Djalil dan bekas Wakil Pr­e­siden Jusuf Kalla.

“Jumlah yang sudah dimintai keterangan antara 60 hingga 70 orang. Mulai dari kalangan pe­ja­bat Bank Indonesia, Bank Cen­tury hingga Komite Stabilitas Sis­tem Keuangan,” ujar Kepala Biro Humas KPK Johan Budi Sapto Prabowo menjelang pergantian pimpinan KPK itu.

Meski begitu, Komisi Pem­be­ran­tasan Korupsi belum bisa menetapkan tersangka kasus ini, baik dari pihak Bank Indonesia, Komite Stabilitas Sistem Ke­uangan (KSSK), Bank Century atau pihak-pihak lainnya. “Belum ada tersangka, belum ada saksi, sifatnya masih meminta kete­ra­ngan. Statusnya, meminta ke­te­ra­ngan,” ujar Johan.

Kasus yang menurut para pe­ngu­sungnya di DPR merugikan keuangan negara hingga Rp 6,7 tri­liun itu, hingga kini belum me­ne­mui titik terang pengusutan di KPK. Kendati begitu, menurut Jo­han, KPK sudah membentuk tim yang besar untuk bisa me­ngu­sut perkara tersebut. Dalam ka­sus-ka­sus yang lain, KPK tidak me­nu­runkan tim sampai 10 orang, na­mun pada perkara Cen­tury, me­reka mengerahkan 20 apa­rat. “Tim yang kami turunkan itu lebih dari biasanya, ada 20 orang. Biasanya empat atau lima,” ujar Johan.

Dia menambahkan, beberapa pihak yang sudah dimintai kete­rangan KPK, memang tidak ak­rab di telinga publik. Namun, lang­kah tersebut perlu dilakukan untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi dan bukti dari internal Bank Indonesia dan juga dari luar BI. “Kami serius mela­kukan pe­nye­lidikan, mencari informasi, dari BI maupun luar BI,” katanya.

Seperti diketahui, masa jabatan pimpinan KPK periode 2007-2011 berakhir pada Desember lalu. Namun, kasus Bank Century tak kunjung naik ke tingkat pe­nyidikan. “Belum naik ke pe­nyi­dikan,” kata Busyro Muqoddas yang saat itu menjabat Ketua KPK. Namun, lanjutnya, pengu­su­tan kasus Bank Century tidak berhenti. “Di KPK tidak ada isti­lah SP3,” ujarnya.

Bukan Soal Ekstradisi Melainkan Niat

Syahganda Nainggolan, Ketua LSM Sabang Merauke Circle

Ketua LSM Sabang Merauke Circle Syahganda Nainggolan me­nilai, political will peme­rin­tah sangat menentukan sukses­nya pemulangan para buronan dari luar negeri.

Dia mengingatkan, usaha me­nyeret pulang para buronan dapat dilakukan lewat jalur di­plo­masi. “Selain jalur resmi me­lalui Interpol, ada tata cara se­perti lobi dan pendekatan di­plo­matik antar negara,” katanya.

Pendekatan diplomatik ini, dapat dilaksanakan sepanjang ada niat kuat pemerintah. Ka­rena sesungguhnya, ia op­ti­mis­tis, siapa pun dan di mana pun bu­ronan itu berada akan bisa di­bawa pulang ke Tanah Air se­la­ma ada niat kuat tersebut. “Pada prinsipnya, seseorang men­jadi bu­ronan itu kan akibat terbukti me­lakukan kejaha­tan,” tandasnya.

Dengan dasar adanya tindak pidana tersebut, lanjut Syah­gan­da, pemerintah bisa memin­ta negara lain yang jadi tempat per­sembunyian buronan untuk mempertimbangkan hal tersebut.

Biasanya, kata dia, negara yang jadi tempat persem­bu­nyi­an para buronan itu merasa ge­rah jika menjadi tempat pelarian orang-orang yang bermasalah dengan hukum. Berangkat dari hal tersebut, maka dalih-dalih belum adanya ratifikasi per­jan­jian ekstradisi, menurut dia, bisa dikesampingkan.

“Setidaknya, selama ada po­litical will pemerintah, ham­ba­tan-hambatan yang kerap ada, bisa diantisipasi,” tuturnya.

Minimal, lanjutnya, jika pro­ses pemulangan buronan ter­hambat, langkah tersebut akan membantu proses penyitaan aset milik para buronan.

Karena itu, diperlukan stra­tegi atau langkah khusus dalam menindaklanjuti proses ini. Pendekatan diplomatik antar negara, sudah selayaknya dapat por­si utama pemerintah yang saat ini kerap menghadapi ma­salah kaburnya tersangka per­kara korupsi ke luar negeri.  Se­lain hal itu, dia juga meminta, pe­ngawasan individu yang di­duga bermasalah dengan hu­kum, diintensifkan.

Pengajuan Cegah Sering Terlambat

Andi Anzhar Cakra Wijaya, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Andi Anzhar Cakra Wijaya me­nilai, kaburnya buronan ke luar negeri, tidak le­pas dari konsep penyidikan yang kurang pro­fesional. Ke­tak­pro­fesio­nalan ini, meng­ak­i­batkan pencegahan tersangka ke luar negeri sering­kali terlambat.

“KPK, Polri dan Kejaksaan Agung mesti memperbaiki kon­sep penyidikan itu. Cegah se­ringkali terlambat, sehingga be­gitu surat permohonan dikirim ke Ditjen Imigrasi, para pelaku ke­jahatan sudah lebih dulu ka­bur ke luar negeri,” tandasnya.

Faktor kedua yang jadi per­so­alan, menurut Andi, yakni koor­dinasi antar lembaga. Nah, koor­dinasi itu mesti diperbaiki. Arti­nya, permintaan cegah ter­hadap tersangka seyogyanya ber­jalan online. Dengan begitu, tak ada ala­san lagi pencegahan terlambat.

Dia menambahkan, rencana memperbaiki konsep penyidi­kan serta memperbaiki koor­di­nasi antar lembaga penegak hu­kum akan dibahas Komisi III DPR. “Kami sudah agendakan pembahasan ini dengan semua intitusi penegak hukum,” kata politisi PAN ini.

Andi berharap, implementasi hal tersebut membawa dampak positif. Selain meminimalkan ang­ka pelarian para pelaku keja­hatan, hal ini juga bisa dijadikan standar untuk mengatasi masa­lah penyitaan aset korupsi.

“Semua kendala seputar ka­burnya tersangka ke luar negeri dan teknis penyitaan aset ko­rup­tor menjadi agenda yang kami fokuskan saat ini.” Dia pun ber­harap, persoalan seperti ke­su­litan menangkap bu­ron kasus Bank Century dan penyitaan aset mereka, tidak te­rus terjadi. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA